Eca memasuki mobil Ken dengan wajah datar membuat Ken terheran-heran dengan adiknya ini. Ken melihat rok yang Eca gunakan berbeda dengan yang digunakannya tadi pagi.
“Rok lo baru? Lipitannya gak kayak biasanya..” Eca mengangguk “Harusnya lo gak usah jemput gue bang, lo itu baru sembuh. Jangan bawa-bawa mobil dulu. Lo bangun itu aja sebuah keajaiban buat kita. Karena kata dokter kita Cuma bisa berharap sama keajaiban doang waktu itu.” cerocos Eca dengan masih tampang datarnya.
Ken tertegun, ia kemudian memposisikan dirinya menghadap Eca “Lo kenapa? Kok tiba-tiba ngebahas itu?”
“Gue cuma gak mau kehilangan lo bang, ayah sibuk kerja. Yang gue punya cuma lo. Yang bisa gue andelin cuma lo..” jawab Eca lagi. Bukan. Bukan jawaban itu yang ingin Ken dengar. Ia ingin tahu alasan sebenarnya adeknya itu. “Lo kenapa? Ada yang jahatin lo?”
Eca menggeleng, ingin rasanya menangis, tetapi ia tak mau membebani pikiran abangnya yang baru sembuh itu. “Ca--”
“Dah jalan aja bang, tapi eskrim dulu ya bang, gue lagi pengen eskrim..” seru Eca sambil memasang seatbelt miliknya. Ken memandangi adeknya lagi, dia pengen eskrim kalau lagi galau. Dia selalu mengutamakan frappucino daripada eskrim.
“Lo--”
“Buruan!” seru Eca, Ken menurut. Sepertinya adeknya benar-benar menggalau. Baiklah, ia akan bertanya nanti.
*
*
Eca duduk di tempat biasanya, bukan lagi Aby yang duduk di depannya. Tapi Ken, orang yang selalu ada untuknya. “Makasih mbak..” ucap Ken pada waiters kafe itu.
“Lo kenapa? Dari tadi gue nanya kagak dijawab-jawab..” sungut Ken.
“Gue lagi pms hari ini. Lupa tanggal jadi tadi ada insiden. Terus gue dibeliin rok sama temen gue. Soalnya semua rok ada dirumah, kagak gue taroh di loker.” jelas Eca pelan. Lagi-lagi dengan tampang datarnya.
Eca menyendokkan eskrim coklat kesukaannya ke mulutnya “Devan yang beliin?” tanya Ken. Eca spontan menatap Ken, bisa-bisanya abangnya bertanya tepat sasaran.
Eca mengangguk “Itu yang buat gue juga berantem sama Caca.” jawab Eca pelan.
“Lo serius berantem sama dia cuma karena ini?” tanya Ken terkejut. Eca menatap Ken datar “Lo bilang cuma? Caca sama gue tuh gak pernah berantem bang, lo tau itu. Tapi Cuma karena cowok dia semarah ini sama gue.”
“Berarti dia yang kayak anak kecil. Udahlah Ca, gak papa. Yang penting lo gak anggap dia musuh, lo gak marah sama dia. Mau dia marah sama lo itu urusan dia..” jelas Ken.
Tiba-tiba seorang gadis menghampiri Eca dan juga Ken “Ekh lo cewek yang waktu itu di mall kan?”
*
*
“Caa--”
“Eca mau tidur bang, abang masak mie instan aja ya kalau lapar, atau gofood aja. Jangan lupa minum obat terus solat juga.” potong Eca. Ia segera masuk kedalam kamarnya sebelum Ken memanggilnya lagi.
Eca menyandarkan tubuhnya pada daun pintu. Ia memejamkan matanya, mengingat ucapan Aby beberapa hari lalu yang berbanding terbalik dengan kenyataan hari ini.
“Gue sama Stella cuma temenan..”
“Kenalin Ken, Stella pacar gue..”
Eca mengusap kasar pipinya, air matanya terus mengalir tanpa ia sadari.
“Sakit ternyata kak denger lo ngenalin Stella sebagai cewek lo.” gumam Eca.
“Caa.. udah dong jangan nangis. Gue kenalin ketemen-temen gue yang lain aja ya. Banyak kok temen gue yang masih kuliah. Temen kerja gue juga banyak yang masih muda. Jangan galau gitu. Atau sama gue aja dulu. Biar lo gak kelihatan jomlo..” ucap Ken sambil terus mengetuk pintu kamar Eca.
“Kalau lo bukan abang gue, gue tetep gak mau sama lo bang! Lo kan bego kalau sama cewek..” omel Eca dari dalam kamarnya.
“Ya gak gitu. Maksud gue, kalau lo mau jalan, mau ke acara undangan lo bisa ajak gue aja. Pura-pura jadi doi lu. Gue kan abang yang baik yang sayang sama adek gue..”
