webnovel

Serangan

Mendengar pernyataan Paman Igor, semua langsung mengeluarkan senjatanya masing-masing.

"Andre, kau tetap di sini." Kata ayah padaku.

"Igor, jaga Andre." Kata Bibi Valeria pada Paman Igor.

Paman Igor mengangguk.

Ayah dan Bibi Valeria turun dari kereta kuda.

Paman Igor melompat ke tumpukan muatan kami.

Ia merogoh sesuatu dari bawah tempat duduk kami, sebuah kotak kayu yang cukup panjang.

"Apa kau bisa bertarung, Andre?" Tanya Paman Igor.

Bertarung?

Kalau berantem dengan anak lain sih pernah.

Tapi aku sama sekali belum pernah berlatih bela diri.

Apalagi terlibat dalam pertarungan sungguhan.

Aku menggeleng pada Paman Igor.

"Baiklah, kau sembunyilah di bawah, aku akan melindungimu."

Paman Igor mengeluarkan sebuah benda aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Gada? Bukan, terlalu tipis.

Bentuknya seperti pemukul kayu panjang tapi ada semacam pipa besi panjang di satu sisinya.

Paman Igor mengisi benda itu dengan beberapa benda aneh lainnya yang ukurannya jauh lebih kecil.

Seperti pipa besi pendek berwarna kuning tapi ujungnya lancip.

DOR!

Terdengar suara yang begitu keras keluar dari benda aneh itu.

Paman Igor terlihat sangat handal menggunakannya.

Berkali-kali aku melihatnya berhasil menjatuhkan musuh menggunakan benda itu.

Seperti sihir, ketika ada suara keras, musuh yang berada lurus di depan benda itu langsung terjatuh.

 

Sudut pandang Valeria

Kalau kami diserang di sini berarti...

Kemungkinan memang ada yang memberitahukan rute kami pada musuh.

Baiklah, maju kalian!

Biar kubuat pimpinan kalian mengaku!

Kutebas seluruh musuh yang mendekat.

Ah!

"Novel, belakangmu!"

Untunglah Novel segera menyadari musuh di belakangnya, ia berhasil menanganinya.

"Nice assist, Val!"

"Vel, menurutmu para penyerang ini mengincar kereta kuda yang mana?"

"Entahlah. Untuk sekarang, sebaiknya kita berkumpul dulu dengan yang lain."

Kulihat lari Novel yang agak sempoyongan.

Yah, dia sulit tidur 3 hari ini sih.

Wajar saja larinya sempoyongan gitu.

"Larimu payah begitu, kau tidak apa-apa?"

"Nggak papa, aku masih bisa kalau cuma bertarung. Tapi jangan suruh aku berpikir, aku sulit berpikir kalau sedang lelah."

Begitu ya, oke.

Sepertinya tidak ada yang harus kukhawatirkan.

Kalau dia bilang begitu, aku percaya dia pasti beneran bisa.

Tiba-tiba sebuah anak panah melesat mengenai lengan Novel.

"NOVEL!"

Dia terjatuh.

Di mana pemanahnya? Tak ada seorangpun...

Aku harus tetap waspada.

Mereka pasti bersembunyi di antara pepohonan.

"U... Urgh..."

Kulihat Novel berdiri sambil mematahkan anak panah yang mengenainya.

"Kau masih bisa bertarung?"

"Sepertinya aku bisa..." Kata Novel sambil ngos-ngosan.

Gawat, dia pasti sangat kelelahan.

Aku tidak bisa mengandalkannya saat ini.

Aku tidak tahu musuh ada berapa dan di mana.

Kalau cuma bertarung sendirian...

"Val! Fokus!"

"Aku tahu! Kau diamlah dasar orang ngantuk!"

Sial...

Aku harus fokus.

Tiba-tiba ada sebuah anak panah melesat lagi.

"Val!"

Anak panah itu hampir saja mengenaiku, namun berhasil ditangkis oleh Novel.

"Sudah kubilang, fokus!"

Ah, Novel ternyata masih bisa diandalkan.

Baiklah, aku bisa lebih tenang sekarang.

DOR!

Suara apa itu?

Ahhhh...! Igor bodoh!

Sudah kubilang berapa kali jangan menggunakan senapan itu di saat seperti ini!

Grrrr...

"Suara tadi... Igor memakai senapan?"

"Sepertinya begitu."

DOR!

Lagi-lagi terdengar suara tembakan.

Arggghhh!

"Novel, kita harus kembali! Igor benar-benar goblok!"

"Kau kembalilah sendiri! Aku akan mencari Pavel!"

Ini lagi orang bodohnya nambah satu.

"Hei! Kau jangan bodoh! Kau mau mati pergi sendirian!? Kau harus ikut!"

Kulihat ada panah yang melesat lagi, kali ini tidak hanya satu, tapi banyak.

Sialan, mereka tidak mau membiarkan kami kabur rupanya.

Untunglah aku berhasil merunduk.

"Novel, kau pergilah duluan! Aku akan menahan mereka!"

Sial, panah sebanyak ini, gimana aku menghindarinya?

Kulihat Novel sudah mulai berlari kembali ke kereta kuda kami.

Tubuhnya terkena beberapa panah musuh, hebatnya ia masih bisa berlari.

