webnovel

Ku lepas kau dengan bismillah

Miranda amat sangat menentang poligami, tetapi pada akhirnya dia sendiri yang meminta suaminya Damar untuk menikahi Kinanti. Tidak ada alasan lain kecuali uang! Miranda mencintai suaminya, namun uang tidak lebih dari separuh hidupnya. Hingga dia rela mengizinkan suaminya berpoligami dan menikahi wanita kaya. Bagaimana kehidupan Miranda atas keputusan terbesarnya membiarkan Damar jatuh pada gadis kaya dan berhati lembut seperti Kinanti ? akankah dia bisa hidup bersama madunya sendiri?? Simak kisahnya ya dan terus dukung saya untuk terus berkarya ^^

A_blue · Urban
Not enough ratings
29 Chs

chapter 21

Gadis bernama kinanti pemilik sepasang mata coklat, rambut lurus yang terkuncir menampilkan leher putih jenjangnya, hidung bangir pelengkap kecantikan yang luar biasa, polesannya pun sangat sederhana.

Dia seorang putri konglomerat yang terlalu piawai mengurus suami. Meskipun tadi siang sempat nyaris terjadi prahara namun ketika dirumah terlebih dihadapan Putri kecil kinanti bertingkah seolah tidak terjadi apapun.

Bau harum masakan bagai candu yang mengundang perut untuk segera merasa lapar. Dalam sekejap mata hidangan makan malam siap memenuhi meja makan.

Usai menunaikan sholat magrib, Kinanti dan Damar bersama putri kecil menyantap hidangan paripurna pelega rasa lapar yang menyergap sejak bau masakan itu terus menusuk hidung.

Dimana Miranda?

Sebuah pesan telah dikirim sang istri, bahwa dia akan pulang terlambat.

.

Jadwal makan malam telah usai, saatnya bermain bersama putri kesayangan. Kalau biasanya Miranda yang akan bermain bersama Amanda kali ini bocah kecil itu bermain bersama mommynya.

Damar berada dalam bilik khusus tempat bermain sembari menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. Mendengarkan celotehan dan candaan antara anak dan ibu sambung yang tampak tanpa jarak sama sekali.

Berulang kali ia melirik jam di dinding, Miranda belum juga pulang. Damar meraih gawainya, mencari tahu keberadaan sang istri.

.

Miranda baru tiba dirumah saat jarum pendek jam nyaris ke angka 10, ia melambaikan tangan pada Luna yang mengantarnya pulang. Entahlah, sejak kapan Luna yang selalu anti dengan dirinya tiba-tiba memproklamirkan diri sebagai teman. Mengajaknya dalam dunia sosialita yang tak terbayang sama sekali dalam benaknya.

Langkahnya langsung tertuju kekamar Amanda. Seharian dia tidak melihat putri kecil. Jemari lentik meraih handel pintu bercat putih. Rasa bersalah mendera. Membayangkan putri kecil dalam asuhan suster Ana bukan dirinya.

.

Temaram Lampu tidur hanya menampilkan siluet tubuh wanita yang berbaring diranjang dengan sprai unicorn ungu melapisi. Tubuh itu tidak seperti milik suster Ana. Perlahan Miranda mendekati.

Putri kecil telah terlelap dalam dekapan ibu sambung, Miranda terenyuh. Sejak memutuskan untuk mulai mengelola bisnis dan mengenal dunia yang selama ini belum pernah ia temui membuat Amanda sedikit terabaikan.

Dengan sangat hati-hati takut putri kecil akan terjaga Miranda mengecup dahinya perlahan, lalu mengelus pipi halus kemerahan.

"maafin mama Manda~~" lirihnya kemudian segera menyeret langkah keluar kamar.

.

Didalam bilik lain, seorang pria telah cukup bersabar menunggu kepulangan istrinya. Guratan yang tergambar penuh tanya dalam benak Damar.

"assalamualaikum mas" ucap Miranda ketika memasuki kamar.

Miranda segera menghampiri sebelum dicecar ribuan pertanyaan, ia mencium punggung tangan suami yang baru menutup laptop.

"Mas, maaf ya, hari ini aku pulang telat lagi" ujarnya sebelum benar-benar akan dibrondol oleh berbagai wejangan bla-bla-bla.

"Mir.. jam berapa ini?kenapa baru pulang?kamu lupa sama janji kamu?" Damar mengingatkan dengan intonasi rendah tentang janji bahwa setelah ikut terjun dalam bisnis yang diwariskan oleh kinanti, keluarga tetap nomer Wahid!

Miranda menelan salivanya.

"maaf mas, aku bukannya mau ingkar janji atau apapun tapi sungguh aku sedang menjalani bisnis bersama Luna"

Mendengar nama Luna, Damar mengerenyitkan dahi .

"Luna?! siapa?"

"ya Luna... teman kuliah dulu, dia selebgram dan... satu hal lagi dia adalah pacar Fabian kakak Kinan" Miranda agak bersemangat.

"jadi sekarang kamu sedang dekat dengan Luna?"

