webnovel

L/R

Apa kalian tahu jika setiap manusia memiliki setidaknya tujuh kembaran yang hidup di dunia ini? Lahir dari sepasang orang tua yang berbeda, tanpa adanya ikatan keluarga sama sekali, tapi memiliki wajah identik bagai saudara kembar. Inilah kisah dua orang pemuda yang memiliki kesamaan fisik bagai pinang di belah dua. Dengan kesamaan wajah yang ada, mereka sering salah dikenali oleh orang lain. Mulai dari salah dikenali teman, musuh, bahkan sampai sempat salah dikenali orang tua. Tapi kesalahpahaman yang sering terjadi justu membawa mereka pada kisah hidup yang sangat unik.

Kisayuki · Teen
Not enough ratings
44 Chs

34.R

Polres Metro Jakarta Timur. Dengan malas kutatap bangunan di hadapanku. Kenapa jam delapan malam Pak Surya menyuruhku ke sini sih?

Memang aku merasa penasaran dengan orang yang sudah menabrak Ayah dan Leo, tapi tidak berarti aku menurut saja saat Pak Surya memintaku langsung datang ketika malam hari kan?

Mana tadi saat minta izin pada Mama dan Papa sampai ditatap dengan penuh keheranan lagi. Untung Leo sudah mengetahui tentangku yang dipercaya oleh polisi, jadi ada bantuan penjelasan yang diberikan.

Penjelasan berlebihan yang pastinya membuat mereka mempertanyakan kebenarannya padaku.

Ck! Bodoh bangat sih aku sudah termakan ucapan Pak Surya yang mengatakan ini penting.

Mau sepenting apapun urusan yang mau dibicarakan, kan masih bisa dilakukan esok hari, tidak harus malam ini juga. Lagian aku baru melaporkan tentang si pelaku di jam sepuluh pagi, kenapa penangkapannya bisa dilakukan secepat ini sih?

Dengan tidak niat aku melangkah memasuki bangunan dan mengabaikan beberapa wartawan yang juga berada di sini. Untung saja wajahku sudah sangat dikenali, mudah mendapat izin masuk dan langsung dipersilahkan menuju ruangan Pak Surya.

Ini adalah hal yang sangat disyukuri, tapi apa tidak terlalu aneh bisa mendatangi ruang kapolres semudah ini? Apa aku harus ikut setuju dengan pendapat Leo dan Bagas jika aku adalah intel polisi?

Terserahlah. Setelah mengetuk pintu tiga kali, aku langsung memasuki ruangan tanpa mendapat izin dahulu. Iya, aku memang kurang ajar, habis mengesalkan disuruh ke kantor polisi malam-malam begini.

Pak Surya yang awalnya sedang membaca kertas berpaling untuk menatapku yang berjalan masuk, "Ternyata Io benar-benar datang ya?"

Aku duduk di kursi yang berada di hadapan meja kerja Pak Surya, tapi sebelum sempat bertanya, kepalaku sudah dulu ditepuk beberapa kali dengan pelan, "Kerja bagus."

Apanya yang kerja bagus? Aku mengerutkan dahi, sama sekali tidak mengerti dengan pujian mendadak yang dilakukan, "Apa aku sudah melakukan sesuatu?"

Pak Surya mengangguk sambil tersenyum senang, "Kamu sudah melaporkan kasus kejahatan yang cukup besar."

Perasaan aku tidak melaporkan kasus apapun selain aksi tabrak lari yang sudah mencelakakan Ayah dan Leo, "Aku tidak mengerti dengan apa yang sudah kulakukan."

"Orang yang menabrak ayahmu adalah sindikat pencuri mobil yang sampai melukai korbannya dengan cukup sadis, bahkan banyak juga yang sudah tertipu karena dia menjual mobil curiannya dengan harga murah. Dari dulu kami sudah mengincarnya, jadi secara pribadi aku ingin berterima kasih pada Io karena kami dapat menangkapnya sekarang."

Jadi orang itu sejak awal adalah penjahat? Dan dia juga sudah menjadi buronan selama ini? Serius? "Dia dikenakan hukuman dengan pasal berlapis?"

"Iya, aku akan membuatnya mendapat masa tahanan selama mungkin."

Padahal aku hanya ingin pelaku yang menabrak Ayah dan Leo mau sedikit melakukan tanggung jawab, tapi ternyata hukuman yang diterima oleh orang itu kemungkinan lebih besar dari yang kuharapkan.

Sulit dipercaya laporan dariku ternyata bisa mengungkap kejahatan sebesar itu. Pantas saja di depan ada wartawan segala.

"Io berbakat untuk menangani kasus kejahatan ya? Jika tidak ingin jadi polisi, bagaimana kalau menjadi anakku saja?"

Aku menghela napas dengan malas, kenapa ujung-ujungnya malah ditawari jadi anak lagi? "Mulai besok aku tinggal bersama ayah kandungku."

"Aku tidak meminta untuk mengadopsimu kali ini. Aku ingin di masa depan nanti kamu menjadi suami dari anakku."

Apa? Menjadi suami? Dahiku semakin mengerut karena terlalu merasa bingung, "Aku disuruh menikah dengan anak Bapak?"

Pak Surya tersenyum sambil menatapku dengan serius, "Mau? Kalian seumuran loh. Dan dia cantik kok, Io pasti suka."

Kenapa Pak Surya bisa menjodohkan anaknya dengan aku yang belum benar-benar dikenalnya? Apa dia serius? "Jika sudah punya anak seumurku, lalu kenapa Bapak dulu ingin mengadopsiku?"

