webnovel

Efek Cahaya Jingga 1

Joy tidak bisa melihat apa-apa selama beberapa saat, ia memegang erat pohon yang ada di belakangnya dan tidak berani bergerak sedikit pun. Telinganya juga tidak bisa mendengar apa pun, seakan-akan semua indera yang ia miliki telah menghilang.

"Kakak?" Gadis kecil itu mau tak mau merasa takut, terlalu sunyi membuatnya tidak nyaman sama sekali. "Kakak, apakah kau baik-baik saja?"

Tidak ada sahutan dari Renee dan Joy tidak bisa melihat karena terlalu silau, gadis kecil itu menjatuhkan tubuhnya ke tanah dan mulai meraba-raba, berharap ia bisa menemukan Renee, tangannya menyentuh bebatuan kerikil yang semakin lama semakin kecil hingga kemudian bertemu dengan pasir.

Joy membuka matanya pelan-pelan, cahaya yang menyilaukan itu perlahan-lahan mulai meredup dan situasi kembali menjadi normal.

Joy melihat Renee terengah-engah sambil memegang tangan sang monster yang terluka dengan darah di mana-mana, ada pedang menancap di paha sang monster dan tangannya yang lain terkulai di atas tanah.

"Kakak!"

Joy mendekat, tapi berhenti ketika mendengar Renee bergumam dengan pelan.

Tangan Renee mengeluarkan cahaya jingga ynag tidak pernah putus mengalir ke tubuh orang itu dan tanda-tanda perubahan tubuhnya menjadi manusia mulai terlihat, meski tubuhnya penuh luka dan pedang yang masih menancap di pahanya. Joy bisa melihat kalau orang itu adalah sahabat sang Marquis, Tuan Dylan.

Dylan tidak sadarkan diri, wajahnya pucat pasi seakan ia telah kehabisan darah, jika saja dadanya tidak bergerak, Joy yakin kalau ia telah tewas.

"Kakak, apakah kau baik-baik saja?"

Joy memiringkan kepalanya melihat Renee, wanita itu tidak dalam kondisi yang baik-baik saja, wajahnya tak kalah pucat dengan Dylan dan matanya … semua bagian matanya berubah menjadi putih seiring dengan cahaya jingga yang merubah Dylan kembali menjadi manusia seutuhnya.

Joy mengulurkan tangannya dengan gemetar menyentuh pundak Renee, wanita itu sepertinya menggunakan semua kekuatannya dan membuat ia seperti ini. Begitu tangan Joy menyentuh Renee, ia merasakan arus hangat mengenai tubuhnya dan tubuh wanita itu limblung.

"Ah, tidak …."

Joy langsung menangkap tubuh Renee, tapi ia hanya seorang gadis kecil yang kurus, begitu tangannya menangkap Renee, ia terhuyung dan ikut jatuh, jadilah mereka bertiga terbaring di depan pintu gerbang keluarga Emmanuel, untungnya cahaya jingga masih ada di sekitar mereka dan membentuk lingkaran, sehingga tidak ada monster atau kemungkinan Ivana akan mendekat untuk smeentara.

"Kakak, kenapa kau menindihku?" Joy dengan susah payah menarik tubuhya dan melihat ke sekitar. "Kak, maat tapi aku tidak berani berdiam diri di tempat seperti ini seorang diri."

Gadis kecil itu menarik tangan Renee, ingin menyeretnya untuk minggir. Tapi kekuatannnya tidak sebanding dan ia hanya bisa jatuh terduduk dengan bingung.

"Kakak, cepatlah bangun. Aku takut ivana akan datang." Joy menyodok pipi Renee dengan jari telunjuknya, ia duduk sedekat mungkin dengan Renee, mengabaikan Dylan yang pingsan.

Butuh waktu setengah jam sampai cahaya jingga yang mengelilingi mereka memudar sepenuhnya, barulah Renee terbangun dan menatap langit kelabu di atas kepalanya.

"Ah!" Renee tersentak dan bangun, menatap ke sekeliling dan melihat Dylan yang juga tidak sadarkan diri, tangan kecil seseorang langsung memeluknya dengan erat.

"Kakak, syukurlah kau baik-baik saja. Aku takut!" Joy bergumam dengan air mata yang tidak berhenti bercucuran, ia terisak. "Cepat, cepat kita pergi dari sini … aku merasakan ada seseorang menatap kita dari tadi!"

