webnovel

Langit

Langit Biru Tak Akan Pernah Membenci Senja

Sinopsis: Aku tak sebenci itu pada senja, Aku tak menangis saat senja pergi. Aku tak terluka saat semua orang ikut serta menikmatinya. Ia tak mati, Ia hanya redup dan tetap menjalani hidup. Meski bianglala tetap berputar melawan arah. Menceritakan bagaimana lelahnya menjalani semuanya sendirian, Bagaimana merasakan kehilangan sedalam dalamnya bahkan di tinggal sampai selamanya. Tanpa surat, Tanpa pamit. Jakarta telah kehilanganmu. Bayangan kali ini hanya dapat terlihat dalam kegelapan, Hilangnya bayangmu telah mengajarkanku. Bahwa kepalsuan dan keindahan itu tak jauh berbeda.

     Hallo Jakarta, Aku Ars. Jakarta kian indah setiap malam. Bandara Soekarno-Hatta menjadi saksi bisu malam itu. Bulan serta awan gelap tak ingin kalah waktu itu, memancarkan sinarnya. Gelap gulita berubah menjadi terang, Banyak orang berkesimpangan untuk cepat pulang. Banyak rindu yang terkumpul dalam pikiran. Banyak sekali hal yang ingin di ceritakan. Waktu tak mengejar mereka, Mereka mengejar waktu. Merekah senyum mereka setelah bertemu, Wajahnya tak bisa berbohong, Terlihat bahagia. Namun setelah aku duduk cukup lama di bandara sembari menunggu keberangkatanku. Aku melihat seseorang perempuan menangis setelah salah satu pesawat di terbangkan. Perempuan itu berjalan dengan membawakan barang bawaannya, Dia berdoa akan keselamatannya, Dia berdoa akan kebahagiannya, Dan Dia menghembuskan nafas untuk sebuah kepergiannya. Lalu Dia berputar arah balik dan Dia duduk di sebelahku. Aku mencoba untuk tersenyum dan menyapanya. Lalu Dia pun tersenyum. Aku tercengang melihatnya tersenyum.

"Mengapa tersenyum?" Ucapku sambil menatap matanya.

"Untuk membuatmu senang." Ucap Dia.

"Untuk apa?" Ucapku.

"Untuk apa?!" Ucap Dia dengan lantang.

"Untuk apa selalu terlihat baik baik saja?" Ucapku.

Lalu Dia pun terdiam dan Ars melanjutkan untuk berbicara.

"Padahal lukamu terlihat sangat berceceran kali ini. Peluh berpiluh merah mendarah koyak tak tersisa. Bagaimana perasaanmu tentang ini?" Ucapku.

Lalu Dia menghela nafas dan Dia mencoba untuk menjawab.

"Selalu ada banyak cara untuk terlihat baik baik saja. Kau tau? Apa rasa paling melekat pada bagian tulang rusuk manusia? Bahkan ketika manusia benar benar mencoba untuk melepaskan sebuah kepergian? Akankah kehilangan hanya bisa di lupakan dalam 1 malam? Lalu bagaimana kenangan itu bisa  berteduh di dalam derasnya hujan pikiran manusia? Bahkan ketika beribu-ribu banyaknya cabang pikiran manusia mengapa masih terletak sedikit celah untuk sebuah kenangan? Mengapa Tuhan tak menghapus semua kenangan kenangan yang membuat manusia hidup dalam masa lampau? Seluruh tubuhnya bergerak untuk hari ini, Pikirannya tertinggal, Dan jejaknya tak pernah ingin ia hapus. Bandara menjadi tempatku untuk melepaskanmu, Bandara selalu menjadi tempat terkuatku untuk melihatmu terbang jauh ke angkasa lepas. Bandara menjadi saksi bisu bahwa air mataku tak pernah bisa berbohong akan kepergianmu." Ucap Dia.

     Setelah Dia mengatakan hal yang membuat patah hatinya, Dia tak kuat untuk menahan hujan dalam dirinya, Kantong matanya yang berisikan air pun tumpah membasahi pipinya. Tersengguk sengguk. Tak karuan penglihatannya. Dia mencoba untuk melanjutkan pembicaraannya namun, Rasa tangis membuatnya menutup mulutnya rapat rapat. Melihatnya menangis tak henti henti, Ars memeluknya. Ars mengelus elus kepalanya. Sembari mengambil minuman yang Ars bawa dalam tasnya. Setelah meminum minuman yang Ars bawa Dia kembali terlihat tenang. Ars mencoba untuk menjawab semua pertanyaannya dengan pelan dan tenang.