Miranda mengangkat satu alis "begitulah mas, Luna mengajakku untuk berbisnis, lagipula dia punya banyak relasi yang bisa menguntungkan usaha kita"

"hanya keuntungan yang kamu pikirkan?" Damar mengangkat tubuhnya yang tadinya dalam posisi duduk

Miranda melengos, dia memilih ke meja rias menatap dirinya dicermin, ketimbang harus meladeni suami yang hampir mirip wartawan.

Damar menghela nafas,

"kamu seorang ibu dan istri kamu harus ingat dengan kewajiban kamu"

Miranda mendengus kasar sembari meloloskan anting, matanya memincing.

"mas, aku capek kita bicara lagi besok?"

Pria bermata elang itu mendekat berjarak tidak lebih dari satu depa, Miranda jadi bergidik

"kita bisa bicarakan malam ini, kenapa harus besok?" ucapannya terdengar dingin tanda ia sedang memendam amarah.

"mas please..." lirih Miranda memelas, kilatan matanya memohon agar ia tidak dicecar berbagai pertanyaan lagi.

Akh! Damar bukan pria kasar.

"Mir dengar, aku ngga pernah melarang kamu untuk berkarir, tapi aku mau kamu tidak mengabaikan Amanda.."

"cuma Amanda?" dengus Miranda tak terima "mas, aku juga sedang berusaha berjuang untuk masa depan Amanda, aku ngga mau putri kita kesulitan suatu hari nanti"

Damar kembali mendekat dengan jarak hanya satu hasta.

"ada aku disini, aku yang akan berjuang untuk kalian!" Damar berusaha meyakinkan bahwa tidak ada yang berubah dari dirinya

"kamu yakin mas?!" cibirnya

Sepasang alis Damar menyatu.

"maksud kamu?"

"kamu yakin, hati kamu bakal untuk aku dan Amanda selamanya? heh?"

"kamu bicara apa?"

"Kinan.... " nafasnya terkecat "kamu sekarang juga punya Kinan,, gimana nanti kalau Kinan berhasil melahirkan anak kamu? apa kamu yakin cinta kamu itu akan tetap utuh mas? kinanti bisa mundur hanya kalau kamu tidak bisa melanjutkan pernikahan kalian, bagaimana kalau sebaliknya??" suara Miranda bergetar, manik bening nyaris lolos disudut matanya.

Damar membisu, yeah suka tidak suka ucapan Miranda benar, pernikahan yang terjalin tanpa cinta diawal, siapa yang akan tahu apa yang akan terjadi sepanjang perjalanan.

Lagipula~~ akh!

"kamu ngga punya jawabannya mas?! aku hanya berfikir aku tidak bisa hanya diam dan menunggu nasibku kemudian" tekan Miranda sekali lagi, dalam kilatan mata Damar seolah dia mengatakan bahwa pernikahan ini bukan keinginan dirinya semata.

"Mir..."

"mas--- please aku mohon mengerti dengan posisiku" sela Miranda, matanya mulai berembun.

Tatapan Damar begitu teduh, Miranda bisa merasakan kegusaran dalam benak suaminya. Bahkan ketika tatapan mereka bertemu, keraguan kembali muncul ke permukaan.

.

Miranda merendam tubuh lelahnya dengan air hangat. Sekedar menghilangkan penat karena kegiatannya seharian ini, belum lagi pertengkaran kecil antara dirinya dan Damar.

Wanita berkulit putih itu mengatup rapat kedua mata, mengingat semua hal yang telah terjadi. Satu kesalahan telah membuat semua menjadi rumit. Pernikahannya dan Damar dalam ancaman!!

Dua tahun... kapan kau akan berlalu??!!!!

.

Disisi lain, Damar menuruni tangga menuju dapur untuk mengambil segelas air yang lupa disediakan didalam kamar.

Langkahnya berhenti ketika Kinanti keluar dari kamar Amanda. Tampak gadis itu celingak-celinguk memperhatikan apa yang dilakukan Damar malam-malam begini.

"aku haus..." ujarnya menunjukkan gelas kosong dalam genggamannya, menjawab kebingungan sang gadis.

Kinanti memulas senyum manis tanpa make up malam ini, sungguh dia gadis yang manis.

"mau aku buatkan sesuatu?"

Damar mengangguk "ya kalau kamu ngga keberatan"

"tunggu aku di gazebo" titahnya segera pergi ke dapur.

.

Tak berapa lama Kinanti membawa secangkir teh hangat dan satu toples biskuit dalam satu nampan.

"kenapa jam segini belum tidur?" tanya Kinanti tersenyum sembari menyodorkan teh hangat.

Damar menyambut lalu tersenyum simpul.

"aku.. tidak bisa tidur, kamu sendiri?"

"ah ya.. tadi aku tertidur dikamar Manda, aku baru mau kembali ke kamar ku" sahut Kinanti salah tingkah, belum lagi hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang, ia coba menghangatkan diri dengan melipat kedua tangan.

"aku, pergi kekamar dulu" pamit Kinanti kemudian, rasa kantuk sudah menyerang.

"tunggu..." cegah Damar meraih tangannya.

deg!