webnovel

Mengungkap Rahasia 1 

Ivana menahan napas, matanya menjadi lebih suram daripada biasanya. Ekornya bergerak mengibas ke arah Renee, cahaya jingga sekali lagi meledak, Renee melompat dan menggoreskan pedang ke ekor ular.

Ivana menggeram, ketika ekornya ingin bergerak lagi mengibas Renee, wanita itu langsung menancapkan pedang, tepat di tengah.

"Argh!" Ivana menjerit, kedua alisnya saling bertaut, giginya gemerutuk menahan rasa sakit.

"Sakit?" Renee menarik pedang dan berlari ke belakang tubuh Ivana, cahaya jingga melesat menghantam punggung wanita setengah ular, Ivana meringis dan ia hampir terjatuh ke lantai.

Renee tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia tersenyum miring dan mencengkeram Ivana, mereka berdua jatuh ke lantai dengan posisi saling menindih.

Renee mencengkeram kepala Ivana, membuat wajah wanita itu menempel ke lantai.

ZRATS!

Pedang Renee yang masih diselimuti cahaya jingga itu menusuk bahu Ivana, wanita itu merapatkan bibirnya agar tidak berteriak.

Ekor ular yang panjang itu mengibas tanpa henti, menyapu apa pun yang ada di sekitarnya, debu dan kerikil berterbangan di udara dan keadaan menjadi semakin pengap.

"Lepaskan!" Ivana melolong, mungkin ini adalah lolongan putus asa dirinya pada Renee. "Lepaskan aku!"

"Apa kau pernah mendengarkan apa aku pernah meminta padamu dan kau tidak mendengarkanku?"

Renee memegang pedangnya, menusuk lebih dalam di bahu Ivana, darah merah langsung mengalir di atas lantai yang hancur, membuat warna merah meresap.

"Beritahu aku satu alasan, kenapa aku harus melepaskanmu?" tanya Renee, tidak peduli seberapa kuat kibasan ekor ular wanita itu, ia tidak goyah, cahaya jingga berpendar dan membuat ekor yang mengibas itu semakin lama semakin berat.

"Kau membuat Leo terkurung di Mansionnya sendiri," lanjut Renee dengan perasaan marah yang tidak bisa dibendung. "Tidak hanya itu saja, kau membuat semua orang di kota ini menderita."

"Aku melakukan semua ini bukan tanpa alasan!" Ivana menarik napas, ingin memberontak tapi pedang yang menusuk bahunya ini semakin dalam dan hampir menembus sisi lain, jika Renee tidak mencabutnya maka ia akan kehabisan darah.

"Apa alasanmu? Apa kau pikir aku peduli?" Renee mendengkus, semakin lama kibasan ekor Ivana semakin melemah. "Apa kau pernah bertanya, apa yang Leo inginkan? Terkurung di dalam rumah dan berpura-pura cacat lima tahun lamanya ...."

Ivana mengatupkan bibirnya, ia juga tahu apa yang ia lakukan.

Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk Leo dan warga kota Dorthive menghadapi semua ini, mereka harus menahan semua rasa sakit di hati mereka masing-masing.

Leo bahkan tidak pernah mengungkapkan perasaannya, ia hanya diam dan menanggung semuanya.

"Apa kau pikir mudah melepaskanmu?"

"Kau tidak tahu apa-apa!" Ivana menggerakkan kepalanya, berusaha agar bebas, tapi lagi-lagi cahaya jingga yang semakin menindihya dengan kuat. "Kau bahkan belum tinggal di kota ini selama satu tahun. Baru satu bulan saja kau bertingkah seakan kau tahu segalanya!"

"Aku tidak perlu satu tahun untuk mengetahui semua kekejaman yang kau dan Tuanmu lakukan." Renee menekan kakinya di tangan Ivana, membuat wanita bertubuh ular itu tidak bisa bergerak sedikit pun. "Katakan padaku sekarang. Apa yang akan kalian lakukan pada Leo?"

Ivana memejamkan mata, menolak untuk memberitahu, ekor ular mulai terkulai di belakang tubuhnya.

"Aku punya seorang putri."

Renee mengerutkan kening, Ivana jelas mengalihkan pembicaraan ke topik lain agar ia lupa.

"Aku tidak peduli dengan putrimu, aku bertanya …. Apa yang akan kalian lakukan pada Leo?"

