webnovel

Tanpa Rasa Aman

Editor: Wave Literature

Jadi, penilaian itu timbul karena perbandingan.

Xia Ling sedikit santai dan berkata, "Anda terlalu memuji." Tapi tunggu, apa yang dia maksud dengan "kalian anak-anak"? Xia Ling memandang Li Lei. Pria itu terlihat tidak lebih dari 24 atau 25 tahun, bahkan lebih muda dari Xia Ling di kehidupan masa lalunya.

Li Lei tidak menyadari pikiran Xia Ling saat laki-laki itu memberi isyarat kepada pelayan untuk menyajikan makan siang.

Sebaris pelayan berseragam datang membawa nampan kayu yang serupa dan dengan tanpa bicara menyuguhkan piring demi piring makanan lezat. Xia Ling memperhatikan dalam diam. Hidangan yang disuguhkan memang sangat beragam, ada ikan kakap kukus, daging panggang, udang digoreng dengan teh Longjing, jagung dengan pinus, dan lain-lain, Semua ditempatkan di piring porselen putih yang mewah. Makanan-makanan tersebut sangat menggugah selera dan aromanya memabukkan - hanya dengan melihatnya saja membuat Xia Ling merasa lapar.

Li Lei menuangkan anggur pada Xia Ling dengan sopan santun layaknya pria terhormat. Cairan berwarna mawar itu berputar-putar di dalam gelas perunggunya, aroma anggur melekat di udara. "Ini adalah anggur dari buah yang kami produksi di villa pegunungan ini." Ia berkomentar. "Cicipilah, sangat menyegarkan."

Xia Ling menyesap sedikit. Anggurnya memang sangat enak. Anggur itu sedikit hangat saat melewati langit-langit mulutnya, dan rasa manis yang lembutnya bertahan lama. Dalam kehidupan masa lalunya, Xia Ling telah mencicipi banyak anggur enak saat bersama Pei Ziheng. Sehingga saat ini, ia yakin anggur tersebut tidak sesederhana yang dikatakan Li Lei. Bahkan jika benar diproduksi sendiri di villa pegunungan, pasti ada pembuat anggur yang berpengalaman dan termasyhur yang mengawasi operasinya.

Namun Xia Ling tetap diam tanpa berniat untuk sesumbar.

Xia Ling mencuri pandang ke arah Li Lei, merasa semakin terkesan olehnya.

Kapten kapal dengan terampil mendayung perahu dengan dayung bambu di tangannya, dan perahu kayu itu melintasi sungai di antara pegunungan hijau, mengikuti arus sungai.

Sepanjang jalan, Li Lei melanjutkan percakapan mereka, dan tak lama kemudian, kapal kayu telah melewati banyak tikungan dan belokan di sepanjang bentangan sungai. Pemandangan di kedua tepi sungai berubah dan tidak ada lagi tanda-tanda rumah atau orang. Li Lei memberitahunya bahwa nama sungai ini adalah "Sungai Kerinduan". Sungai itu mengalir melalui banyak puncak pegunungan tetangga dengan banyak tikungan di sepanjang alirannya, dan mereka sekarang tidak lagi berada di gunung awal tempat mereka berangkat.

Li Lei mengupas sebuah jeruk dan memberikan seruas kepadanya, berkata, "Makanlah buah pencuci mulut ini dan istirahat sebentar. Kita akan mencapai dermaga lain. Dari sana kita bisa beralih ke kereta gantung untuk kembali ke villa gunung. Kau akan dapat melihat Danau Cermin Giok dan angsa liar di tengah gunung."

Kata-katanya dipenuhi dengan canda, seolah memenuhi perannya sebagai tuan rumah dengan baik.

Meskipun Xia Ling merasa bahwa melintasi seluruh wilayah gunung hanya untuk makan agak membuang-buang waktunya, kehidupannya sebagai seorang tahanan sepanjang tahun dalam kehidupan masa lalunya serta kehidupan biasa seorang trainee di masa sekarang sungguh sangat membosankan. Oleh karena itu, ia merasa bersemangat setelah mendengar tentang angsa liar yang lelaki itu bicarakan.

Sayangnya, semuanya tidak berjalan sesuai rencana.