"Aku ingin memiliki anak laki-laki yang dapat menjaga dan melindungi satu-satunya putriku. Tapi berhubung Io menolak diadopsi, jadi akan kuberikan dia untukmu."

Jadi ini benar-benar serius? Aku memijit pelipisku dengan pusing. Dulu ingin mengadopsi, lalu memaksa agar mau menjadi polisi, dan sekarang malah disuruh menikahi anaknya.

Apa rasa percaya Pak Surya padaku tidak terlalu besar? "Bapak yakin? Kita bisa saling mengenal begini bukan karena sesuatu yang baik loh, aku merasa tak pantas meski sekedar berkenalan dengan anak Bapak saja."

"Apa kamu lupa aku selalu mengawasi sejak insiden salah tangkap itu? Io mungkin sudah dibesarkan di tempat yang sangat keras, aku bahkan belum tahu kamu dilahirkan dari keluarga yang seperti apa, tapi aku tidak mau sampai ada orang tua lain yang menjadikanmu menantunya. Jadi minimal mau ya bertunangan dengan anakku?"

Apa benar tidak apa-apa? Kalau aku sih tidak peduli disuruh dijodohkan, tapi apa anak Pak Surya bisa menerimanya begitu saja? Kan kasihan kalau dia tidak mau. Lagian apa masih zaman melakukan perjodohan begini?

"Bagaimana? Aku tinggal beli cincin untuk kalian berdua jika Io setuju."

Apanya yang bagaimana? Terkesan terlalu terburu-buru kan anak SMA sudah ditunangkan, "Pertemukan kami dulu, Pak. Dan jika dia menunjukkan penolakan, aku juga menolak."

Pak Surya mengangguk paham, "Akan kuceritakan segala macam sifat baikmu padanya. Tenang saja."

Terserah, aku lebih ingin cepat-cepat pulang sekarang agar bisa istirahat, "Kalau sudah tidak ada yang dibicarakan lagi aku mau pulang. Dan terima kasih banyak atas bantuan yang sudah Bapak berikan."

"Io tidak mau melihat pelakunya?"

Aku berdiri kemudian menguap sebentar, "Nggak perlu, nanti juga pasti diberitakan di tv kan? Aku sudah merasa puas saat tahu dia bisa dipenjara."

"Baiklah, kalau begitu hati-hati di jalan."

Aku mengangguk kemudian melangkah keluar dari ruangan. Rasanya sedikit melegakan usahaku datang ke sini tidak berakhir dengan sia-sia, kalau tidak datang malam ini pasti besok Pak Surya sibuk diwawancarai reporter.

Bisa repot kalau aku sampai dapat sorotan dan menjadi terlalu mencolok karena mengenal sampai mendapat kepercayaan dari orang yang punya jabatan seperti Pak Surya.

Padahal setelah pulang ke rumah aku ingin langsung istirahat karena besok harus mengikuti lomba cerdas cermat, tapi saat membuka pintu kamar niatan ini terancam batal.

Ada Leo yang saat ini sedang berbaring di tempat tidurku, "Nungguin?"

Leo mengalihkan pandangannya dari hp, "Oh, Rio udah pulang ya? Apa yang kamu lakukan sih malam-malam datang ke kantor polisi? Mama sangat khawatir loh karena kamu sampai berurusan dengan polisi."

Aku menghela napas kemudian masuk ke kamar dan duduk di pinggir tempat tidur, "Yang menabrakmu dan Ayah udah ditangkap. Beritanya nanti sampai disiarkan di tv, jadi sana balik ke kamarmu, aku mau istirahat."

"Rio melaporkannya? Dan pelakunya udah ditangkap sekarang? Cepat bangat."

Memang terlalu cepat dan membuatku juga heran. Pak Surya pasti langsung menyelidiki laporanku setelah sampai kantor, "Iya, dan tolong bangkit dari tempat tidur sekarang."

Leo justru berguling ke sisi kanan tempat tidur, "Aku nggak boleh tidur di sini? Besok Rio udah mulai tinggal bersama Ayah kan? Biarkan aku tetap di sini ya?"

Sikapnya yang mudah merasa kesepian sungguh kekanakan ya? Aku awalnya tidak mengerti kenapa Leo bisa seperti ini padahal sudah memiliki segalanya, tapi setelah menjadi dia dan mulai tinggal di sini, aku mengerti alasan Leo terkadang bertingkah manja.

Mama dan Papa terlalu sibuk bekerja, itu membuat Leo tidak mendapat kasih sayang sebesar apa yang ia mau, "Aku janji bakal tetap sering nginep di sini kok."

Leo menepuk-nepuk sisi kiri kasur, "Aku juga janji bakal nginep di rumah Ayah kok. Udah sini tidur. Rio besok ada pertandingan lomba cerdas cermat kan?"

Karena sudah merasa lelah, aku menghempaskan diri ke sisi kasur yang kosong, "Kayaknya besok aku nggak bakal menang deh."

"Kok pesimis sih? Rio dan Sinta kan pintar, kalian pasti bisa masuk ke babak final lalu menang."

Aku tertawa mendengar ucapan Leo. Mustahil bangat anak kelas satu memenangkan lomba cerdas cermat yang rata-rata diikuti oleh anak kelas dua dan tiga, "Walau aku nggak yakin, tapi amin."

Akhirnya kami pun terus mengobrol dengan berbagai macam topik yang belum pernah kami bicarakan sampai merasa lelah kemudian baru tidur.