Daniel membawa Laluna naik menggunakan lift ke lantai paling atas gedung pencakar langit tersebut. Laluna diam, tak bicara dan hanya mengikuti Daniel meski dalam hatinya kini mulai bertanya akan di bawa kemana dirinya kelak. Hingga saat pintu lift terbuka dan mereka berada di satu lorong yang hanya bertemu dengan satu pintu.
Daniel berjalan dengan langkah pasti menuju pintu tersebut, menekan beberapa angka di gagang pintu dan mengajak Laluna masuk.
Laluna kembali hanya diam dan mengikuti langkah Daniel, setidaknya kini ia merasa lebih tenang karena berada jauh dari Carlos dan ditangan orang yang tepat.
"Oh Tuhan!" kata Daniel tiba-tiba seraya menepuk dahinya dengan keras.
Laluna menatap Daniel dengan bingung.
"Laluna, kau tunggu di sini sebentar. Aku akan keluar dan membelikanmu beberapa lembar pakaian. Di sini tidak ada pakaian wanita, apakah tidak masalah?!" tanya Daniel pada Laluna.
Laluna mengangguk dengan ragu. Daniel pun tersenyum.
"Oke, tunggu aku kembali. Sementara itu, jika kau lapar kau bisa mencari makanan di dapur atau memasaknya. Ada juga soft drink di sana, kau bisa mengambilnya selama menunggu aku."
Kevin menunjuk ke arah sebuah ruangan yang cukup besar di ruangan tersebut. Laluna kembali menganggukan kepala dengan patuh, setelah itu Daniel berlalu dari hadapan Laluna namun belum juga beberapa langkah ia meninggalkan Laluna, Daniel kembali berbalik menghadap Laluna.
"Laluna," Daniel berdiri sambil menggaruk kepalanya. Laluna kembali menatap Daniel dengan bingung.
"Itu, aduh bagaimana aku mengatakannya."
Daniel nampak bingung sendiri dengan apa yang akan ia katakan. Ia menatap Laluna pun dengan ragu.
"Ada apa?" Akhirnya Laluna mengeluarkan suaranya untuk mengurangi rasa bingung Daniel.
"Begini, maaf jika aku lancang," kata Daniel kemudian.
Laluna mengangguk dan menunggu dengan penasaran dengan apa yang akan Daniel katakan padanya. Hatinya mulai cemas dan tidak tenang.
"Berapa ukuran pakaian dalammu?"
Daniel mengatakannya dengan mata tertutup sambil berbalik membelakangi Laluna. Ia tidak ingin di cap sebagai pria mesum karena menanyakan hal yang seharusnya tak ia tanyakan pada seorang wanita asing yang baru saja ia temui.
Laluna pun menjadi salah tingkah dengan pertanyaan Daniel tersebut. Ia bingung harus menjawabnya, namun benar ia membutuhkan pakaian-pakaian tersebut sebagai ganti pakaiannya saat ini. Dengan perasaan malu, Laluna pun mengatakan hal tersebut pada Daniel.
Daniel tersenyum canggung dan langsung berlari menarik diri dari Laluna setelah mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Melihat Daniel yang begitu canggung dengannya, Laluna semakin merasa tenang karena Daniel memang seorang pria baik yang berhati mulia ingin menyelamatkan dirinya dari cengkeraman Carlos.
Lama waktu berlalu, Daniel pun tak kunjung kembali. Laluna yang sedari tadi menunggu mulai merasa bosan dan lapar. Ia beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju ruangan yang tadi Daniel tunjuk untuknya. Mencari sesuatu yang bisa untuk mengrnyangkan perutnya saat ini. Setelah dicari-cari ternyata tak ada makanan yang bisa ia santap, hanya ada bahan makanan instan yang siap masak di sana. Laluna pun mengambil bahan makanan tersebut dan memasaknya.
Tak lama berselang terdengar suara pintu yang terbuka, Laluna berlari ke arah pintu karena berpikir jika yang datang adalah Daniel tapi ternyata bukan. Yang datang adalah seorang pria dengan perawakan tinggi tegap berikut dengan setelan jas lengkap. Pria itu tak kalah tampannya dari Daniel, hanya saja badannya tak setegap Daniel yang memang seorang anggota polisi.
Laluna terkejut mengetahui yang datang bukanlah Daniel, begitupun dengan pria tersebut. Ia bingung dengan keberadaan Laluna yang tidak dikenalnya. Namun belum sempat mereka bertanya, keduanya sudah dikagetkan dengan bau gosong dari arah dapur. Laluna pun bergegas menuju dapur karena merasa masakannya mulai hangus karena ditinggalkan.
Tak hanya Laluna, pria tersebut pun terlihat mengikuti langkah Laluna. Meski pikirannya berkecamuk, namun ia lebih penasaran dengan bau gosong yang ada di dapur.
"Oh Tuhan!" keluh Laluna ketika melihat makanan yang ia masak benar-benar gosong.
Laluna berusaha mematikan api kompor, membawa wajan yang mulai menghitam itu ke tempat pencucian piring lalu menyiramnya dengan air.