"Yah, tenanglah." Renee mengusap kepala Joy dan membiarkan gadis kecil itu melepaskan pelukannya. Ia melangkah menuju Dylan dan memeriksa laki-laki itu.

"Luar biasa." Renee terkesima, awalnya ia tidak percaya bisa melakukan hal ini, tapi ternyata ia memang memiliki kemampuan mengembalikan tubuh seeorang, ia merasakan setitik kegembiraan di hatinya dan matanya berbinar menatap Dylan dan Joy secara bergantian.

Mungkin seperti inilah perasaan seorang dokter ketika melihat pasiennya sembuh.

"Kakak, kenapa kau menatapku seperti itu?" Joy merasa takut dengan binar di mata Renee, ia memeluk tubuhnya sendiri.

"Tidak apa-apa, aku hanya senang." Renee tersenyum dan menarik tubuh Dylan untuk duduk. "Ayo kita cari ruangan yang bisa membaringkan Dylan."

"Masuk ke dalam?" Joy melihat Mansion keluarga Emmanuel yang besar dan tinggi itu, meski sebagian hancur tapi tidak meruntuhkan keagungan yang ada di dalamnya.

"Tidak, kita akan cari rumah di sekitar sini." Renee tidak bodoh, masuk ke sana dan membawa Dylan yang masih belum sadar sangat berbahaya.

Renee tersenyum, berusaha memapah Dylan yang lebih besar darinya, Joy mengangguk pelan, ingin membantu tapi ia tahu kalau ia tidak begitu berguna.

Mereka berdua berjalan masuk tanpa hambatan dan Renee menemukan sebuah rumah yang telah kosong dengan beberapa kerusakan kecil, Renee meminta Joy menunggu Dylan di ruang tamu selagi ia membersihkan kamar.

Setelah semuanya selesai, Renee membaringkan Dylan ke atas ranjang dan mengobati luka-luka yang masih tersisa, Joy pergi ke dapur dan menemukan beberapa dendeng kering, tanpa banyak permisi ia memangangnya.

Renee bahkan tidak punya waktu untuk mencegahnya mencuri milik orang lain.

"Aku lapar," oceh Joy sambil memberi piring pada Renee. "Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih karena telah menyelamatkan aku. Kapan Tuan Dylan akan bangun?"

"Aku tidak tahu." Renee menatap dendeng gosong yang diberikan Joy, ia tidak tahu apakah ia harus bersyukur atau tidak. "Mari kita tunggu sebentar sampai ia bangun dan kita akan masuk kembali."

"Ya, aku akan mengikutimu kakak." Joy tersenyum, merasa semua rasa takut dan ragu yang bersarang di hatinya telah menguap.

Apalagi Tuan Dylan, adalah salah satu orang terpandang di kota Dorthive yang pengaruhnya tidak kalah dengan sang Marquis.

Mereka terus menunggu sepanjang hari dan Dylan tidak kunjung terbangun dari tidurnya, sepertinya ia perlu pemulihan dan Renee mulai tidak sabar.

Hingga matahari mulai terbenam dan keadaan kota Dorthive mulai gelap, di mana sosok-sosok hitam mulai merangkak keluar dari persembynyiannya dan mulai mengendus keberadaan Renee dan Joy.

"Kakak, apa yamg akan kita lakukan?" Joy mengambil sebuah tongkat kayu yang biasanya dijadikan palang pintu di rumah ini, ia akan mengikuti apa pun yang Renee rencanakan, bahkan jika Renee masuk ke Mansion keluarga Emmanuel sekarang, ia akan ikut masuk.

"Tidak apa-apa Joy." Renee mengusak rambut gadis kecil itu dan melirik ke luar jendela, tampak para monster berdatangan seperti semut yang mengerumuni gula di setiap sudut halaman. "Jangan takut, aku akan ada di sisimu."

Joy mengangguk dan memegang tongkatnya dengan erat, di detik berikutnya cahaya jingga yang bersinar terang melesat menerjang pintu dan membuat keributan yang mengagetkan para monster.

Joy terpana, mungkin ini adalah titik balik dari kesuraman yang ada di kota Dorthive!