(sebelumnya di gate kuil suci)
"nona kita sudah sampai, biar hamba tunjukan jalannya"
ucap Lloyd pada Eden sambil menunjukkan jalan menuju kuil, khususnya menuju tempat pendeta agung berada.
selama berjalan tak lupa Lloyd menceritakan sedikit mengenai pendeta agung,
"mengenai pendeta agung beliau merupakan salah satu tokoh sejarah yang hidup di abad ini, usianya sudah lebih dari 100 tahun, beliau sedikit tempramen namun percayalah bahwa itu merupakan bentuk perhatian beliau"
jelas Lloyd menceritakan pada Eden
"oh iya, meskipun sudah berusia 100 tahun namun pendeta agung memiliki fisik yang berbeda di banding usianya, hal itu di karenakan beliau memiliki kekuatan istimewa sehingga untuk menyegel kekuatannya beliau memiliki fisik yang jauh lebih muda dari orang seusianya"
imbuh Lloyd kembali menjelaskan mengenai pendeta agung.
baik Eden, Cecilia maupun Chris hanya merespon dengan menganggukan kepala seolah mengerti dengan penjelasan Lloyd.
Lloyd pun berhenti yang membuat langkah Eden berhenti, Eden memberanikan diri menatap ke arah si pria tampan yang sedari tadi mencuri pandangan Eden.
Tak di sangka si pria malah memeluk Eden dengan erat sambil berkata,
"selamat datang cucu ku"
yang sontak membuat Cecilia, chris bahkan Lloyd pun terkejut.
pria tersebut merupakan Isaac Xavier pendeta agung yang baru saja dibicarakan oleh Lloyd.
"Sri anda tidak boleh seperti ini!"
ucap Lloyd mencoba memisahkan pendeta agung dengan Eden
"diam kau, dasar kau otak udang!"
ucap Isaac Xavier menepis sentuhan Lloyd, ia pun kemudian melepaskan pelukannya pada Eden.
"aku tau kau mungkim bingung tetapi Anna Lewis sudah seperti anak ku yang berarti kau adalah cucu ku"
imbuhnya mencoba menjelaskan situasi.
mendengar hal tersebut membuat Eden bingung juga heran, tubuhnya kaku, bahkan lidahnya pun ikut membeku tak dapat berkata apapun untuk merespon sambutan pendeta agung yang begitu mendadak seperti sekarang.
"kau pasti terkejut, tenanglah, lama kelamaan kau akan terbiasa"
ucap pendeta agung mencoba menenangkan Eden.
"Sri anda tak bisa begitu saja memanggil nona Eden sebagai cucu anda, anda tetap harus menghormatinya"
ucap Lloyd mencoba menegur tindakan pendeta agung namun tak di hiraukan.
Eden pun merasa canggung dengan situasi yang ia hadapi saat ini, ia mencoba menolak tetapi ia merasa bahwa itu adalah tindakan yang tak sopan sehingga ia hanya diam dan menurut ketika Sri Isaac Xavier memeluknya.
* * *
(di kediaman Liliana Thompson)
'braaakkkkk'
"kurang ajar!"
gerutu Liliana, matanya memerah, alisnya mengerut, giginya menggerat seolah ia begitu marah.
usut punya usut Liliana telah mendapat surat larangan untuk bepergian keluar The Great Aztec, ia hanya dapat tinggal sampai pemeriksaan selesai.
selama ini ia selalu menolak panggilan pemeriksaan sehingga dengan tegas departemen hukum mengeluarkan surat larangan baginya untuk pergi dengan alasan apapun.
pada awalnya ia berniat mengunjungi saudara jauhnya di negara Cemos untuk bersembunyi sementara disana namun niatnya itu digagalkan oleh Louise.
ia kini hanya terkurung di rumah saja, nama baiknya telah tercoreng semenjak berita kejahatan nya terhadap Eden tersebar di wilayah Aztec.
saking malunya untuk bergaul dengan teman-teman sosialita nya pun Liliana tak sanggup, pernah suatu ketika ia datang pada acara perjamuan rutin untuk para putri bangsawan sekaligus acara pergaulan kelas atas namun yang ia dapat hanyalah tatapan tak mengenakan, mereka merendahkan Liliana bahkan membicarakan dirinya.
mereka terang-terangan menjauhi Liliana bahkan untuk berbicarapun enggan, seolah mereka tak pernah kenal dengan Liliana.
hal itu sempat membuatnya frustasi dan ingin pergi namun tak jadi karena hari ini larangan bepergian telah diberlakukan.
"cepat suruh tentara khusus mencari orang itu! dia telah menjebakku"
ucap Liliana sambil mengepalkan tangan lalu menunjuk dan memerintahkan asistennya untuk mencari pria paruh baya yang mengajaknya bekerja sama membunuh Eden dahulu.
rasa marahnya menjadi-jadi karena ia merasa telah di jebak dan di jadikan kambing hitam atas rencana jahat si pria.
salah seorang pelayan dengan berani memberi saran pada Liliana,
"maaf nona, kalau boleh hamba memberi saran lebih baik anda pergi ke kuil suci, dengan mengikuti kegiatan keagamaan hamba yakin tuduhan tidak benar dari raja akan hilang begitu saja"
ucapnya sedikit ragu
"apa maksud mu?"
tanya Liliana yang terfokus pada si pelayan
"maksud hamba dengan mengikuti kegiatan keagaam di kuil suci akan memulihkan reputasi yang mulia, lagi pula larangan bepergian tidak berlaku terhadap kuil suci, siapapun dapat pergi kesana nona"
imbuh si pelayan yang membuat Liliana terdiam, ia tiba-tiba menerima saran tersebut karena pertimbangan reputasi nya.