"Tenanglah, Aku ada disini tak perlu khawatir. Aku tau. Dunia tak akan pernah sewarna. Kau tau? Dunia akan tetap berubah warnanya di setiap harinya. Dunia tak akan pernah menetap pada satu warna. Dunia tak akan pernah adil di mata manusia. Namun di sudut pandang lain dunia akan adil jika dunia tak pernah adil pada semua manusia. Dari atas bagian tubuhmu hingga bawah kamu tampak berbohong, Bahkan matamu pun menolak untuk berbohong. Sekujur tubuhmu diam, Namun pikiranmu meronta ronta untuk meminta Dia kembali. Berharap ketika pesawat akan terbang, Dia berbalik arah dan pulang kepadamu. Apa yang baik baik saja dari melepas kepergian seseorang? Bandara hanya akan menjadi tempat perpeluh darah perpisahan, Selayaknya di tinggalkan dari kehidupan lamanya. Berujung menjadi sebuah tangis akan sebuah kenangan. Celah celah pikiran kecil manusia terisi oleh sebuah silsilah dan impresi. Tuhan tak akan pernah menghapus sebuah kenangan, Tuhan tau di dalam kenangan yang teramat panjang perjalanannya, Bahkan hal kecil pun dapat sangat berarti." Ucap Ars.

     Ars berharap dia adalah seorang perempuan yang bisa paham dan mengerti dengan apa yang Ars katakan. Namun jawaban selanjutnya membuat Ars lelah dan menghela nafas panjang.

"Terlepas dari hal yang kamu katakan, Aku tersadar ternyata selalu terlihat baik baik saja di depan semua orang adalah hal yang melelahkan. Aku meresapi apa yang kamu katakan, Kamu terlihat ikhlas dalam memihak seseorang dengan duniamu sendiri. Tak bercampur baur dengan keinginanmu, ambisimu. Mengalah dan mengikuti jalan semesta. Namun, Aku ingat manusia tak akan pernah ada yang sempurna. Aku sulit untuk menerima hal lama yang menghantui di kehidupan baruku. Datang sekali di kehidupanku lalu meninggalkan sebuah kenangan yang membuat kepalaku terisi hal hal bahagia, Trauma, Hingga sebuah luka.

Aku membenci sebuah masa lampau." Ucap Dia.

Mendengar kata benci dari mulut seorang perempuan, Membuat Ars sedikit lelah. Tubuh Ars menerima tekanan yang berbeda setelah mendengar kata benci. Tak dapat bergerak tubuhnya selain mulutnya. Masa lampau terlihat cukup menakutkan di matanya. Ars diam cukup lama. Ars melihat beberapa pesawat yang datang, Kembali dan terbang.  Mulut Ars secara tak sadar berkata.

"Aku akan membawamu ke dalam sebuah pikiranku yang teramat jauh, Sebuah perjalanan yang ujungnya hanya berkesudahan." Ucap Ars

     Dia adalah perempuan yang pernah aku temui di pertama kali hidupku semenjak aku beranjak SMP. Aku tak sengaja mengenalnya lewat organisasi yang berada di sekolah. Pada saat itu juga keseharianku di sekolah sedikit berbeda. Kita menjadi dekat, Dan tumbuh bersama. Waktu demi waktu kita menjalin sebuah persahabatan, Setelah lamanya bersama selama satu tahun setengah.

Kala itu, Ketika aku sakit karena padatnya jadwal pelajaran serta banyaknya kegiatan di sekolah. Dia mengunjungiku pada sabtu pagi hari, Dengan membawakan sebuah bingkisan kecil beserta surat yang bertuliskan.

"Ars, Jika sakitmu terlalu lama, Aku akan marah pada semesta. Lalu akan ku panggil malaikat kecil untuk menyembuhkanmu."

