webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · Fantasy
Not enough ratings
156 Chs

Mula [Kesalahan]

Ujian pelajaran minat diadakan setelah ujian pelajaran kosong, lebih tepatnya dua hari lagi. Asak tidak begitu panik, dia tidak menyiapkan diri. Enam bulan menjadi pengunjung tetap perpustakaan bergerak sudah cukup membuat pemuda itu pintar dan paham dalam segala hal, dia tau seluk beluk pelajaran minat yang dia pilih.

Sistem ujian pelajaran minat berbanding terbail dengan sistem ujian pelajaran kosong. Jikalau ujian pelajaran kosong murid akan berkumpul di arena kuning dan bertarung, adu kepalan, dan saling menatap untuk mengetahui isi hati lawan. Sedangkan ujian pelajaran minat diadakan di ruang kelas.

Nomor ujian sudah diberikan jauh-jauh hari, tertara jelas di tali penunjuk. Saat kalian memasuki kelas, mengisi absen, tali penunjuk langsung memberitahu tempat tabung dengan tutup yang akan kalian duduki. Hologram juga akan menyesuaikan dengan pelajaran minat yang dipilih oleh pengguna tali penunjuk, cukup datang dan kerjakan.

Soal-soal ujian pelaran minat biasanya berbentuk pilihan ganda, ada empat puluh soal disetiap mata pelajaran. Asak kurang setuju, dia sempat ingin protes saat membaca model soal ujian pelajaran rancang robot. Seharusnya rancang robot tidak berbentuk pilihan ganda ataupun essay, ujian pelajaran itu lebih baik diadakan praktek.

Siang-malam Asak memperbaiki robot kecil penjahit miliknya, merombak mesin bagian dalam yang ternyata menjadi sumber masalah. Bahkan Asak menambah fitur baru, dia menambah fitur menggunting. Robot itu kini tak lagi hanya bisa menambal pakaian yang bolong, dia juga bisa membuat baju sendiri dengan menggunakan fitur menggunting. Tinggal kirim model baju dengan cara scanning, dan boom baju akan dibuat sesuai keinginanmu.

Semua sia-sia, menjadi pengunjung perpustakaan bergerak yang datang pertama dan pulang terakhir tidak ada guna sekarang. Asak mendumal hampir setiap malam, dia berbicara sendiri sembari memukul tali penunjuk. Telinga Laten sampai pegal dibuat Asak, dia ingin protes tapi dia urungkan karena Asak dalam suasana hati tak bagus.

"Kamu tidak belajar, Asak?" tanya Thom sembari mengambil salah satu buku dari rak perpustakaan bergerak secara acak.

Asak menggeleng kepala, semua tulisan di dalam buku dan data yang dia baca sudah terekam di otaknya. Inilah kelebihan Asak, walau dia tidak memiliki pukulan kosong yang kuat. Asak mempunyai ketekunan dan kegigihan dengan level yang berbeda, dia hapal bukan karena terlahir pintar, dia harus membaca buku itu berulang kali.

"Terus, untuk apa kita ke perpustakaan bergerak?" tanya Thom sembari mengernyit dahi. Dia datang ke perpustakaan bergerak karena diajak Asak, kalau tidak dipaksa dia akan tidur di asrama sembari mendengar lagu-lagu favoritnya.

Asak mengangkat bahunya acuh dan duduk di tabung dengan tutup. "Hanya ingin"

Mendengar perkataan Asak, Thom menggigit bibirnya, dia berniat memaki temannya itu jika saja sekelompok murid-murid perempuan berbisik-bisik sembari menatapnya. "Halo, " ucap Thom kepada gadis-gadis itu, dia melambaikan tangan dan mengedipkan satu mata hingga membuat para gadis memekik tertahan.

Asak menatap Thom datar, dia menghembuskan napas pelan. Baru-baru ini dia menyadari hal yang membuat dia tidak ingin berjalan bersama Thom, yaitu diteriaki oleh murid perempuan dan menjadi pusat perhatian. Ini semua efek dari konser beberapa waktu lalu, orang-orang jadi menyadari kehadiran Thom.

Biasanya pemuda berjubah coklat itu akan menutup wajahnya dengan tudung jubah, namun selepas konser, Thom selalu berjalan dengan kepala diangkat. Di sepanjang jalan dia akan terus menebar pesona dan menggoda anak perempuan. Kebetulan murid perempuan di Sekolah Menengah Kosong tidak mempelajari pelajaran kosong, pelajaran wajib mereka adalah pelajaran medis.

"Bisakah kau tidak menebar pesona, jangan mengedipkan mata seperti itu, Thom. Kau terlihat seperti anak cacingan, " sebal Asak.

Thom terkekeh, dia hampir saja tertawa lepas jika saja dia tidak sadar bahwa dia sedang berada di perpustakaan bergerak. "Kamu iri hati, Asak? Kamu tau, Mey juga akan terpana jika aku mengedipkan satu mata." Thom mengedipkan matanya, wajahnya membuat Asak jengah.

Asak berdiri dari duduknya. "Terserah kau saja, Thom, " ucapnya sembari mengibas-ibas tangannya. Dia berjalan keluar perpustakaan bergerak, Thom mengikutinya dari belakang sembari terus melempar ledekan. "Kamu ini mau ku pukul ya, Thom, " geram Asak sembari bersiap mengirim pukulan kosong.