“Dek...” panggil Ken lagi. Eca sudah terbaring di kasurnya. Ia bahkan tidak mendengarkan alasan Ken yang barusan dijelasinnya.
*
*
Eca mengerjapkan matanya, tangannya meraba ponsel miliknya, setelah melihat jam ia segera bangun dan bercermin.
“ANJIR LAH MUKA GUE!” teriak Eca kesal. Wajahnya kusut, matanya sembab, rambutnya berantakan.
“Gue kok galau alay gini ya..” gerutu Eca. Eca segera kekamar mandi membersihkan tubuhnya.
Setelah sekitar 20 menit Eca keluar dari kamarnya.
“Caa..” panggil seseorang. Ternyata itu Nadine.
Nadine langsung memeluk sahabat tersayangnya itu “Lo jelek banget sih Ca. Muka lo kusut banget..”
Eca memegangi wajahnya “Gue udah mandi kali Nad..” ucap Eca pelan.
“Lo--”
“Tadi bang Ken telpon gue, dia ceritain semuanya ke gue. Awalnya dia mau nelpon Caca juga. Tapi gue larang, Caca bener-bener gak bisa diganggu sekarang.” potong Nadine.
Eca menunduk “Caca semarah itu ya sama gue, gue beneran gak bermaksud ambil Devan dari Caca Nad.”
Nadine mengangguk “Gue ngerti Ca, lo jangan ngerasa bersalah terus. Gak ada yang salah disini. Mungkin Caca butuh waktu.”
“Shopping aja yuk, atau mau ke salon aja? Kita lama gak nyalon kan?” ajak Nadine. Eca menggeleng “Malas. Gue gak pengen itu semua..” ucap Eca pelan.
“Udah lo jalan aja sono sama Nadine. Kali aja ketemu jodoh dijalan. Daripada lo uring-uringan kayak gini..” sahut Ken sambil berdiri di anak tangga paling bawah.
“Abang, lo udah makan? Udah minum obat? Maafin Eca ya, egois banget tadi.” Eca berjalan menghampiri Ken.
Ken menggeleng kemudian tersenyum “Gue ngerti keadaan lo kok. Jadi lo santai aja. Gue tadi udah pesen makanan. Lo juga gue pesenin, tapi kalau mau makan diluar gak papa juga.”
“Eca dirumah aja ya sama abang..” Ken menggeleng “Kasihan Nadine udah sampai sini masa mau lo anggurin. Udah sana naik, ganti baju. Lo jalan sama Nadine.” Eca menghela napasnya pasrah, ia mengangguk. “Tunggu ya Nad.”
Eca naik kekamarnya mengganti bajunya. Tidak sampai 20 menit ia keluar dengan baju kuning, celana hitam dan snekears dengan stiker winnie the pooh di sampingnya.
“Gue pergi dulu bang, lo jangan lupa istirahat.” Ken mengangguk.
*
*
“Eca...” panggil seseorang. Eca menoleh kemudian tersenyum “Ekh Wendy..” kini Nadine dan Eca sedang berada diparkiran mobil sebuah mall. Entah apa yang akan dibeli Eca. Ia baru saja membeli novel Frasa. Tidak mungkin ia membeli novel baru lagi.
“Lo kok Cuma berdua aja?” tanya Wendy. “Kenalin gue Nadine.” sapa Nadine.”Sapa sih yang gak tau nama kalian berdua. Biasanya kan kalian bertiga.”
“Caca lagi Ma--”
“Caca lagi dirumah nemenin nyokapnya. Jadi kita Cuma berdua aja.” potong Eca.
“Lo sendirian?” tanya Eca. Wendy menggeleng “Gue sama Joni, Firman terus ada--”
“Gue.” sahut seseorang dari belakang Wendy, Devan.
Eca tertegun. Penampilan Devan membuatnya terperangah. Hoodie hitam, celana pendek selutut juga rambutnya yang berantakan menambah kesan cool di diri Devan.
“Ayok Nad, kita duluan aja.” ucap Eca cepat. Kemudian pergi meninggalkan mereka.
“Ca!” panggil Devan. Devan berjalan cepat menghampiri Eca yang berada beberapa langkah didepannya “Lo--”
“Soal jaket, gue balikin besok aja ya.”
“Gue gak bahas jaket.” jawab Devan sambil masih menggenggam tangan Eca.
“Apa?”
“Gu.. gue..” Devan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal “Gu.. gue--”
“Gue apa Van? Buruan! Gue mau cari novel!” sungut Eca. Ia benar-benar tidak bisa berlama-lama disana.
“Lo mau gue temenin cari sequelnya Atha-ku?”
*
*