Arabella sudah tak bisa menahannya lagi, Julian menggodanya dengan sangat terang-terangan sampai rasanya Arabella ingin pulang saja.
Dehaman pelan dari Julian menyadarkan Arabella, "maaf kalau Anda tidak nyaman, Lady" ucap pria itu lembut.
Sungguh, bagi para pekerja di kediaman Grand Duke, Julian yang lembut seperti ini terasa tidak nyata. Selama ini, mereka selalu tau bahwa Julian—Tuan yang mereka layani adalah pria gila.
"Kalau gila kenapa harus diperlihatkan di depan wanita yang disukai, sih? Harusnya simpan saja dulu sifat gila Anda untuk sementara, Tuan" bisik Felix.
"Felix," Julian menggeram tertahan. Orang yang berani padanya di kediaman ini hanya dua orang, yakni Felix dan Lilia. Tapi, Felix selalu jauh lebih berani dari pada Lilia. Contohnya barusan, berani sekali seorang asisten mengatai atasannya gila.
"Ah, maafkan saya, Tuan. Kadang saya memang agak kelepasan jika melihat hal yang tidak benar," kekeh Felix.
Julian memutar bola matanya. Felix selalu begitu, menjadi rem dan pengingatnya setiap saat.
"Tampaknya hari sudah beranjak sore, Grand Duke. Sebaiknya saya segera pulang, karena tidak baik jika sampai tersebar rumor bahwa kita yang baru kenal bertemu sampai larut malam," ujar Arabella yang ingin segera melarikan diri dari hadapan Julian.
"Anda tampak lelah, Lady," gumam Julian dengan mata menelisik pada Arabella.
"Ya. Saya lelah, seluruh tenaga dan energi saya habis tak bersisa karena menghadapi Anda, Grand Duke," aku Arabella.
Felix dan pekerja lain tampak menahan tawa, Arabella ini sungguh nekat. Sejauh ini, Arabella ada orang pertama di luar kediaman yang seberani ini pada Julian. Dan Arabella, mungkin satu-satunya Lady yang memperlakukan Julian seperti orang biasa.
"Anda ini sungguh mempesona, Lady. Saya semakin-"
"Tolong hentikan, Grand Duke. Saya serius." Arabella memotong ucapan Julian yang lagi-lagi terdengar seperti ingin mengatakan bahwa ia semakin terpesona.
Julian terkekeh, ketampanannya tampak semakin jelas bertambah karena wajah itu dihiasi oleh tawa lepas.
"Anda terlihat lebih tampan saat tertawa lepas ataupun tersenyum ramah, Grand Duke. Sering-seringlah begitu," saran Arabella.
"Hm?" Julian berdiri dan mencondongkan tubuhnya ke Arabella, tangannya bertumpu pada meja, "kalau begitu saya akan semakin sering tertawa lepas dan tersenyum agar Anda terpesona dengan ketampanan saya, Lady" bisik Julian dengan seringaian miring.
Adegan di depannya itu membuat Felix ingin menegur Julian, "Tuan, sekadar mengingatkan-"
"Tahan dulu ceramahanmu, Felix. Aku sedang merayu Lady Arabella, tidak bisakah kamu lihat?" sela Julian sebal.
"Biar saya yang mengingatkan." Arabella berdiri dan melangkah mundur, membuat Julian mengerutkan keningnya.
"Kenapa Anda menjauh Lady?"
"Saya tau Tuan Felix ingin menegur soal apa. Grand Duke, apakah Anda lupa bahwa tenaga Anda itu-"
KRAKKK BRUKKK PRANGGG
Suara kaki meja yang patah, kemudian mejanya yang terjatuh, kemudian piring dan gelas pecah terdengar.
"Lihat, kan? Sudah saya bilang.. kalau tenaga Anda itu agak kuat. Mejanya pasti tidak akan mampu menahan tenaga Anda yang bertumpu di sana," gumam Arabella menatap datar barang-barang rusak di depannya.
Sementara Julian yang merupakan tokoh utama penyebab meja jamuan mereka hancur berantakan menatap bingung, "kenapa meja ini lemah sekali? Masa hanya dipegang sedikit saja langsung patah dan rusak?"
Felix meremas kepalanya, hilang sudah sikap tenang sebagai seorang bangsawan yang seharusnya ia lakukan.
"Sepertinya saya bisa cepat tua karena Anda, Tuan" desah Felix frustasi.
Julian bersedekap dada, "jadi, Anda sudah menebak bahwa hal ini akan terjadi makanya Anda mundur beberapa langkah lebih jauh agar tidak terkena dampak kerusakan meja ini, Lady?" kekeh Julian.