     Aku tak pernah menyangka Dia akan datang. Membawa surat yang sampai sekarang masih tersimpan di kamarku. Warnanya hampir pudar, Tulisannya kecil dan rapi. Bahasa yang Dia tulis masih sulit untuk ku pahami kala itu. Menerka nerka pun tak bisa. Aku hanya mengerti tulisan yang Dia bawa dalam surat adalah hal hal baik.  Aku selalu percaya akan hal itu. Selang beberapa bulan Aku dan Dia terpilih menjadi pasangan calon Ketua OSIS dan Wakil OSIS. Kami berdua mengikuti apa yang di perintahkan oleh senior. Mengikutinya dengan baik, Berkampanye, Dan membuat dan menyampaikan visi misi. Namun sayangnya kami gagal untuk menjadi Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS. Namun yang membuatku tercengang lagi adalah ketika aku merasa kecewa karena gagal menjadi Ketua OSIS dia berbisik kepadaku.

"Ars, Tak mengapa kita gagal, Kita sudah melakukan yang terbaik meskipun hasilnya tak baik. Walaupun kita sudah melakukan sesuai apa yang kita rencanakan, Sisanya tetap harus kita serahkan pada Tuhan." Ucap Dia.

Kalimat yang masih menghantuiku sekarang, Kalimat yang selalu datang tiba tiba dalam pikiran ketika aku gagal. Kalimat yang selalu menjadi pegangan teguh ketika aku merasa kecewa pada gelapnya dunia. Setelah semua itu terjadi, Hubungan kami berdua tetap baik. Bahkan bisa di bilang kami berdua tak pernah bertengkar. Kala itu ketika kelulusan pada waktu SMP, Di sebuah coffe shop Dia berkata kepadaku.

"Ars, Jika setelah ini aku berpisah denganmu. Maka jangan pernah lupakan nomor teleponku. Jangan pernah lupa akan rasa coffe americano yang pernah kita beli dengan 1 lembar uang yang pernah kita temukan di pinggir jalan saat pulang. Lalu jangan pernah lupa, Kita pernah pulang bersama dengan berdiri di payung yang sama. Lalu? Sepertinya masih banyak hal hal yang ingin ku sampaikan padamu tapi memori kepalaku yang kecil ini tak cukup untuk mengingatnya. Tapi tenang saja mataku masih bisa merekam kapan dan dimana aku menghabiskan waktu 3 tahun bersamamu. Aku berjanji jika waktu masih mempertemukanku denganmu, Aku akan selalu berjalan bersama di sebelahmu." Ucap Dia.

Janji yang masih ku pegang erat hingga sekarang. Janji yang masih ku gantungkan terhadapnya semesta akan kedatangannya. Pikiranku tak pernah sampai terhadap apa yang Dia katakan. Hingga pada akhirnya semua ucapan ucapan yang Dia katakan adalah satu ranting pohon yang jatuh. Meski di simpan, Waktu akan tetap membuatnya tua dan rapuh. Waktu benar benar membuat Dia bisa menepati janjinya, Ternyata pada saat akan melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Atas. Kita tak satu jurusan namun, Kita berada di sekolah yang sama lagi. Aku senang Dia dapat menepati janjinya. Terlebih lagi Aku dan Dia sangatlah akrab. Kami pun berencana untuk membangun kembali mimpi kami berdua yang pernah gagal pada saat SMP. Lalu Kami berdua memulainya dari nol lagi, Menata semua hal yang dulunya pernah menjadi halangan, Bekerja sama, Melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuannya. Sampai setelah 1 Tahun lebih. Kami berdua mengajukan diri untuk menjadi pasangan calon Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS. Setelah melakukan banyak perjalanan dan banyak rintangan, Hingga sampai di titik terakhir. Kala itu aku benar benar tak berekspetasi apapun. Dan ternyata Kami berdua mendapat suara terbanyak dari ketiga calon. Dan kami berdua terpilih menjadi Ketua OSIS Dan Wakil ketua OSIS.

     Betapa senangnya Dia, Raut wajahnya dan senyumnya berubah seketika. Meski sempat kaget pada saat perhitungan suara. Dia menangis bahagia. Ini pertama kalinya aku melihatnya menangis dengan raut wajah yang bahagia. Aku senang melihatnya tersenyum dan banyak teman temannya yang mengucapkan selamat kepadanya, Guru dan Kepala Sekolah pun ikut serta mengucapkan selamat. Album foto yang sekarang berada di atas meja kamarku, Adalah foto bersama tim kampanye pada saat Aku dan Dia terpilih menjadi Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS. Lalu di sebelah kiri album tersebut terdapat fotoku setelah gagal untuk menjadi Ketua OSIS dan di sebelah kanan adalah fotoku berdua dengannya saat berhasil untuk menjadi Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS. Dia berkata sebelum berfoto.

