webnovel

Last Stand

Kami berhasil meledakkan tank tersebut. Tapi aku tidak yakin, apakah GRISHA squad termusnahkan atau tidak?

Aku pun meninggalkan Tankgewehr di lantai 2 dan berjalan menuju lantai 3, dimana Mack berada disana.

"Mack, kau bertukar posisi dengan Diva."

"Baiklah."

Kami berdua mulai menuruni tangga, menuju ketempat Diva dan Kurst berada.

"Diva kau gunakan Tankgewehr-nya."

Diva hanya mengangguk dan bergegas menuju lantai 2.

"Tunggu dulu, dirimu bagaimana?" Mack menanyaiku.

"Aku, mencoba mengecek keadaan musuh."

"Apa tidak berbahaya pergi kesana sendirian?" Mack bertanya lagi dengan nada sedikit meremehkan.

"Kau meremehkanku ya? Kau ingat,dirimu masih punya hutang membelikan sebuah senjata untukku."

Mack terpaku. Sepertinya dia lupa masalah headshot diawal permainan tadi.

"Aku akan menggunakan fitur Call in Squad. Jika dalam keadaan terdesak maka Kau dan Kurst bisa menggunakan mortar untuk men-support diriku, dan Diva akan menggunakan PTRD." Sembari berkata aku juga menggunakan fitur Call in Squad.

"Bu-bukankah itu bu-bunuh diri!!?" Diva menentangku lewat fitur Call in Squad.

"Tidak-tidak, aku akan cepat-cepat keluar dari area tersebut, setelah aku memberikan aba-aba pada kalian." Aku mencoba meredam kekhawatiran Diva.

"Lagipula ini Cuma game, jika mati disini tidak mungkin Mika juga akan mati juga di dunia nyata." Mack menambahkan.

"Huft.." Kurst menghembuskan nafas.

"Kita sudah sejauh ini setidaknya kita harus menjadi juara bersama." Kata-kata Kurst, bijak sekali.

"Ku-kurst benar."

Mack melihat Kurst, lalu melihatku dan tersenyum. Yah setidaknya aku mengerti maksudnya agar tidak melakukan hal ceroboh disana.

"Tenang saja, aku tidak akan mati semudah itu. Percayakan saja pada Leadermu ini." Aku berbicara dengan sombongnya.

"Kalau begitu, kami akan men-supportmu dengan baik." Kurst menambahkan.

Aku mulai pergi meninggalkan mereka dan menuju ke tempat musuh.

***

"Ternyata masih ada yang hidup, padahal kami menggunakan 2 Senjata anti-tank dan sebuah mortar."

Aku tak mengira ada player yang masih hidup dari ledakan tadi. Player ini seorang wanita, dia kehilangan tangan kirinya, mengerikan. Tapi, dia dalam keadaan Full HP, berarti dia sudah menggunakan Syringe-nya. Player ini tingginya hamper sama denganku, mungkin sekitar 175 cm. Badannya ramping, rambutnya hitam dan panjang.

Ah, Player ini menodongkan pistolnya padaku. Tapi kenapa dia tak menembak? Apa masih ada temannya yan masih hidup juga?

Jarak kami sekitar 8 meter. Aku menyiapkan Kar98k ku, melepas Scope yang telah terpasang, membuka bolt-nya dan mengisi pelurunya, dan menutup kembali bolt-nya. Aku menodongkan Kar98k-ku pada nya dan mulai perlahan mendekat padanya.

"Ja-jangan mendekat!!" Player ini ketakutan.

Dorr!!

Dia menembakkan peluru padaku, tapi meleset. Aku menghela nafas, sepertinya ini tidak benar. Aku mulai memikirkan sesuatu yang adil.

"Perkenalkan nama-ku Mika, bolehkah aku mengetahui nama mu?"

Player ini sedikit terkejut setelah mendengar namaku.

"Kau kan? tidak tidak, namaku Irina."

"Baiklah Irina, Bagaimana jika dengan pertarungan One on One? Jika kau menang aku dan tim ku akan resign dari turnamen ini. Jika aku menang kau dan tim-mu yang harus resign dari turnamen ini."

