Caca mengikat rambutnya menjadi ekor kuda. Ditatapnya pantulan dirinya di cermin.
“Gue selalu ngalah sama lo Ca. Tapi kali ini gue gak bisa diam aja. Gue udah bilang gue suka sama Devan. Gue udah kasih peringatan! Tapi kenapa lo ngelewatin batas peringatan itu sih?”
“Caca sayang. Sarapan yuk. Ditungguin papah nih..” teriak Linda, nyokap Caca.
“Iyah maah. Caca turun!!” sahut Caca.
“Mulai hari ini hidup lo yang dulu penuh kebahagiaan akan perlahan penuh kesengsaraan..
*
*
Hari ini jadwalnya latihan basket. Namun sesuai ucapan Caca kemaren. Ia akan berhenti menjadi tim kebanggan sekolah, tim Eca.
Ia berjalan santai ke kelasnya. Banyak pasang mata yang menatapnya sinis. Ia tahu, pasti pertengkarannya dengan Caca kemaren sudah menyebar seantero sekolah.
“Ca..” panggil seseorang dari arah belakangnya, ia tahu suara itu. Suara yang sangat ia hafal. Suara yang selalu menegurnya jika terlalu bucin pada drama Korea tontonannya, suara yang selalu mengomelinya jika ia tidak belajar saat ulangan tiba. Namun kini suara itu adalah suara yang paling ia benci.
Caca menghentikan langkahnya kemudian membalik tubuhnya berhadapan dengan gadis itu, gadis yang selalu ia anggap sebagai sahabatnya.
“Mau apa lo?” tanya Caca pelan, tak ingin memancing keributan.
“Gue minta maaf. Gue akan jelasin semuanya ke lo kenapa gue ngakui Devan jadi pacar lo. Gue juga akan bantu lo dekat sama Devan. Kasih gue kesempatan sekali aja Ca..” ucap Eca sambil berjalan mendekati Caca. Caca mundur perlahan “Gue kasih kesempatan lo, buat gue jadi pacarnya Devan. Setelah itu gue akan maafin lo..” jawab Caca kemudian pergi meninggalkan Eca yang masih terdiam di tempat.
Caca berjalan memasuki kelasnya. Hawa kelasnya seperti memanas sedang menyudutkannya. Namun ia tak ambil pusing, ia bosan hidup di bawah bayang-bayang Eca. Selalu Eca yang lebih unggul darinya.
Nadine berjalan memasuki kelas, kemudian berjalan kearah tempat duduknya, namun ucapan Caca berhasil menghentikan langkahnya “Salsa, lo duduk sama gue ya, biar teman sebangku gue ini bisa duduk sama best friend nya!” ucap Caca.
“Ca, lo juga sahabat gue kali!” sungut Nadine.
“Gue gak mau duduk sama orang yang ngebela pihak yang salah!!” sahut Caca.
Nadine mengepalkan tangannya “Gue juga gak mau duduk sama orang yang tega nampar sahabatnya sendiri!!” Nadine berjalan kearah bangku Salsa. Kini ia duduk dengan Eca. Eca yang baru masuk kelas bingung menatap kedua sahabatnya yang tengah berseteru saat ini.
“PUAS LO?” teriak Caca sambil menatap sinis pada Eca. “Ca??”
“Udah Ca! Lo gak usah urusin cewek aneh itu lagi!!” sungut Nadine sambil menarik tangan Eca agar ia duduk disamping Nadine.
Suasana kelas yang awalnya ribut kini hening. Tak ada yang berani berbicara. Eca yang selalu marah ketika dibentak, selalu sinis, selalu dingin ketika ada orang yang membentaknya kini hanya diam dan mengalah.
*
*
Caca berjalan di koridor IPS. Ia ingin menyapa laki-laki pujaannya itu. Ia tidak tahu dimana kelas Devan. Tapi dia yakin, pasti mudah untuk menemukan laki-laki itu. Benar saja. Laki-laki itu kini sedang membaca buku dengan headphone ditelinganya.
Ia tersenyum, kemudian berjalan mendekati Devan..
“Pagi Van. Gue bawain lo makanan. Gue tahu lo passti gak akan ngantin kalau udah baca novel.” cerocos Caca sambil duduk disamping Devan. Tidak ada jawaban, entah karena Devan sengaja atau memang tidak mendengarnya. “Devan, gue mau minta maaf ya sama lo karena kemaren udah ngebentak Eca. Gue sama Eca udah baikan kok..” ucap Caca lagi. Berhasil. Devan menoleh kemudian melepaskan headphonenya.