Hujan yang datang tiba-tiba membuat mereka tergopoh-gopoh. Sekujur tubuh mereka basah kuyup. Li Lei menggunakan kedua tangannya untuk melindungi luka di perutnya seraya memerintahkan kapten kapal. "Lao Chen, cepat cari tempat terdekat untuk berlindung dari hujan."

Kapten kapal menanggapi dengan suara keras dan kemudian mulai mendayung dengan sungguh-sungguh. Perahu kayu kecil itu menambah kecepatan ketika sang kapten membimbingnya dengan kokoh melalui banyak belokan yang sudah biasa ia lalui. Mereka berhenti di depan sebuah gua terpencil.

Li Lei melompat ke darat dan mengulurkan tangannya untuk membantu Xia Ling keluar.

Kali ini, Xia Ling tidak menolaknya, terutama karena luka di bahunya yang sudah sebagian pulih terasa nyeri karena basah oleh hujan. Gadis itu hampir tidak bisa mengangkat lengannya untuk menyeimbangkan dirinya. Li Lei setengah menyeretnya dan menggendongnya ke darat. Xia Ling tampak kusut dan berdiri goyah saat Li Lei menariknya ke pelukannya dalam satu gerakan cepat.

Dada Li Lei kokoh seperti terbuat dari logam. Hidung Xia Ling terasa sakit karena menabraknya dengan gerakan tiba-tiba. Xia Ling panik sejenak dan berjuang untuk berdiri tegak. Li Lei melepaskan pelukannya pada perempuan itu dan menatapnya dengan menggoda. "Tanahnya licin karena hujan deras. Ini bukan saatnya bagimu untuk berpura-pura tidak membutuhkan bantuan."

Xia Ling menutupi hidungnya karena malu, tidak mengatakan sepatah kata pun.

Gadis itu tidak tahu apakah pemikiran tersebut hanya imajinasinya, tetapi ia merasa bahwa kata-kata Li Lei bermakna lebih dalam dari yang ditunjukkan. Mungkinkah ia menyimpan rasa jengkel akibat penolakannya tadi?

Sesaat kemudian, laki-laki itu berbalik dan berjalan lebih jauh ke dalam gua, meninggalkannya. Langkahnya tegap, dan tidak ada tanda-tanda bahwa dia belum pulih dari cederanya. Xia Ling cukup terkejut. Luka pistolnya jelas lebih serius daripada cedera bahu yang dideritanya. Bahunya masih terasa sangat nyeri, tapi dia sudah baik-baik saja?

Pada saat ini, kapten kapal mereka juga datang mendekat setelah melabuhkan kapal kayunya. Setelah melihat Xia Ling berdiri di luar gua, ia dengan sopan berkata, "Nona, Anda juga harus masuk ke dalam gua. Angin di pintu masuk gua sangat dingin, sehingga Anda akan mudah masuk angin. Saya akan baik-baik saja di sini sendirian berjaga."

Xia Ling mengangguk dan mengikuti ke arah Li Lei pergi.

Gua itu tidak terlalu dalam dan berbentuk setengah lingkaran. Ketika Xia Ling berbelok lebih jauh ke dalam gua untuk mencari Li Lei, ia tidak lagi dapat melihat sang kapten kapal di pintu masuk. Li Lei sudah melepas kemejanya, memperlihatkan bagian atas tubuhnya yang telanjang. Otot-ototnya proporsional dan kencang. Gadis itu memperhatikan bahwa ada kain kasa yang membalut pinggangnya dan sebercak darah merembes keluar. Jelas, lukanya belum pulih sepenuhnya.

Xia Ling tidak melihat keganjilan dari cara laki-laki itu bergerak sebelumnya, seperti tidak ada masalah sama sekali.

Selain itu, ia bisa melihat bekas luka yang tak terhitung jumlahnya menyilang-nyilang di tubuhnya, dalam segala bentuk dan ukuran. Banyak yang tampak menyeramkan: ada sebuah luka yang membentang dari bahu kiri ke pinggang kanannya, seolah-olah seseorang telah mencoba memotongnya menjadi dua. Xia Ling bertanya-tanya di dalam hati apa yang laki-laki itu telah lalui sehingga memiliki bekas luka seperti ini?

