Renee ingat, dulu sekali ... ia suka bermain di desa kecil bersama teman-teman sebayanya, salah satu permainan yang sering mereka mainkan adalah petak umpet.
Permainan petak umpet sangat mudah untuk dimainkan, seseorang akan mencari anak-anak lain yang bersembunyi, lalu siapa yang ditemukan lebih dulu akan menjadi orang yang mencari berikutnya.
Permainan petak umpet tidak jauh berbeda dengan keadaan di Mansion keluarga Emmanuel, bedanya orang yang mencari itu bukan satu orang seperti di permainan, tapi ada banyak orang yang mencari dan orang yang bersembunyi hanya satu, sang Marquis.
Renee hanya bisa menyimpulkan hal sederhana seperti itu setelah mendengar cerita dari Bella. Matanya melirik ke botol anggur yang telah kosong di tangan wanita berambut pendek yang ada di depannya, Bella menghela napas panjang.
"Jangan tanya aku lagi, selebihnya kau bisa bertanya dengan Leo, itu pun kalau pikirannya masih waras."
Bella terkekeh, lalu memutar botol anggur yang kosong di tangannya.
Ruang bawah tanah masih sama seperti yang sebelumnya, Leo dan Dylan terlihat sibuk mendiskusikan sesuatu, mereka tidak mendengarkan apa yang Bella bicarakan dengan Renee.
Renee kemudian memejamkan matanya, jadi saat ini posisi mereka sedang bersembunyi dari para monster yang ingin menangkap mereka.
"Bella ... apa ... Leo tidak pernah bisa keluar dari Mansion?"
Bella mengangkat wajahnya, ia menampilkan ekspresi jijik. "Kenapa kau bertanya dengan hal yang sudah pasti?"
"Aku hanya ingin memastikan sesuatu." Renee berdiri, ia memegang pedang pendek yang ia ambil dari dinding. "Satu-satunya cara terbebas dari mereka, hanyalah menghancurkan mereka, kan?"
"Jangan konyol." Bella berdiri dengan kedua tangan menapak di atas meja. "Aku memang membenci Leo, tapi aku tidak bisa membiarkanmu membunyikan lonceng lagi!"
Bella tahu, ia tidak akan memiliki hubungan yang baik seumur hidupnya dengan Leo, tapi saat ini, hidup dan masa depannya tergantung pada Leo, meski ia tidak ingin melihat wajah sang Marquis atau berada di sekitar laki-laki itu, tapi ia tidak punya pilihan sama sekali.
Karena hanya melalui Leo-lah. Ia dan semua orang yang menjadi monster di kota Dorthive, bisa kembali ke asal.
Bella ingin kembali menjadi manusia, tidak ingin bertahan menjadi monster selama-lamanya.
"Aku tidak akan membunyikan lonceng," bantah Renee sambil mendengkus, ia sudah tahu situasi Leo ketika lonceng berbunyi, telinganya akan berdarah lagi dan Renee merasa itu tidak tertahankan untuk dilihat. "Maksudku, mari lawan saja mereka."
"Itu ide bagus, Renee." Dylan yang sedari tadi berbicara dengan Leo menyahut. "Tapi kita tidak mungkin melawan semua orang, anak-anak, wanita dan orang tua. Sanggupkah kau melihat itu?"
Renee terdiam.
Ini terlalu mengerikan.
"Ketika matahari terbit, kau akan melihat kenyataan yang sebenarnya." Dylan menghela napas panjang, ia bersandar kembali ke dinding dan memejamkan matanya.
Leo tidak mengatakan apa-apa sejak tadi, seakan-akan apa yang mereka bicarakan ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.
Renee mengatupkan bibirnya rapat-rapat, lalu kembali duduk di atas kursi yang ada di ruang sebelumnya, ia merasa jauh lebih santai saat ia tidak melihat wajah tiga orang itu sekarang. Wanita itu lebih memilih untuk meringkuk di atas kursi dan berusaha untuk menjadi lebih tenang.
Di luar, terdengar Bella yang berbicara dengan Dylan, Renee tidak mendengarkan apa yang mereka katakan, ia hanya diam sampai suara itu menghilang.
Renee membuka matanya, ia menoleh ke sekitar dan mendapati jika lampu yang menggantung di sudut mulai meredup, mungkin bahan bakarnya akan habis sebentar lagi.
Wanita itu berjalan keluar dan menemukan jika Leo masih duduk di tempat ia terakhir kali melihatnya sambil mengusap pedang dengan kain.
