webnovel

Langit dan Bumi: First love never die

Volume satu sudah TAMAT sampai bab 24 saja GRATIS!!! Langit adalah pemuda impian setiap gadis remaja masa kini. Tampan, orangtuanya yang berada, senyumannya yang mempesona, dan tingkahnya yang bisa dibilang baik, siapa tak tahu Langit ? sementara Bumi dengan kehidupan ekonomi keluarga yang sulit, kedua orangtuanya pun memutuskan menjadi tenaga kerja di luar negeri dan meninggalkan Bumi bersama kedua adiknya yang lain dengan situasi yang sulit..

Ayun_8947 · Teen
Not enough ratings
276 Chs

Keluarga

Bumi mengerjakan tugasnya seperti biasa, dia sempatkan melirik Pluto yang tertidur pulas di belakang punggungnya beralas kasur busa yang semakin menipis, gadis itu menoleh sebentar dan mengelus rambut adik laki lakinya yang sudah terlelap dalam, bibir Bumi menggaris senyum getir, perasaa ya campur aduk saat ini

" kaa.. " suara Mars mengagetkan Bumi, dia segera menatap wajah Mars yang meraut sedih

" kau belum tidur ? " Bumi tak percaya mendapati mata Mars yang masih berjaga, gadis kecil itu menggeleng pelan sambil menarik bibirnya

" ka, apa ayah dan ibu belum juga memberi kabar ? " tanya Mars dengan tatapan mata yang berkaca kaca, mendengar kalimat tanya yang bergetar itu sontak membuat Bumi memberikan pelukan hangat ke arah Mars, gadis kecil itu bangkit dan membalas dekapan kedua tangan kakaknya

" sabar sayang, kita harus mendoakan ayah ibu baik baik saja di sana yaa.. " Bumi mengelus punggung Mars dengan penuh kenyamanan, dia berusaha setegar mungkin, berusaha setenang mungkin, Bumi berusaha sekuat mungkin untuk kedua adik tercintanya ini, Mars mengangguk pelan

" kita harus rajin belajar dan terus semangat, kita harus yakin ibu dan ayah akan kembali ! " Bumi berusaha menyemangati wajah sedih adik nya, dia meraut secerah mungkin, gadis itu mendaratkan kecupan kecil di dahi Mars hingga si adik bisa kembali ke tidurnya dengan lebih tenang

Bumi menarik nafas dalam, dia mencoba menghimpun oksigen yang mungkin mampu mengikat beban di dalam dada nya, sesak dan berat ! tapi dia harus tetap bertahan, Bumi terseguk dengan tangisannya yang tertahan, matanya memastikan kedua adiknya terlelap hingga dia bisa lebih tenang menggulirkan air matanya

Ayah..

Jika berat beban mu memberi kehidupan bagi kami, maka aku dan kedua adik ini tidak pernah ingin meminta lebih, hanya dengan kehadiran mu di sini, dengan kekuatan mu yang ada, rasanya makan dengan kerupuk pun cukup untuk kami. Ayah, tanpa dirimu rasanya aku sangat lemah, tanpa diri mu rasanya aku tak mampu berdiri lagi, sampai kapan kau tak berada di sisi kami ? Ayah.. segeralah pulang dan peluk kami..

Kali ini Bumi menghela nafas berat, dia mengangkat pulpennya yang sempat terjatuh, dia melanjutkan menggoreskan di buku pink yang setia menerima curahan hati nya

Ibu..

Jika bukan karena mu maka aku tak tahu jika kedua adik ku ini seperti serpihan surga, sesekali mereka bertengkar tapi sifat nya melebihi usia ku, ibu.. aku tak meminta mu memasak menu yang mahal seperti di café yang pernah ku nikmati. Ibu.. hanya dengan semangkuk bening bayam dan senyum manis mu bisa membuat rasa lapar ku bertahan berhari hari, segeralah kembali bu.. aku membutuhkan omelan mu supaya aku tahu kalau aku ini lebih kuat, kalau aku ini sudah besar, kalau aku ini bisa diandalkan !

Tangisan Bumi kian deras, hingga tetesan itu mulai membuat kertas bukunya mengerut, dia menahan sesak di dadanya yang kian menekan hebat, Bumi melonggarkan bebannya, dia mengurai airmata berharap setelah ini perasaanya lebih lega, Bumi terus menangis hingga lelah, hingga airmatanya seperti mengering sendiri, raut wajahnya jelas memerah dengan mata yang sembab, Bumi sungguh lelah, dia tertidur di atas meja lipat tempat ia belajar setiap malamnya

***

" Den, ada surat dari nyonya " bi Ipah meletakkan amplop putih di depan konputer Langit, pemuda itu masih cuek, dia harus menyelesaikan pertarungan sengitnya terlebih dahulu

Langit menggigit bibirnya genas, posisi duduknya sudah tidak senyaman tadi, dia menaikkan kedua kakinya ke atas jok kursi, dengan cepat jari jemarinya memainkan tombol di stick yang terhubung dengan monitor besar di kamarnya