Ia menatap gadis itu tanpa minat, “Lo udah baikan sama Eca?” tanya Devan.
Caca mengangguk tersenyum, “Iya, dia udah maafin gue juga. Gue tau gue salah kok. Harusnya gue gak bersikap kayak gitu sama dia.”
“Hm..”
“Lo udah maafin gue kan?” tanya Caca. “Hm..”
“Nih gue bawain lo makanan. Bukan dari gue sih, ini dari Eca. Tadi dia nitip buat lo.” ucap Caca membuat Devan melirik.
“Dari Eca?” tanya Devan. Caca mengangguk “Iya, dari Eca. Ya udah gue duluan ya. Bye Devan..” Caca berdiri kemudian pergi meninggalkan Devan.
Siap-siap lo bakalan di benci sama Devan!
*
*
*
David sedang asyik mengumpati lawan mainnya di game online miliknya, namun teriakan Leon membuat dirinya tertembak “Anjing lo! Gue mati!!” umpat David.
“Gue dapat kabar bagus buat lo!?” seru Leon. Ia berjalan mendekati sahabatnya itu. “Apaan? Soal Lisya? Ah gue gak peduli kalau dia putus sama cowoknya.”
“Soal Eca!?” jawab Leon cepat.
“Eca kenapa?” David memasukkan ponselnya kedalam sakunya kemudian anteng mendengar berita dari Leon.
“Tadi gue denger, kemaren Eca sama Devan berantem, adu mulut gitu. Terus soal Aby juga, Aby bilang kalau Stella pacaran sama dia.”
“Lo serius Aby bilang gitu?” tanya David tak percaya. Bagaimana mungkin Aby melepaskan Eca begitu saja.
“Caca sama Eca juga lagi berantem. Kabarnya sih Caca suka sama Devan, tapi Eca justru ngedeketin Devan.” sahut Alen.
“Bagus, rencana gue berjalan mulus.” gumam David. David berjalan keluar kelas dengan ponsel di telinganya “Gue tunggu lo di roftoop sekarang!”
*
*
“Kenapa lo manggil gue?” tanya seorang gadis pada David. David tersenyum “Apa rencana lo selanjutnya?”
“Lo bisa dekatin Eca. Gue jamin Devan gak akan mau dekatin Eca lagi. Begitu juga Aby. Sekarang Aby udah punya betinanya sendiri.”
“Lo yakin Devan gak akan ganggu dia lagi?” tanya David lagi.
Gadis itu mengangguk “Iya gue yakin.”
“Terus tuh cewek mau lo apain? Bukannya dengan gini itu berarti dia ganggu lo sama Devan?”
“Gue akan habisin dia sepulang sekolah ini..”
*
*
*
(Back to Caca again ya gengs..)
Caca berjalan cepat ke toserba depan sekolahnya. Ada yang harus ia beli sebelum pulang kerumah.
Caca tersenyum, ia berhasil membeli cemilan favoritenya “Gue bisa ngedrakor puas kalau gini caranya.” ucap Caca sambil memandangi isi tas belanjaannya itu.
Ia menyebrang santai tanpa tahu bahwa dari arah kanannya ada sebuah mobil yang ingin menghabisi nyawanya.
“CACA AWAAAASSSS!!!!!”
Bruuuuaaaakkkkkk...
“ECAAAA!!!!!” Nadine berlari kearah sahabatnya yang kini tergeletak berlumuran darah di tengah jalan.
“Ecaaa banguun Caaa..” tangis Caca pecah saat tahu orang yang kini dibencinya justru menyelamatkannya.
“Caaa.. banguuunnn..” tangis Nadine. Nadine berdiri ditatapnya tajam sahabatnya yang satunya lagi, penyebab Eca begini. “Berdiri lo!!” teriak Nadine.
Caca berdiri menunduk tak berani menatap Nadine.
Plakk..
“Itu buat lo karena lo udah nampar Eca kemaren, karena lo udah bentak Eca, karena lo... lo.. LO UDAH BUAT ECA CELAKA!!” bentak Nadine.
Caca menangis sesenggukan. “Lo boleh marah sama gue. Tapi kita harus tolongin Eca dulu!!” jawab Caca.
“WOY TOLONGIIINNN ECAAAAA!!!” teriak Caca membuat beberapa orang berkerumun menolong Eca.
“Masukin ke mobil gue aja!” pinta Caca. Caca berlari kearah mobilnya, tidak dipedulikannya lagi belanjaannya. Ia segera melajukan mobilnya kerumah sakit terdekat.
Harusnya lo gak nolongi gue bego!
*
*