Ivana menarik napas, ia gagal mempengaruhi Renee, seharusnya ia tahu kalau wanita yang menusuknya dengan pedang ini tidak lagi bisa dipengaruhi.

Di saat seperti ini, ia merasa menyesal karena apa yang ia katakan sebenarnya adalah kejujuran.

Tapi kejujurannya tidak lagi berharga.

"Leo ada di lantai terbawah Mansion ini," kata Ivana setelah memuntahkan darah dari mulutnya. "Dia mungkin akan menjadi pengikut Tuanku."

"Apa maksudmu?" Renee menginjak tangan Ivana yang jari-jarinya sudah terputus, ia tidak suka pada Ivana yang terkesan menunda-nunda informasi. "Apa kau tahu sekarang posisimu seperti apa? Jangan bertele-tele!"

Ivana diam, ia menahan napasnya.

"Aku tahu, aku tahu." Ivana akhirnya bicara, tetesan darah berjatuhan di mulutnya, rasanya seperti dirinya sekarang berada di ambang kematian. "Aku hanya ingin memegang tangan putriku lagi."

DUK!

"Ah, baik-baik!" Ivana menarik napas panjang. "Tuanku akan menyatakan cinta pada Leo, tapi jika Leo menolak … maka ia akan mengambil jalan lain."

"Mengubah Leo menjadi monster tanpa otak?" tebak Renee dengan perasaan yang tidak nyaman. "Tebakanku, benar?"

Ivana terkekeh dengan darah yang kembali mengalir di mulutnya.

"Tuanmu sepertinya memang tidak punya otak." Renee mendengkus, Ivana tidak lagi memberontak, mungkin karena terlalu banyak darah yang keluar dari tubuhnya, ia menjadi lemah.

"Memang seperti itu, ia memang menginginkan Leo menjadi monster!" Ivana tertawa dan matanya melotot, seakan-akan ia sedang bersukacita dengan apa yang ia katakan. "Cintanya pada Leo membuat dirinya buta! Padahal ia bisa mendapatkan jauh dari Leo, tapi ia buta!"

Renee mengabaikan tawa melengking Renee, ia berusaha untuk tetap tenang.

Menjadi monster mungkin bukan hal yang mengejutkan bagi Renee, tapi pertanyaannya, apa yang akan dilakukan Tuan Ivana ketika Leo sudah menjadi monster?

"Kau penasaran, kan?" Ivana meludahkan darah, ia menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak akan memberitahumu sisanya."

"Apa?" Renee semakin marah mendengarnya, rasanya seperti ia dipermainkan berkali-kali oleh Ivana.

"Aku tidak bisa memberitahumu," kata Ivana dengan senyuman miring, matanya melirik Arthur yang menyerang Dylan, menyipit.

"Kau …." Renee menggertakkan gigi, geram. "Katakan sejelas-jelasnya atau kau akan merasakan sakit yang lebih dari ini!"

"Aku ... bukannya aku tidak mau, tapi aku tidak bisa." Suara Ivana merendah, terdengar seperti memohon dengan penuh kerendahan diri pada Renee.

Ivana menoleh, mungkin saat ini ia berada dalam keputus asaan yang parah. Wanta itu menjulurkan lidahnya yang panjang itu pada Renee, tampak di tengah-tengah lidah ada jahitan yang tersulam dari ujung ke ujung, berwarna hitam.

Renee terhenyak, ia tidak tahu apa itu, tapi menurut firasatnya hal itu adalah sesuatu yang buruk, bagaimana bisa ada manusia yang bisa melakukan hal sekeji ini pada manusia lain?

"Sekarang, apa kau akan mengakhiri hidupku, Renee?"

Renee terdiam, Ivana yang melihat itu terkekeh lagi. "Yah, sebenarnya tanpa kau mengakhiri pun, aku akan mati sendirinya dengan luka-lukaku."

Ivana menjatuhkan wajahnya di atas lantai yang hancur, entah itu berpura-pura atau karena ia memang sudah menyerah dengan keadaan dirinya.

"Satu hal lagi yang bisa kukatakan padamu, Renee." Ivana tersenyum miring dan ia memejamkan matanya denggan erat. "Kalau Leo sudah berubah menjadi monster Tuanku, kau terlambat. Bahkan dengan cahaya jingga milikmu, kau tetap terlambat menyelamatkannya."