Arabella menganggukkan kepalanya sekilas, "ya. Saya tidak mau terjatuh konyol bersama meja, piring, gelas, dan semua makanan itu. Ini salah Anda, Grand Duke. Karena Anda semuanya jadi tidak bisa dinikmati lagi," lontar Arabella tanpa takut.
"Kenapa salah saya?" tanya Julian penasaran. Ia tidak merasa salah. Menurutnya, meja itu saja yang terlalu lemah dan tidak bisa menahan pegangannya. Padahal, Julian kan hanya memegangnya sebentar, masa sudah patah? Meja yang lemah.
"Karena Tuan Felix sudah berusaha menegur Anda, tapi Anda tidak mau mendengar. Saat saya hendak menegur Anda pun, sudah terlanjur..." Mata Arabella mengarah pada tumpukan meja mengenaskan itu.
"Baiklah, maafkan saya," ucap Julian cepat.
"Jangan minta maaf pada saya," Arabella melirik pada pelayan yang tergopoh-gopoh mengambil air dan peralatan untuk membersihkan kekacauan yang Julian buat, "minta maaf pada para pelayan yang harus membersihkan semua ini," tegasnya.
Para pelayan dan seluruh orang yang ada di sana lagi-lagi terkejut, tak pernah sekalipun terbayangkan oleh mereka bisa menerima permintaan maaf dari seorang Julian. Gila saja, Arabella menyuruh Julian melakukan itu? Rasanya tak mungkin.
'Selama aku bekerja untuknya, Grand Duke sama sekali tidak pernah sekalipun meminta maaf pada orang lain. Sekalipun itu Lady Arabella yang menyuruhnya, aku tidak yakin, bahkan hampir tidak mungkin Tuan meminta maaf pada orang lain,' batin Felix.
"Caranya bagaimana?" tanya Julian pada Arabella.
Kini pria itu berdiri di samping Arabella dengan jarak yang cukup dekat, mengawasi para pelayan yang sedang membereskan gazebo itu.
"Minta maaf, kemudian ucapkan terima kasih pada mereka, Grand Duke. Selama ini Anda pasti tidak pernah begitu, kan?" tebak Arabella. Sedikit banyak, Arabella mulai menyadari bahwa Julian Malven Kingston ini memandang dirinya dengan mata yang sangat menghargai, bisa dibilang Arabella cukup percaya diri untuk menyatakan bahwa Julian ini menyukainya, sangat menyukainya. Sampai-sampai pria itu selalu menuruti semua perkataan Arabella sejak awal ia datang, bahkan Julian juga sampai melakukan hal-hal yang biasanya tak pernah ia lakukan, hanya karena Arabella.
Para pelayan itu tidak berharap apapun, Julian tidak mengamuk atau meledak-ledak seperti biasa saja mereka sudah sangat bahagia dan merasa damai. Apalagi jika sampai Julian minta maaf, bagi mereka gak itu tidak mungkin terjadi.
"Maafkan aku, terima kasih atas kerja keras kalian yang membereskan kekacauan atas perbuatanku," ucap Julian meminta maaf atas arahan Arabella.
Dalam waktu yang tak lebih dari lima jam, seluruh orang di kediaman Grand Duke Malven berhasil Arabella guncang sedemikian rupa. Dampak seorang Arabella Fay Falzen terlalu dahsyat terhadap Julian.
Pria gila itu, yang biasanya seperti hewan buas tak tersentuh berubah 180 derajat menjadi anjing penurut yang mengikuti semua ucapan Arabella.
"Terlalu bahaya.." lirih Lilia.
"Apa yang terlalu bahaya, Lilia?" tanya Julian menyadari lirihan kepala pelayan kediamannya itu.
Mata Lilia bergulir pada Arabella, "dampak Lady Arabella pada Anda, terlalu berbahaya. Anda benar-benar menjadi orang yang berbeda," ucap Lilia mengemukakan pendapatnya.
"Begitukah? Nah, kalau begitu bukankah Lady sangat cocok menjadi Nyonya kediaman kita ini agar aku semakin menjadi orang yang baik, Lilia?"
Itu lagi. Arabella rasanya ingin menampar wajah Julian sampai pria itu pingsan.
"Wajah Anda menunjukkan ekspresi seperti ingin membunuh saya, Lady" celetuk Julian dengan nada geli saat melihat ekspresi Arabella.
"Tidak sampai segitunya, tapi ya.. mirip," balas Arabella dengan sedikit tawa kecil. Julian agak lucu, karena berhasil menebak arti ekspresi Arabella.
"Saya senang melihat Anda tertawa. Saya tidak masalah meski ada merutuki saya dalam hati ataupun mengomeli saya, karena saya.. suka Anda tertawa, Lady."
Meleleh. Arabella seperti es yang dilemparkan ke dalam api. Ia meleleh hingga tak tersisa apapun.