"kalau begitu persiapkan segala keperluan, aku akan berangkat ke kuil suci"
ucap Liliana memerintahkan para pelayan, hari itu semuanya tengah sibuk berkemas.
* * *
(di kuil suci)
Eden sedang mengikuti pelajaran khusus yang disediakan bagi kaum bangsawan, biasa nya pelajaran ini mencakup tentang keagamaan, tata cara berdoa dan puncaknya jika telah menguasai semua pelajaran akan di akhiri dengan mandi di danau suci.
ketika mendengar instruksi tersebut dari pendeta agung Lloyd sempat merasa merinding, ia kasihan pada Eden karena harus melalui tahapan-tahapan yang tentunya belum pernah Eden terima sebelumnya.
yang paling di benci oleh Lloyd ialah seminggu sebelum mandi di danau suci harus melaksanakan semacam puasa dan hanya memakan bubur khusus.
bubur khusus ini rasanya hambar, awalnya terasa baik-baik saja namun lama kelamaan akan menjadi bosan dan tak ingin memakannya lagi.
tujuan nya agar membersihkan diri dari dalam karena bubur tersebut di buat dengan ramuan khusus yang dapat melarutkan zat-zat berbahaya dalam tubuh seseorang.
selain Lloyd, Cecilia dan Chris pun merasa merinding mendengar perintah dari pendeta agung namun mereka tak dapat menolak apalagi mencoba mencegahnya.
Eden yang tak tau apa-apa hanya menganggukkan kepala menuruti keinginan pendeta agung.
"dengan mengikuti pendidikan dan mandi di air suci dapat mempermudah ku untuk membantu mu mengembalikan ingatan. meskipun itu sihir hitam sekalipun akan segera hilang jika kau mandi dalam danau suci"
ucap pendeta agung yang saat itu duduk di kursi dalam ruangan kerjanya, sambil menyilangkan kaki kanan di atas kaki kiri dan kedua telapak tangan menyatu.
"apakah ini benar-benar akan berhasil? apakah anda yakin Sri?"
"Kakek! sudah ku bilang panggil aku kakek"
"haha.. iya maksud hamba ka.. kakek"
ucap Eden yang merasa canggung.
"semuanya bergantung usaha mu dalam mengikuti pendidikan singkat dan juga saat proses mensucikan diri, jika saat mandi di danau suci kau gagal maka sebelumnya kau telah melakukan kesalahan, jadi ingatlah baik-baik kau harus melakukannya dengan kesungguhan hati"
imbuh pendeta agung menjelaskan secara rinci.
Eden pun merespon dengan menganggukkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
suasana tiba-tiba menjadi hening dan canggung, Eden tak tau harus berbicara apa lagi, sedangkan pendeta agung terus saja melihat ke arahnya.
sebenarnya semenjak tiba di kuil suci mereka sudah berada di ruangan pendeta agung selama lebih dari 3 jam, mendengarkan cerita dari Sri Isaac Xavier saat masih muda yang selalu melakukan ceramah keliling benua.
cerita itu berlanjut pada kisah orang tua Eden dan berakhir pada danau suci.
Cecilia dan Chris saling bersenggolan mencoba meminta izin agar mereka dapat beristirahat, Lloyd pun demikian mencari waktu yang pas untuk mengakhiri pertemuan itu.
di sana pendeta agung lah yang paling tua sehingga tak ada yang berani meminta izin, karena mereka bisa di anggap tidak sopan berpamitan dahulu pada pendeta agung, seharusnya pendeta agunglah yang mempersilahkan mereka untuk pergi.
"jangan menikah dengannya"
ucap pendeta agung yang membuat Eden bingung
"iya?"
"jangan menikah dengan pria yang berasal dari Aztec"
imbuh pendeta agung dengan sedikit penekanan suara
"anda tidak bisa menghalangi nona Eden Sri"
ucap Lloyd yang di sambut dengan lemparan buku
"diam kau dasar pendeta magang"
sontak ucapan pendeta agung yang menyebut Lloyd sebagai pendeta magang membuat seisi ruangan tertawa, tak terkecuali Eden yang juga terbahak-bahak mendengar keluacuan tersebut.
ketiganya pun langsung sadar karena pendeta agung menatap mereka hampa.
"eheemm"
ucap Eden menghentikan tawanya dan berusaha membuat yang lain fokus kembali.
pendeta agung kemudian berdiri, ia mendekati Eden dan berkata,
"teruslah tertawa, kau lebih cantik saat seperti itu"
ucap pendeta agung sambil mengusap lembut rambut Eden, Eden pun terdiam, ia tak bisa berkata apapun karena sentuhan pendeta agung yang begitu lembut terhadap dirinya.
"beristirahat lah, aku harus memimpin doa menjelang petang"
imbuh pendeta agung yang kemudian pergi meninggalkan Eden untuk menuju ke ruang doa.