webnovel

KUNTILANAK MERAH

Maaf saja jika aku tak dapat menyebutkan nama kami satu per satu dalam kisah nyata yang terjadi pada tahun 2009 ini. Tentu saja demi keselamatan kami sendiri, saksi hidup dalam perjalanan mistis kali ini. Kuntilanak merah itu sungguh nyata, melayang melingkar di koordinat derajat desimal itu!

SenopatiRaya · Horror
Not enough ratings
14 Chs

Rambu Keramat

Kurang dari 100 meter dari titik start, kami berbelok ke kiri memasuki Jalan Cipayung - Gunung Geulis.

Sekitar 200 meter selepas tikungan tadi, Adikku mendekat ke sisi sebelah kanan, sambil setengah berbisik ia memintaku untuk melihat ke sebuah papan hitam dengan tulisan besar berwarna putih yang sempat tersorot cahaya lampu mobil.

Di sana tertulis kata-kata yang gak mungkin aku tulis lengkap di sini.

"150 meter Pemakaman K ...."

Oh rupanya itu rambu penunjuk ke suatu pemakaman!

Sesaat kemudian aku seperti mencium aroma wewangian yang sangat asing. Namun belum sempat menduga dari mana asalnya, tiba-tiba ...

Grrreeeettttaaaakkkksss ...!!!

Terdengar suara rantai mendadak berpindah dari sprocket Adikku. Secepat kilat dia langsung meninggalkanku, entah apa yang dilihatnya barusan hingga melakukan manuver seperti itu.

Tapi apa pun yang baru dia liat pastinya menakutkan!

Berbeda dengan dia yang nocturnal ... semakin malam semakin tajam mata ketiganya, aku yang gak sensi masalah gituan tiba-tiba tertular merinding juga. Tanpa pikir panjang ... aku ikutan ngeblast!

Mobil pemandu cahaya di belakang udah berkali-kali memberi peringatan.

Gak peduli ...!

Selepas melewati sebuah tikungan menuju Jalan Bojong Koneng - Gunung Geulis (kami tetap ambil lurus) yang berada di sebelah kanan kami, tiba-tiba terdengar decitan rotor Hayes 8 inch dipaksa mendadak kerja di jalanan menurun tajam ... menyusul suara permukaan Maxxis High Roller 235 bergesek keras dengan aspal kasar berpasir ...

Zzzrrrroooooogggghhhhh ...! Zzzrrrroooooogggghhhhh ...!! Berkali-kali ...!!!

"Heeeiii apaaa ituuu ...?" teriak pengendara emergency car di belakangku.

"Ada yang jatuh?" dia kembali bertanya.

Rupanya dia sengaja tidak menggunakan AC selama mengikuti kami. Kaca yang terbuka memungkinkan dia ikut mendengar suara keras dari arah depan. Dan saat itu hanya kami yang ada di sepanjang ruas jalan tersebut. Tak satu pun ada sosok manusia lain yang terlihat malam itu.

Bulan dan bintang malam masih malu bersembunyi di peraduan mereka sejak tadi.

Begitu cahaya lampu mobil membentuk garis lurus dengan jalan di depan ... Zzzzwoooorrrrzzzzzz ... terlihat Adik masih berusaha menghentikan sepedanya setengah meter dari dinding cadas, di sebuah tikungan tajam ke arah kiri.

Kaki kirinya terlihat coba menjejak ke aspal. Arah kemudinya melintang ke kanan mengimbangi ban belakang yang nyaris kehilangan traksi.

Hm ... bisa drifting juga dia kalo lagi kepepet ...!

Aku berusaha menyusul, tapi dia langsung kembali mempercepat laju sepedanya.

Seingatku ada dua tikungan tapal kuda yang saling berhubungan setelah itu, sehingga membentuk formasi huruf "S" besar.

Kemudian beberapa tikungan tajam berkali-kali kami lewati, sampai akhirnya kami masuk ke Jalan Pelangi Raya.

Jalanan lumayan mendatar, tapi aku masih tertinggal cukup jauh dari mereka bertiga. Sampai akhirnya mendekati suatu tanjakan panjang diJalan Pelangi Raya, mereka semua berhenti kehabisan nafas.