"Kerja bagus Ars, Kau tak sakit lagi kali ini." Ucap Dia.

Begitulah ucapnya sebelum berfoto. Ternyata Dia masih ingat ketika aku jatuh sakit pada waktu aku belum terbiasa dengan jam yang padat dan kegiatan sekolah lainnya. Aku kira, Aku hanya akan bisa mengenang kegagalan bersamamu, Namun ucap janjimu kala itu membuat semesta memberi kita sebuah kesempatan untuk mencobanya lagi.Dan akhrinya aku bisa merasakan keberhasilan bersamamu. Ternyata rencana semesta tak terlalu buruk juga.

     3 Bulan berjalan setelah keberhasilan. Ars dengan anggota OSIS lainnya melakukan perkumpulan untuk membahas kegiatan akhir semester. Hingga setelah acara itu selesai Ars dan Dia tak kunjung langsung pulang. Ars mengajaknya berbicara.

"Apa hari ini terlalu melelahkan?" Ucap Ars.

"Tidak terlalu melelahkan, lima tahun selalu menjadikanku terbiasa akan hal hal seperti ini Ars. Ada apa denganmu Ars? Biasanya kau yang selalu mengeluh." Ucap Dia.

"Tak mengapa, Aku merasa ada hal aneh yang terjadi dalam diriku." Ucap Ars.

"Mengapa dengan perasaanmu? Apakah rasa americano membuatmu perlahan berubah?" Ucap Dia.

"Aku merasa terpenuhi ketika bersamamu." Ucap Ars.

Lalu Dia melihat mataku, Dia tersenyum lebar.

"Aku senang kamu bisa merasakannya sekarang, Aku senang bisa mengisi kekosongan perjalananmu yang sedang kau tempuh saat ini. Ternyata semua ucapku waktu itu tertanam dan tumbuh sampai saat ini. Aku hebat bukan? Aku tak perlu menarik kata kataku kembali untuk membuatmu percaya lagi. Aku paham tentang perasaanmu kali ini.Namun aku tetap saja masih ingin menikmati dan menjalani hal yang sudah pernah kita lewati selama 5 tahun, Dan aku tak ingin menggantinya dan memulainya dengan hal baru, Meski itu terlihat lebih indah. " Ucap Dia.

Di waktu itu Aku masih belum bisa memahami dan mengerti dengan apa yang Dia katakan.

"Baiklah, Akan ku ingat selalu apa yang kamu ucapkan hari ini." Ucap Ars.

"Jika hari ini belum sampai, Selang waktu yang lama kamu akan bisa mengerti Ars. Aku selalu percaya itu Ars." Ucap Dia.

     Setelah itu karena dia terlihat sangat kelelahan, Akhirnya Aku mengajaknya untuk pulang. Semuanya masih berjalan baik, Keseharian Kami berdua masih terisi dengan kesibukan kesibukan yang Kami jalani. Selang 2 tahun lebih kami pun hanya menghitung hari untuk menunggu kelulusan. Waktu begitu cepat, Pelepasan jabatan sudah berlalu 7 bulan lalu. Kian semakin dekat dengan perpisahan, Langkah awal kehidupan dan Serangkaian mimpi mimpi. Perpisahan tak akan pernah menjadi hal yang menyenangkan, Bertukar buket bunga tak akan pernah bisa menggantikan banyaknya waktu yang terluangkan untuk selalu bersama. Setelah Aku lulus SMA Aku kira, Kita akan bisa menghabiskan waktu untuk bersama sama lagi. Namun setelah Aku memutuskan untuk kuliah melanjutkan pendidikan.

