"jadi bagaimana? apa kita akan menelpon pak marko? tapi kalau kita menelpon pak marko dia pasti nggak akan setuju.." tanya tiya filia ragu.
"jadi menurut tiya bagusnya kita bagaimana? apakah menunggu persetujuan kak marko dulu atau?" tanya prayoga sambil menatap lembut tiya filia yang sedang bingung. beberapa saat sebelumnya dia mendapat telpon dari operator capil yang memberikan informasi tentang tempat asal keluarga thio sebelum datang ke pulau itu. dan ternyata keluarga thoi itu berasal dari kota tempat tinggal tiya filia, dan semakin jelas bagaimana thio bisa bersama mereka.
"kalau menurut kamu apa kita menelpon pak marko dulu atau bagaimana?" kata tiya filia kembali bertanya. prayoga jadi tersenyum melihat kebingungan tiya filia.
"kalau menurut aku..., kita nggak usah bertanya, tapi juga jangan dulu pergi, aku masih ingin bersama tiya di sini.." kata prayoga kembali ke gaya bicaranya yang merengek. dan wajah tiya filia langsung cemberut.
"apaan sih.. aku lagi serius.. aku ingin masalah ini cepat selesai. jadi aku ingin kita cepat kembali ke kotaku.. tapi aku ragu kalau pak marko.."
"kalau begitu, kita nggak usah bertanya pada kak marko"
"tapi.."
"tapi.. tapi kumohon tiya.. kita tinggal disini satu hari lagi ya.. setelah itu aku akan menemani tiya kembali ke kotamu. soalnya kalau dikotanya tiya kita pasti akan tinggal terpisah" kata prayoga bergaya sedih.
"bagaimana dengan pak marko dan kamu.."
"kalau aku pasti nggak apa-apa.. dan kalau pak marko nggak perlu di lapor juga nggak apa-apa..dia bukan bos kita kan.. lagi pula aku agak kurang percaya dengan kak marko" kata prayoga dan berusaha tersenyum semanis mungkin karna tiya filia menatapnya sambil berpikir.
"baiklah aku setuju.." kata tiya filia kemudian setelah dia berpikir beberapa saat.