"Siapa kau? Kenapa kau membuat dapurku berantakan?!" teriak Pria itu dengan keras kepada Laluna.
Laluna menyingkirkan diri dari pria tetap itu. Ia berjalan mundur beberapa langkah karena takut dengan tatapan tajam yang seolah ingin menelannya bulat-bulat itu.
"Bagaimana kau bisa masuk ke penthouse-ku, hah?!" tanyanya dengan nada lantang kepada Laluna.
Laluna kebingungan, ia tidak tahu siapa pria itu ditambah Daniel tak juga kembali membuat Laluna semakin kebingungan dan panik.
"D-Daniel ...," ucap Laluna tergagap.
Dahi pria itu berkerut mendengar nama Daniel disebutkan Laluna.
"Daniel?" ulang pria itu memastikan.
Laluna mengangguk cepat sambil terus melangkah menjauh dari Pria tersebut. Bersamaan dengan itu Daniel datang dengan beberapa paper bag ditangannya.
"Kak ...," seru Daniel.
Pria yang dipanggil Daniel Kakak itu menatap tajam kearah Daniel. Sementara Laluna mulai berlari dan bersembunyi dibalik tubuh Daniel.
"Dia siapa?" tanya Laluna dibalik punggung Daniel.
"Jangan seperti itu, Kak. Kau menakutinya!" kata Daniel pada Pria yang ia panggil Kakak tersebut.
Daniel meletakkan paper bag yang ia bawa. Berbalik menghadap Laluna yang masih bersembunyi ketakutan dibelakangnya.
"Jangan takut, dia kakakku. Kenzo!" kata Daniel mengenalkan pria tegap itu pada Laluna. Belum sempat Laluna menyapa, Kenzo sudah membuka suaranya.
"Ikut aku, Daniel!" kata Kenzo dengan nada berat penuh penekanan, setelah mengatakan itu Kenzo berlalu dan memasuki sebuah ruangan kecil yang berada di ujung ruangan.
"Duduklah," kata Daniel pada Laluna. Laluna menurut dengan patuh.
"Tunggu di sini, aku akan bicara dengan kakakku. Dia pasti kaget karena kau ada di sini."
Daniel segera menyusul Kenzo dengan langkah lebarnya. Sementara Laluna menunggunya dengan patuh di sofa single yang cukup empuk itu.
Kenzo berdiri dengan gusar menunggu kedatangan Daniel. Tak lama Daniel memasuki kamarnya dan tersenyum kaku kepadanya.
"Siapa wanita itu, hah?!" tanya Kenzo dengan nada tajam.
"Dia wanita yang tadi aku jelaskan padamu di telepon. Dia sedang membutuhkan pertolongan kita, Kak" jawab Daniel seadanya.
"Kita?" ulang Kenzo masih dengan nada yang sama. "Kau yang melibatkan aku didalamnya!"
"Ayolah, Kak. Laluna tidak memiliki tempat tinggal. Dia sendirian di kota ini, dan yang terpenting nyawanya dalam bahaya. Aku hanya bisa mempercayakan dia padamu," ungkap Daniel dengan wajah penuh harap.
"Apa kau pikir penthouse-ku rumah singgah yang bisa didatangi oleh siapapun orang yang membutuhkan tempat tinggal, hah!" tukas Kenzo tajam.
"Kak, aku mohon. Aku tidak bisa membiarkan dia berada di tempat penampungan. Carlos pasti akan mendapatkan dia kembali dengan bantuan atasanku," jelas Daniel.
Kenzo nampak berpikir keras, ia tahu Daniel tidak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan, namun membiarkan Laluna tinggal bersamanya juga tidak mungkin baginya.
"Bawa dia ke tempat lain, aku memiliki apartemen yang tak jauh dari kantor tempatmu bekerja, kau bisa membawanya ke sana. Aku tidak bisa menerimanya di sini!" ujar Kenzo kemudian.
"Kak, kau mengerti tidak apa yang aku katakan ini?!" teriak Daniel tiba-tiba. Kenzo menatapnya bingung karena Daniel begitu bersikeras ingin membantu Laluna.
"Laluna dalam bahaya dan orang yang mengincarnya bukanlah orang biasa, hanya kau yang bisa membantu dan melawan Keluarga Aiden di Kota ini. Tolonglah!"
Daniel terus berdebat dan mendesak Kenzo agar membiarkan Laluna tinggal bersamanya. Kenzo yang tidak pernah menang berdebat dengan Daniel akhirnya membiarkan keinginan Daniel terpenuhi.
"Baiklah, baiklah, baiklah!" kata Kenzo dengan terpaksa.
Wajah Daniel seketika menjadi cerah mendengar ungkapan Kenzo tersebut.
"Tapi kau yang mengurusnya. Aku tidak mau tahu, kau harus menjelaskan semua yang boleh dan tidaknya untuk dilakukan di dalam penthouse-ku ini. Jika aku lihat dia melanggar satu hal saja, maka aku sendiri yang akan mengusirnya dari sini!" tegas Kenzo.