"…"

Kami terdiam sejenak. Sepertinya Irina sedang berpikir. Dia mulai menatapku, sudah mendapatkan jawaban ya. Lalu, Irina mulai membuka mulutnya.

"Baiklah, aku terima tantangan-mu, Riflemen."

Hah? riflemen? Entah kenapa aku pernah mendengar kata ini. Mungkin Mack pernah mengatakan ini padaku. Tapi apa maksudnya? Apa itu sebuah julukan?

Dengan asap yang masih berlarian disekitar kami, Kami berdua bersiap untuk berduel. Aku mengambil Pin Luftwaffe yang terpasang di atas saku dadaku. Kemudian menempatkannya diatas ibu jari ku dan menjetikkannya. Pin tersebut terlempar ke udara.

Klingg!! Pin tersebut jatuh ke tanah.

Aku menyerang duluan dengan melompat kearah depannya.

Irina meresponnya dengan cepat, dan dia pun menghindar dengan melompat ke belakang sambil mengeluarkan tembakan pertamanya.

Dorr!!

Karena tak dapat menghindar, pelurunya menggores pipi dan telinga kiri ku. Sialan!

Tak tinggal diam, Irina menembakkan pulurnya lagi.

Dorr!! Dorr!!

Aku pun menghindar tembakannya dengan melompat kebelakang. Sekarang jarak kami bertambah jauh.

Irina menatapku, dia tersenyum.

Dia menghilang!!? Apa!!? Kemana Irina pergi!!? Sial dia ini pasti player ber-Agility tinggi.

Dari samping kanan!!??

Duaghh!!

Aku terkena tendangannya, sungguh tendangan yang kuat sekali. Aku terlempar hingga terhenti karena mengenai kumpulan sandbags. Aku tergeletak di tanah, dan berusaha berdiri dengan kedua kaki-ku.

"Jadi, hanya ini kekuatan sang riflemen?" Irina meremehkanku.

Aku menatapnya, kemudian aku berlari sekencang mungkin, berlari memutarinya sambil menembakkan Kar98k yang aku gunakan. Irina pun ikut berlari mengikuti ku, sambil menghindari tembakan ku. Awalnya kami seperti kucing dan tiku bermain kejar-kejaran sambil baku tembak. Tapi, karena status Agility ku minim, aku pun mulai terasa terkejar. Irina berhenti mengejar. Ada apa? Apa dia kelelahan?

Drap!!

Irina mulai berlari lagi. Dia ingin menghentikanku dari depan. Tiba-tiba Irina sudah berada di depanku.

"Sialan!!" Aku menghinanya.

Aku menembakkan Kar98k padanya. Namun meleset. Sepertinya, Dia ingin menendangku lagi. Dari depan!!?

Bukkk!!

Aku berhasil menahan tendangannya dengan Kar98k. Sepertinya Irina tidak mengerti CQC, Cuma mengandalkan kaki-nya saja. Tapi tetap saja tendangannya keras sekali. Aku pun mendorong kaki-nya ke kiri, Irina mulai kehilangan keseimbangan. Mengambil kesempatan ini, aku pun memukulnya dengan Kar98k, tepat mengenai wajahnya.

Duagh!! Irina tergeletak.

Irina belum bangun, sepertinya dia belum sadar apa yang barusan terjadi. Aku pun menusukkan bayonet ku pada kakinya, memastikan dia tak akan bisa kabur lagi.

"Arghhhh!!!" Irina berteriak kesakitan.

"Apa cuma segini kekuatanmu?" Aku menghinanya.

"Ka-kau lengah."

Tanpa kusadari bahwa asap-asap di sekitarku mulai menghilang, di depan dan di belakangku ada anggota dari Squadnya Irina. Sial!!? Aku terpojok!!?

Dorr!!! Aku tertembak di bagian punggung dan perutku.

"Ughh!!" ini menyakitkan. Untuk sebuah game rasa sakit ini terlalu nyata.

Dua Player yang telah menembakku, kini mereka mulai berjalan mendekat dengan pelan sambil memutar searah jarum jam. "Menyerahlah!"

