Runaway Love
- Justin Bieber -
.
Kau lihat sayangku terbangun dan melaju di jalan
Kemana dia pergi, tak ada yang tau
Aku harus menemukannya sebelum pria lain
Aku tak ingin pria itu mencuri tercintaku
Aku hanya mencoba bersikap keren, keren, keren
Apa yang kau harap kulakukan?
.
Aku hanya mencoba menemukan, menemukan, menemukan kekasih manisku
Aku kehabisan waktu, di mana kekasihku yang kabur?
Mencari di atas dan bawah, mengetahui bahwa aku takkan menyerah
Aku akan melakukan apapun untuk kita (tak pernah cukup)
(Aku takkan berhenti sampai aku menemukan) kekasihku yang melarikan diri
============================
Ruby mengecup pelan kening Vince subuh itu ketika pria tampan masih terlelap. Ia kenakan baju yang dibelikan Vince kemarin. Ia hanya membawa tas kecilnya ketika diseret ke hotel, maka bukan perkara susah keluar dari kamar tersebut.
Setelah memasuki taksi, Ruby segera mengatakan alamat yang ia tuju ke sopirnya.
Di dalam taksi, selama perjalanan, Ruby tidak bisa tidak mengenang kebersamaan antara dia dan Vince.
Ia tentu saja masih mengingat semua sentuhan Vince selama ini, dari yang lembut membuai, hingga yang kasar beringas bagai tiada hari esok.
Jujur saja, ia mungkin takkan bisa melupakan Vince sepanjang hidupnya setelah ini. Vince adalah lelaki yang memperkenalkan bara kehidupan bercinta melebihi siapapun yang pernah Ruby kenal.
Bahkan calon suaminya, bukanlah tipe panas penuh gairah seperti Vince.
Tapi Ruby sadar, ia tak mungkin terus menerus menggantungkan masa depan dia pada pemuda seperti Vince. Ia butuh seseorang yang bisa membuatnya aman dan nyaman dalam segala aspek. Ia tak mungkin hanya mengandalkan kesenangan seks saja sebagai tujuan hidup dia.
Menghapus air mata yang meleleh, tangan Ruby mencari ponsel di dalam tas kecilnya.
Ponsel ia nyalakan dan hubungi sebuah nomor. "Iya, maaf. Kemarin ada pesta kecil-kecilan dengan teman-temanku di pulau. Haha, iya, aku juga tidak mengira mereka akan menahanku selama seminggu di sana, hehe. Iya, ini aku baru bisa pulang. Maaf tidak mengabarimu. Aku sekarang ke situ, yah! Bye bye!"
Kemudian, ia masukkan lagi ponsel ke tas kecil, bersyukur calon suaminya tidak bertanya macam-macam karena amat percaya pada Ruby.
Lelaki itu begitu baik dan sangat tenang. Sosoknya begitu dewasa dan itu membuat Ruby percaya ia akan bisa menaruh seluruh hidup dan masa depannya pada lelaki tersebut.
Ruby lempar pandangan ke luar. Suasana cukup sepi karena matahari belum lah muncul. Hatinya berdebar. Bibir dikulum, menahan tangis. "Selamat tinggal, Vin."
Kini, Vince harus menjadi masa lalunya. Ini adalah terakhir kalinya mereka memiliki perjumpaan. Setelah ini, takkan ada lagi lelaki tampan nan romantis yang akan membuatnya melayang ke langit tertinggi setiap bercinta.
Biarlah.
Toh Ruby sudah memilih.
-o-o-o-o-
Vince mengerang kecil ketika ada cahaya matahari menimpa wajahnya. Silau. Bahkan membuka mata pun rasanya enggan jika tidak karena ia menyadari sisi sebelahnya kosong. "Ru?"
Ia menengok ke samping. Ruby benar-benar sudah tak ada. Vince duduk termangu. Inilah perpisahan selamanya dengan sang pujaan. Bisa jadi ia takkan bisa lagi bertemu Ruby. Siapa tau suami Ruby akan membawa Ruby keluar negeri.
Mengacak rambut sebentar, ia pun turun dari ranjang menuju ke kamar mandi.
Usai mandi dan berpakaian, ia lekas keluar kamar untuk check out. Lalu kendarai mobil menuju ke rumah. Ia tak sempat kabari ayahnya mengenai di mana dia selama seminggu ini menghilang.
Memasuki halaman mansion sang ayah yang luas, Vince terheran-heran dengan ramainya orang berlalu lalang. Sepertinya petugas katering. Apakah ada pesta? Tiba-tiba dia teringat ucapan bawahan sang ayah sebelum dia sampai di Hongkong.
"Sebentar lagi ada pesta, Tuan Muda."
"Pesta apa?"
"Tuan Besar belum mengatakan detilnya, tapi sepertinya pesta menyambut kesuksesan Tuan Muda. Kami banyak yang mengira itu karena Tuan Muda sukses menyelamatkan kantor di London."
Oh, jadi ini pesta untuknya. Alangkah murah hati ayahnya sampai membuatkan pesta hanya karena dia berhasil menyelamatkan salah satu perusahaan. Yah, namanya juga ayah yang bangga akan prestasi anak tunggalnya.
"Ah, Tuan Muda!" Salah satu pelayan mansion membungkuk hormat ketika bertemu Vince. "Tuan Besar mencari-cari Anda."
Vince putar-putar kunci mobil di telunjuk dengan santainya. "Ya, ya, aku tau." Tangannya mengambil satu udang berbalut tepung krispi yang dibawa salah satu pegawai katering. Lalu, Vince masuk ke dalam sambil menjilati jari bekas udang tadi.
Ia berseri-seri menuju ke ruangan sang ayah. "Papa! Aku pulang!" Pintu ruang baca sang ayah ia bentang lebar-lebar. Namun ia tak menemukan sang ayah yang biasanya ada di sana. Justru dia mendapati sosok lain yang menghantam dadanya.
"Ru?"
Ruby menoleh ke belakang, sangat kaget begitu tau Vince sudah berdiri di pintu. Keduanya melongo. Gaun pengantin merah yang sedang dipakaikan juru rias digenggam erat.
"Hei, Vin," Ada suara sang ayah yang menginterupsi keheningan. "Wah, kau harusnya tak boleh ke ruang ini, Nak!"
Vince menoleh gugup ke sang ayah. "Pa-Papa... ini... apa maksudnya?" Wajahnya mendadak pucat.
"Ahh, kemarilah, ke ruang tidur Papa saja. Kau tentunya tak boleh mengganggu pengantin Papa yang sedang berpakaian, ya kan? Hahaha..." Tuan Benetton menggiring sang anak keluar dari ruang baca menuju ke kamar Beliau.
"Pengantin... Papa?"