Kedua mata Thom menyipit, tawanya meledak. Menjahili Asak adalah hobi barunya, pemuda berambut pirang itu sangat lucu jika marah. "Aku hanya bergurau, Asak." Thom merangkul Asak, mereka berdua menyusuri lorong demi lorong tanpa tujuan.

"Mau kemana kita, Thom?"

"Tidak tahu."

Mereka hanya berputar-putar, mengelilingi Sekolah Menengah Kosong dengan cangkir. Akhirnya mereka berhenti di gerbang gedung pembimbing, di utara Sekolah Menengah Kosong. Entah untuk apa, mereka hanya ingin berjalan-jalan. Murid Sekolah Menengah Kosong dilarang keras memasuki gedung pembimbing, Asak dan Thom hanya berjalan-jalan di luar gerbang sembari menikmati taman bunga.

Bruk, bahu Asak terbentuk dengan seseorang berjubah merah bata. "Aduh! Hei!" teriak Asak sembari mengusap bahunya, sakit juga ternyata. "Apa itu Laten?" Asak tidak pernah melihat murid lain dengan jubah merah bata, selain Laten tentunya.

Kasta rendah terbagi menjadi banyak, warna jubah mereka beragam tergantung daerah yang mereka tinggali. Dan dari sepengetahuan Asak, murid yang berasal dari daerah bawah tanah hanya Laten. Tetapi dia tidak melihat wajah orang menabraknya, tudung jubuh menutupi setengah kepala pemuda itu.

"Ada apa, Asak?" tanya Thom yang baru saja kembali setelah mencuri bunga-bunga dari taman, sepertinya dia ingin mencari masalah dengan penjaga kebun.

"Tidak ada, Thom."

Satu hari menjelang ujian, Asak masih tetap dengan pendiriannya untuk tidak belajar. Dia malah memilih keruangan medis untuk bertemu dengan Mey, bahkan dia sudah menyiapkan satu kanvas dan beberapa kuas juga cat air.

"Selamat pagi, Mey." Asak berjalan menghampiri Mey yang duduk santai duduk di tabung dengan tutup, pipinya menempel di meja kerjanya. Sepertinya Mey sedang dalam suasana hati buruk, perempuan itu tidak menjawab sapaan asak.

"Ada apa dengan dirimu, Mey?" Asak menaruh semua barang-barang yang dia bawa di atas meja, duduk di tabung dengan tutup, bersebrangan dengan Mey. "Ayo melukis, aku tau kamu merindukan kuasmu, Mey." Asak menyodorkan kuas yang biasa perempuan itu gunakan saat mereka masih bersama di kelas pelukis dahulu.

Mey mengangkat kepala semangat, menyambar kuas dari tangan Asak dan tersenyum lebar. "Kuasku, " ucapnya mendayu-dayu, dia memberi kecupan kepada kuasnya. "Boleh lukis apa saja?" tanya Mey sembari mengusap kanvas putih yang Asak bawa.

"Apa saja, Mey."

Klok, tali penunjuk tiba-tuba berbunyi lebih kencang dari biasanya. Mengalihkan perhatian dua insan itu, lantas Asak melirik tali penunjuk. Dia berdiri dari duduknya cepat, wajahnya berubah panik. "Maaf harus meninggalkanmu, Mey. Tiba-tiba semua murid kelas satu diharuskan berkumpul."

Binar dimata Mey memudar, dia mengangguk setengah hati. Baru saja ingin bernostalgia, sudah ada penghalang lagi. Asak berlari meninggalkan ruangan Mey, melompat ke cangkir biru jurusan daerah selatan Sekolah Menengah Kosong.

Para murid kelas satu dipanggil ke gedung kelas, tepatnya kelas ilmu alam yang memang ruangannya lebih besar dari ruangan kelas yang lain. "Ada apa ini, Thom?" tanya Asak yang baru saja sampai, dia bertemu dengan Thom di pintu masuk. Tabung dengan tutup hampir penuh, namun tentu masih punya tempat kosong untuk semua murid kelas satu.

"Aku tidak tau, Asak. Namun beberapa murid perempuan yang sempat bergosip di sampingku tadi berkata jika ada yang mencuri soal ujian dengan cara meretas sistem yang berpusat di gedung pembimbing, " ucap Thom sembari berjalan di depan Asak, dia berbicara seraya memilih tabung dengan tutup.

Akhirnya mereka dapat duduk, tidak lama kemudian pembimbing datang. Wajahnya merah padam, begitupun dengan telinganya, tak kalah merah. "Dia benar-baner marah, Asak, " ucap Thom sedikit keras. Asak memukul tengkuk Thom, kelas sedang dalam keadaan sepi, bisa-bisany makhluk disampingnya itu berbicara keras.

"Mengaku sekarang akan saya beri keringanan!" teriaknya keras, mic kecil di sudut bibirnya membuat telingan Asak berdengung. "Tidak ada yang mau mengaku?" Semua tetap diam, Pembimbing menghembuskan napas kasar. "Baiklah, mari kita lihat rekaman pelaku."

Video itu mulai diputar, Asak membolakan mata saat meilhat seseorang dia kenal disana. Jubah kusut dan kusam itu terlihat sama dengan orang yang Asak kenal. Pemuda berjubah itu masuk ke salah satu ruang di gedung pembimbing, dia mengotak-atik mesin yang menjadi pusat soal-soal ujian semua mata pelajaran minat.

"Itu Laten."