" savage !! " teriak Langit dengan wajah bangganya, jarinya segera teracuh ke atas, dia menarik nafas lega, kini tubuhnya sudah bisa bersender tenang di kursi empuk berwarna hitam, tangannya meraih amplop yang di senderkan pada keyboard komputer nya, matanya meneliti amplop dengan segel berbentuk hati kecil, pemuda itu tersenyum lucu

" oh my mom, you are too sweet.. " gumam Langit terpesona, dia segera membuka amplop itu dan sebuah kartu berwarna gold terselip di dalam sana, mata Langit menatap lama sambil menganggukkan kepala mungkin sebagai tanda terimakasih akan hadiah dari mamanya ini

Music ringtone dari penyanyi lokal dengan suara nya yang mendayu mengagetkan Langit

Dia segera meraih ponsel dan menerima panggilan itu dengan wajah sumringah

" hallo mam ! " seru Langit senang

" kau suka kado mu ? " tanya suara lembut di seberang sana

" yups.. thank you my best of the best mommy in the world ! " puji Langit di balaa tawa kecil dari seberang sana

" bisa saja kau, apa papa mu sudah mengirimkan hadiah ? " tanya suara Mama Langit di seberang sana

" mm.. aku belum terima apapun " jawab Langit seadanya

" pasti dia lupa, mama akan segera ingatkan.. " ujar Mama dengan suara sedikit kesal

" mah.. " suara Langit menghentikan rasa kesal Mamanya

" kenapa mama dan papa mengirimkan hadiah ? ini bukan hari ulang tahun ku ? " tanya Langit bingung

" hahaha.. no no, kau tidak lahir saat ini, tapi kau yang membuat kami giat mencari uang ! " seru Mama membuat raut wajah Langit semakin bingung

" ok langit, mama akan menghubungi papa mu, mungkin next month kita bisa bepergian keluar negri atau kemana pun itu, semoga proyek mama kali ini juga berjalan baik, I miss u ganteng see yaa soon " putus Mama segera

Langit menimang nimang kartu di tangannya, terakhir dia memakai kartu hutangnya untuk membelikan ketua OSIS dress, dia tak begitu menyukai berbelanja, itulah mengapa orang tua nya sangat percaya menitipkan pendanaan anaknya dengan mandiri

Wajah Langit jelas terlihat sedang berpikir keras, dia membuka dompetnya dan hendak menyisipkan tambahan satu kartu lagi di sana, tiba tiba pikirannya ingat akan sesuatu, Langit segera membuka merchant online dan mengetik merk ponsel ternama

Tak butuh lama ponsel keluaran terbaru dengan lensa lebih dari satu itu muncul di layar komputer Langit, dia mencoba menggeser geser dan memilih warnanya, bibirnya di gigir berlahan tanda otaknya sedang berpikir gemas saat ini, jarinya mengetuk ngetuk mouse dan masih sedikit bimbang

" haruskah aku memberikannya ponsel ? " pikir Langit bingung sendiri

Ini adalah salah satu kado terbaik di zaman ini, hampir semua gadis menyukainya tapi kenapa Langit ragu ? dia menutup layar komputernya, pemuda itu menggagalkan ide di kepalanya, dia lebih memilih meraih secarik kertas kosong yang kemarin di sodorkan Bumi

" puisi ? " kesekian kali Langit terlihat bingung, dia mengambil ballpoint dan mencoba menulis di atas kertas itu, tapi lagi lagi otaknya buntu, dia tak tau harus merangkai huruf apa, Langit menggigit ujung pulpen dan terus begitu sepanjang malam ini

" Den ini makan malam mu ! " suara bi Ipah berikut bunyi pintu yang terbuka membuat lamunan panjang Langit buyar, dia melirik jengkel ke arah pengasuh nya itu, mendapati lirikan tajam itu membuat bi Ipah penasaran

" kenapa toh den ? " tanya nya dengan wajah polos

" Bi, bibi bisa buat puisi tak ? " tanya Langit dengan suara datarnya, bi Ipar mengeryitkan dahi bingung

" kalau tanya resep masakan bibi tahu, tapi kalau puisi ya bibi ga roh loh den " jawab bi Ipah jujur

" yaaahh.. katanya orang tua itu lebih nyeni bi " sindir Langit kecewa

" nyeni opo toh, bibi nyeni nya ya beberes rumah den, ngurusin dapur, oala kalau puisi mending den tanya sama Dilan aja toh " jawab bi Ipah sekenanya

" bibi tau Dilan juga toh ? " kini gaya bicara Langit malah ikut ikutan bi Ipah

" ya taulah, orang dia itu teman sekelas bibi waktu tukar pelajar di Bandung ! " seru bi Ipah dengan wajahnya yang meyakinkan

" bohong yaa bi ! " tuding Langit tak percaya, wajahnya jelas meminta kejujuran dari orang dekatnya ini

" yaiyalah den masa yaiya dong, kalau percaya sama bibi itu musyrik, percaya tuh sama yang di atas ! " ketus bi Ipah sambil berlalu meninggalkan wajah gusar Langit yang bertambah jengkel, bi Ipah terkekeh di depan pintu kamar Langit, bi Ipah bersiap menuruni anak tangga dengan sendal jepit swallow nya.