     1 Tahun setelah lulus Aku tak pernah bertemu lagi dengannya. Dia tak tau kemana. Dia pergi menghilang. Ntah apa yang membuatnya pergi meninggalkan Kota Sempurna, Jakarta ini. 2 Tahun setelahnya Dia benar benar hilang kabar, Dari mulai nomor ponsel nya yang tidak aktif, Dari semua sosial medianya yang mendadak hilang dari berandaku. Teman teman terdekatnya pun tak tau akan keberadaannya. Hari demi hari berjalan Dia semakin terlelap dalam kata hilang. Hingga sampai 3 tahun setelahnya Aku tak menemukannya lagi. Aku mengunjungi tempat tempat favoritnya yang berada di Jakarta, Aku yang mengecek kotak surat pos setiap pagi. Berharap Dia mengirimkan sebuah surat untuk memberikan kejelasan dimana Dia berada. Aku menunggu di coffe shop setiap petang hari, Berharap Dia masuk dengan membunyikan lonceng kecil dan memesan americano. Perjalanan 3 Tahunku terasa begitu berat. Menunggu hal yang tak pernah pulang memang melelahkan. Mencoba untuk membencinya karena perlakuan yang Dia lakukan kepadaku sangatlah mustahil. Mencoba marah untuk Dia yang enggan menepati janjinya? Setelah ku ingat apa yang Dia ucapkan kala itu, Ternyata memang benar. Dia sudah menepati janjinya sampai sekarang. Dia hanya akan menemaniku ketika waktu benar benar masih ingin mempertemukanku dengannya. Lalu bagaimana caranya membenci sebuah keindahan? Jangan pernah berharap pada suatu keadaan, Keadaan apapun itu karena kelak semuanya akan berubah. Percayalah. Semuanya hanya fana, Ternyata selama ini aku hanya melihat buihan bayangan yang terletak pada bahumu. Aku berlari mencarinya hingga pada saat aku lelah, Kamu menghilang entah kemana. Dan yang tersisa hanyalah gelap.

     Tak aneh juga, Aku tak merasakan kesal. Karena memang keindahan yang sebenarnya adalah ketika kita bisa melihat tanpa harus memiliki, Itu jauh lebih indah. Keindahan tak selalu dapat bisa miliki, Tapi dapat kita rasakan. Ketika semuanya memang benar benar pergi di depan mata kita, Kita tak perlu mencari tau. Apa arti dari semua ini karena memang semuanya sudah di atur pada jalannya. Hilangmu membuatku tau, Membuat sedikit dewasa. Biarkan itu adil, Biarkan semuanya dapat merasakan dan melihat keindahan ketika kamu pergi hari ini.

     Dia Valen, Dia Sempurna. Dari berbagai cerita hidupku, Aku kehilangan banyak hal setelah ini. Aku terlalu pandai berangan angan. Aku terlalu banyak bermimpi. Aku juga terlalu banyak berharap manusia. Aku lupa rasa kecewa itu terletak pada manusia. Aku lupa menahan semua rasaku, Aku tau manusia tak akan pernah bisa mengenal rasa bahkan menggenggamnya pun tak pernah. Namun bagaimana lagi perasaan ini tumbuh seiring berjalannya waktu. Waktu memakanku untuk selalu bersamanya, Dia mengusik dan mengacak acak pikiranku, Pilu membiru ku di buatnya, Babak belur ku di dobrak olehnya. Dia telah mengajarkan keindahan keindahan yang tak pernah mengenal kata selamanya.

Bagaimana? Bagaimana bisa matamu yang buta melihat keindahan senja? Bagaimana caramu untuk merangkak melihat warna sinarnya? Bagaimana caramu untuk melihat dia menyinari dunia? Bagaimana caramu untuk menggapainya? Sedangkan dia adalah hal yang indah di mata semua manusia. Dia sempurna. Apakah kamu kecewa akan manusia sempurna itu? Akankah kamu marah akan hilangnya sinar yang selalu menyinarimu di sore hari? Dia tak akan sempurna pada manusia buta. Perjalanan 6 Tahun lebih meninggalkan bekas luka yang tak kunjung hilang sekaligus keindahan. Rasa lelah tak akan pernah sebanding dengan keindahannya. Cerita yang lama tak selalu menghasilkan akhir yang sempurna, Mungkin mengenalmu adalah anugrah sekaligus luka yang paling parah. Telah hilang semua kaca yang berserakan, Telah ku ambil dan perlahan melukaiku sampai mengalir darah, Tak apa. Tanpa sebuah pamit kepergianmu akan tetap menjadi keindahan yang sulit tuk di benci. Sebab sebagian dari langit biru tak akan pernah mengusir sebuah senja yang memancarkan keindahannya. Valen menghilang tak ku temukan lagi bayangnya, Langkah kakinya, Suaranya, Bau parfumnya dan senyumnya pun ikut hilang. Jakarta berubah tak lagi menyenangkan.