"Bangun?"
"Ya," sahut Renee sambil duduk di depan Leo, ia menatap pedang yang pernah menyelamatkannya dari monster di hutan pinggiran kota Dorthive. "Apa kau baik-baik saja?"
Leo menatap Renee, sudut bibirnya berkedut.
"Aku hanya bertanya."
Renee membuang mula ke samping, dalam keadaan seperti ini, siapa yang bisa baik-baik saja?
Terlebih lagi kalau Renee berada dalam posisi Leo, ia pasti mengalami tekanan yang luar biasa.
Leo menyeringai, tangannya mengusap pedang yang sudah bersih itu dengan perlahan. "Aku baik-baik saja … terkadang."
Renee mengerutkan kening, saat bersama Leo ia selalu merasakan hal ini, seperti ada sekor singa yang menatapnya dari balik jeruji besi, tapi bukannya merasa takut, Renee justru merasa tertantang.
"Terkadang …." Renee mendecih pelan. "Pantas Bella mengatakannya kadang tidak waras."
"Hm?"
Leo tidak marah, ia mengacuhkan Renee dan terus mengusap pedang yang ada di tangannya.
Renee tidak tahu apakah di luar sudah siang atau masih malam, tidak ada jendela di tempat ini dan tidak ada sesuatu yang bisa menunjukkan waktu.
"Di mana Bella dan Dylan?" Renee melihat ke sekeliling dan tidak menemukan keberadaan dua orang itu, ia curiga kalau sekarang mereka hanya berdua di sini.
"Keluar."
"Mereka bisa?" Renee membulatkan matanya dan mau tidak mau mencondongkan tubuhnya ke arah Leo. "Apa mereka tidak diserang monster?"
Leo meletakkan kain yang ia pegang sedari tadi ke atas tong anggur dan memasukkan pedang kembali ke tempatnya, laki-laki itu mendengkus pelan.
"Mereka bukan aku, tentu saja tidak." Leo melihat ke pedang pendek yang ada di tangan Renee yang terkepal erat. "Ivana hanya mengincar aku, bukan mereka. Lagipula sekarang sudah siang dan matahari sudah bersinar di luar sana."
Para monster biasanya akan muncul di menjelang senja atau menjelang malam hari, kalau pun muncul di siang hari mereka akan tiba saat tidak ada cahaya sedikit pun di sekitar mereka, di bawah kendali Ivana mereka akan menyerang apa pun yang memiliki aroma tubuh Leo.
Sayangnya yang terburuk, Leo bahkan tidak bisa mendekati cahaya, ia harus menyembunyikan dirinya dengan baik sebelum ia benar-benar dihancurkan oleh para monster.
"Kenapa kau tidak mengatakannya lebih awal?" Renee terlihat marah, wajahnya memerah. "Aku hampir berpikir aku akan menghabiskan waktuku sepanjang hari di sini."
Leo tidak menanggapi perkataan Renee, ia mengetukkan ujung pedangnya ke atas lantai.
Renee melipat kedua tangannya, keningnya berkerut lebih dalam.
"Aku ingin keluar, aku ingin pergi mandi dan berganti pakaian."
Renee melihat dirinya yang kotor dan gaunnya yang sobek di mana-mana, ia benar-benar tidak tahan dan ingin membersihkan diri.
"Jangan keluar," kata Leo dengan dingin, entah kenapa Renee bisa merasakan kalau laki-laki itu terlihat marah, hanya dalam waktu lima detik Renee bisa merasakan kalau suasana hati Leo turun hingga ke titik terendah.
"Tetap bersamaku, di sini."
"Leo, aku tahu kalau aku memutuskan tidak akan lari darimu, tapi bukan berarti aku harus ada di sisimu sepanjang hari."
Renee ingin berbalik pergi, tapi tangan Leo dengan cepat menarik tangan Renee hingga punggungnya menghantam dada laki-laki itu, tangan Leo dengan kuat meremas lengan Renee.
Renee mendongak, matanya bertatapan dengan mata Leo yang melotot, ini benar-benar bukan perasaannya saja, tapi Leo benar-benar marah.
Sial, apa sekarang Leo mulai kehilangan kewarasannya dan akan menjadi monster sebentar lagi di hadapannya?!
Terima kasih atas kunjungan, power stone dan komentarnya pada LR (◍•ᴗ•◍)❤❤️❤️❤️