Aku pun mengangkat kedua tanganku, seperti seorang yang sedang tertangkap oleh polisi. Tapi, ini bukan tandanya aku menyerah. Setelah mengangkat tanganku aku pun mengepalkan kedua tanganku.

Swushhh!! Jreb!!! Player yang awalnya berada di depanku, sekarang dia berada di arah jam 2 ku, player ini terdiam seketika. Aku pun melihat ke arah kiri belakang.

Brukk!!

Temannya terjatuh, dan temannya sekarang kehilangan sebagian wajahnya. Irina sekarat, Player yang belum KIA itu masih mencerna apa yang terjadi. Jika begitu aku harus segera lari dari sini.

Dengan membawa Kar98k di tangan kananku, aku berlari kembali ke arah benteng. Seorang player yang belum mati tersebut melihatku berlari. Dia menembakkan senjatanya ke arahku.

Dorrr Dorr dorr!! dorr!!

Tembakannya kacau, sepertinya dia panik. Beberapa dari tembakannya mengenai punggungku dan menggores beberapa bagian di tubuhku. Aku pun terhenti, dan terjatuh karena tidak dapat menahan rasa sakit dari tembakannya. Aku kemudian memutar badanku menjadi keadaan terlentang, aku melihat ke langit.

"Huft, sepertinya aku akan mati disini. Karena, mortar."

DUARRR!!!!

***

"Mika!!! Mika!!!" Suara yang taka sing terdengar di telingaku.

"Jangan Mati!!! Jangan Mati!!!" Sepertinya itu suara Diva, dia mengkhawatirkanku.

"Tenanglah ini hanya game, jangan berlebihan." Aku membalas perkataan Diva.

"Kenapa kau tidak mati saja dasar jagoan." Mack menendang kaki-ku.

"Huft, kukira tembakan ku meleset." Kurst berkata.

"Tunggu apa maksudmu? Kau menargetkan mortarnya padaku?

[Winner]

[1Diot Squad]

[1 Set Uniforms of Panzergrenadier / Player]

[EXP + 3000 / Player]

[Money + 2,000,000$ / Player]

Banyak kembang api entah dari mana munculnya. Suasananya menyenangkan. Seperti dunia sedang memperhatikan kita.

"Ahh.. kemenangan. Karena menang Aku akan memaafkanmu kali ini Kurst." Aku memaafkan yang kurst lakukan.

"Ahahaha, jangan bercanda begitulah. Aku tidak yakin kau memaafkan ku semudah itu."

Dorr!! Aku menembakkan pistol ku pada Kurst.

"Ah tanganku terpeleset." Aku membuat wajah bodoh.

"Apa yang kau lakukan Sialan!!!??" Mack marah padaku.

Dorr!! Kurst menembak Mack.

"Hah?"

"Apa yang kau lakukan Bodoh!! Aku berusaha membelamu!!" Mack marah pada Kurst.

"Sejak kapan aku ingin dibantu oleh Player lemah sepertimu."

"Woi, jangan hiraukan aku dasar bodoh!" Aku memukul kepala Kurst dan Mack.

"Maksudmu apa barusan.. HAAHH!!?" Mack berteriak.

"Mari kita baku hantam." Kurst mengatakannya dengan wajah yang mengerikan.

Bakk!! Bukk!! Duaghh!! Kami bertiga pun berkelahi.

"Bwahahahaha," Diva tiba-tiba tertawa.

Diva berlari menghampiri kita bertiga. Kemudian dia melompat dan menjatuhkan kita bertiga.

"Kalian ini kenapa tak bisa akur sedikitpun sih."

"Bukankah karena kita ini idiot." Mack menjelaskan.

"Kau saja yang idiot aku tidak." Aku menentangnya.

"Aku setuju dengan Mika." Kurst menambahkan.

"Bwahahahaha!!" Kami pun tertawa lepas bersama.

Sungguh kami itu sebenarnya tim yang sangat idiot.

Terimakasih telah membaca bab baru ini..

Cattelunyacreators' thoughts