Mantan pimpinan memang hebat.

Sekarang giliranku.

Kumasuki hutan asal anak-anak panah itu melesat.

Pemanahnya pasti masih di sana.

...

AHA! Ketemu kalian!

Dengan beringas aku menebas mereka satu-persatu.

Kulihat wajah mereka yang ketakutan.

"J... Jangan gentar! Keluarkan pedang kalian!"

Beberapa dari mereka yang belum kalah mulai menyerangku dengan pedang.

Kalau pertempuran jarak dekat, aku tidak akan kalah.

Dengan mudahnya aku menghabisi mereka.

Tapi... Ini terlalu mudah.

Mereka ini seperti bukan pasukan reguler yang biasa kami lawan.

Kudekati komandan mereka.

Melihatku yang berhasil mengalahkan semua pasukannya sendirian, ia terlihat sangat ketakutan.

"A... Ampun! Ja... Jangan bunuh aku!"

Aku benar-benar kesal saat ini.

Dia yang menyerang duluan dan dia minta ampun?

Yang benar saja.

"Heh! Kau! Siapa yang menyuruh kalian, hmm!?" 

"I... Itu..."

Ia lalu menggelengkan kepalanya.

Hohoho, dia tidak mau mengatakannya ya.

"WOI! CEPAT KATAKAN! SIAPA, YANG, MENYURUH, KALIAN!?"

Kulihat ia semakin ketakutan.

Tapi tetap saja ia masih bungkam.

Aku menghela napas.

"Dengar ya. Aku janji takkan membunuhmu. Nampaknya kalian ini masih prajurit baru ya? Tenanglah, kau cukup katakan saja siapa yang menyuruh kalian."

Mungkin cara halus akan membuatnya bicara.

"B... Bohong! Svetlian sepertimu tidak akan pernah menepati janji! Kalian kan suku haus darah!"

Hah? Bagaimana dia tahu...?

Ah, rambutku...!

Kulihat rambutku sebagian besar sudah kembali ke kondisi aslinya.

Warna rambut yang merah menyala.

Gawat kalau dia sampai membocorkan keberadaanku.

Ya sudahlah. Aku bawa saja dia, mungkin kami bisa mendapat informasi berguna darinya.

"Hmm... HeheheheHEHEHEHE!!!"

"Hi.... HIIII!!!!!"

Dia pingsan sebelum kupukul kepalanya.

Kenapa sih selalu saja begini.

Apa wajahku semenyeramkan itu?

 

DOR!

Ah, benar-benar manusia satu itu...

Kubawa tawanan itu bersamaku kembali ke kereta kuda kami.

 

Sudut Pandang Novel

Adududuh...

Kena berapa aku ini...

Bodo amat lah, aku harus tetap berlari.

Tapi... Valeria apa nggak apa-apa menangani mereka semua sendirian?

Ah, sepertinya tidak apa-apa.

Valeria itu tangguh.

Terlepas dari darah Svetlianya, ia cukup hebat dalam pertarungan.

Sepertinya aku tidak perlu mengkhawatirkannya.

Ah, itu dia kereta kudanya.

Drap drap drap.

Suara langkah para prajurit mengepungku

Sialan...

Aku terkepung begini...

Ah iya!

"IGOR! BANTU AKU!!"

Seharusnya dia bisa mendengarku.

DOR!

Bagus! Dia mendengarnya!

8... 10... Ada 14 orang...

1 orang sudah tumbang terkena tembakan Igor.

Baiklah.

"HEAAAAHH!!!"

Kuhadapi seluruh pasukan yang mengepungku.

DOR!

Igor mendukungku dari kejauhan.

Jarak kami seharusnya masih dalam jarak efektif senapan itu.

Sekarang aku tinggal menebas mereka semua.

Satu orang berusaha menusukku, namun aku berhasil menghindarinya.

Kuberikan tusukan di punggungnya, lalu kulempar dia ke arah yang lain.

Ada 2 lagi yang berusaha menyerangku.

Kuberikan tebasan yang cukup keras di perut mereka.

Mereka berdua terlempar ke belakang.

Sepertinya pedangku sudah tumpul, dari tadi tebasanku tidak ada yang bisa sampai melukai mereka.

DOR!

Seorang prajurit di belakangku berhasil dilumpuhkan.

Kuacungkan jempolku ke arah kereta kuda.

Entah Igor bisa melihatnya atau tidak.

6 orang sekarang menyerangku dari samping kanan dan kiri.

Dengan cepat aku merunduk lalu menendang kaki mereka semua.

"Ugh!"

Ah, nampaknya kakiku cedera karena menendang kaki para prajurit yang mengenakan zirah.

Untunglah mereka berenam terjatuh.

Aku bisa dengan mudah menyerang mereka.

Kutusuk perut mereka satu-persatu.

Hanya tusukan sepertinya yang paling efektif sekarang.

Tinggal 2 ya.

Kulihat mereka gemetaran berhadapan denganku.

"Pergilah kalau tak mau kubunuh!"

Kutatap mereka dengan tajam.

Mereka berdua menjatuhkan senjatanya lalu lari.

"Fiuh..."

Sial, aku lemas sekali.

Setelah tenang begini malah badanku sakit semua.

Pandanganku menjadi gelap.

...