Xia Ling terus berjalan maju sambil merenung. Langkah kakinya ringan, tidak terdengar karena suara angin dan hujan. Namun, saat ia mendekati Li Lei, laki-laki itu mengangkat kepalanya dengan waspada, matanya yang hijau tua dipenuhi dengan sinar dingin.

Xia Ling merasakan jantungnya menegang karena ketakutan. Seolah-olah sebuah tangan yang tak terlihat mencekiknya pada saat Li Lei menatapnya, membuatnya membeku di tempat. Udara terasa membeku. Apakah ini ... naluri seorang pembunuh?

Dalam sepersekian detik tatapannya yang mematikan, digantikan dengan senyum simpulnya. Dia berkata, "Oh Ye Xingling, ternyata kau. Bukalah pakaianmu dan duduklah di dekat api. Sangat mudah jatuh sakit dalam cuaca seperti ini."

Xia Ling menghirup napas dalam-dalam. Siapa lagi menurutnya yang akan muncul di sini?

Saat gadis itu berusaha menjinakkan jantungnya yang berdebar kencang, ia berpikir dalam diam bahwa dia telah melihat Li Lei dua kali, dan setiap kali, lelaki itu membuatnya sangat ketakutan. Ia tidak merasa aman bersamanya--- seorang petualang yang terkait dengan dunia "bawah tanah". Lebih baik ia menjaga jarak di masa yang akan datang.

Dengan hati-hati, Xia Ling berjalan mendekat dan duduk di seberangnya, sejauh mungkin.

Entah bagaimana caranya Li Lei menemukan beberapa batang kayu bakar dan menyalakan api. Kepercayaan diri yang ditampilkannya menunjukkan bahwa laki-laki itu tahu apa yang ia lakukan. Sambil menambah kayu bakar, ia berkata, "Cuaca di pegunungan sulit diprediksi. Lao Chen dan anak buahnya telah lama berada di sini, sehingga mereka tahu semua tempat untuk berlindung dari hujan. Gua ini telah diperiksa sebelumnya. Tempat ini aman, jangan khawatir."

Xia Ling tidak khawatir. Tan Ying telah menyebutkan bahwa tidak ada binatang buas di pegunungan terdekat sejak hari pertama pembuatan video. Selain itu, sejak cedera Li Lei, dia mendengar dari penjaga villa bahwa keamanan di pegunungan telah ditingkatkan. Sepanjang rute yang mereka ambil dengan menggunakan kapal kayu, ada pengawal yang tak terhitung jumlahnya, beberapa terlihat beberapa tidak.

Tatapan agresif yang ditujukan pada Xia Ling sebelumnya jelas menunjukkan kekhawatirannya.

Kehangatan muncul dari kerlip nyala api berwarna merah jingga yang dinyalakan oleh Li Lei. Xia Ling mengangkat tangannya dan menghangatkannya di dekat api. Dengan rasa ingin tahu, ia bertanya, "Dimanakah Anda menemukan kayu bakar?"

"Kami menyiapkan kayu-kayu sepanjang tahun di dalam gua, kalau-kalau ada yang sangat membutuhkannya saat terjebak di sini sendirian." Li Lei menjawab dan melanjutkan, "Ketika kita kembali nanti, Lao Chen akan menggantikan kayu bakar yang terpakai di sini. Oh, ada juga beberapa makanan kering ..." Dia menggerakkan dagunya ke arah setumpuk biskuit kering di sudut terdekat gua.

Karena mereka baru saja makan siang dan tidak merasa lapar, tidak ada yang menyentuh biskuit-biskuit tersebut.

Li Lei menyipitkan matanya seraya memperhatikan Xia Ling menghangatkan tangannya di dekat api. Kegelapan memasuki matanya.

Xia Ling melihat perubahan dalam pandangan matanya dan menunduk untuk melihat dirinya sendiri. Terlihat bahwa gaun panjang dan kardigannya yang basah kuyup oleh hujan, melekat erat di tubuhnya. Sehingga, lekuk tubuh dan otot di bawah roknya terbentuk jelas oleh kain yang basah. Xia Ling sontak melingkarkan kedua tangannya di dada.