89 Putri Tidur

[10 HARI MENUJU PERNIKAHAN ISA & DINA]

Pagi ini, semuanya berjalan lancar di mansion Dhananjaya, Arvin dan Salma sama-sama berhasil menutupi tentang kebenaran status hubungan mereka sekarang dari siapapun, termasuk Khansa, kecuali para pekerja di rumah makan Populer.

Hari ini adalah hari libur pertama Arvin, dan ia kembali bertemu dengan Khansa. Mungkin tidak ada yang aneh dengannya dan Salma, sebab sepanjang hari ini mereka terlihat akrab-akrab saja, tapi tetap saja mereka baru putus kemarin dan hal itu bukannya tidak menjadi penghalang di antara mereka untuk menjadi akrab, walaupun pada akhirnya mereka tetap menjadi akrab.

Hari ini Arvin bertemu dengan Khansa di sebuah kafe, dan kali ini Arvin kembali menjadi aneh bagi Khansa sebab untuk pertemuan mereka kemarin, Arvin terlihat baik-baik saja.

"Kau tidak meminum kopimu, ada apa? Kopi itu tidak mengandung sianida, tenang saja," ucap Khansa, Arvin lantas terkekeh kecil.

"Kau selalu tahu jika aku sedang memikirkan hal yang sepertinya mengganggu pikiranku, ya?" ujar Arvin.

"Karena ada perubahan jelas pada dirimu ketika kau sedang dalam masalah. Apa ini tentang Salma lagi? Kau bilang padaku kemarin jika masalahmu dengannya sudah selesai, kan? Bukankah kalian sudah berbaikan?"

"Ya, dan bisakah kita tidak membahas hal itu?"

Khansa sontak mengernyitkan dahinya.

"Maksudku, aku ingin bertanya sesuatu padamu," sambung Arvin.

"Apa?" tanya Khansa.

"Setelah semua pertemuan rutin kita ini, apa kau sudah terlepas dari bayangan burukmu di masa lalu?"

"Untuk sejauh ini, kurasa sudah, kau berhasil membuatku move on dan siap untuk membuka lembaran baru di hidupku tanpa dibayangi oleh lembaran lamaku."

"Jadi, itu artinya kau bisa hidup tanpa aku? Maksudku, itu artinya pertemuan seperti ini bisa kita hentikan?"

"A-aku tidak mengerti, ke mana arah pembicaraanmu?"

"Tidakkah itu sudah cukup jelas? Sepertinya aku ingin pertemuan kita usai, kau berhasil move on dan pertemuan seperti ini benar-benar sudah tidak diperlukan lagi, karena aku hanya membantumu untuk move on melalui pertemuan-pertemuan yang sudah kita lakukan tempo hari, dan sekarang kau berhasil move on, kau siap untuk melupakan hal-hal yang membuatmu terpuruk beberapa waktu lalu."

"Memangnya salah jika kita tetap bertemu di saat aku sudah berhasil move on? Menjalin hubungan yang baik dengan banyak orang bukankah hal yang bagus?"

"Aku tidak mengatakan kalau aku akan menghentikan jalinan persahabatan yang telah kita bangun, tapi, aku hanya ingin kita tidak bertemu selama beberapa minggu atau bulan, aku mohon."

"Kau memiliki masalah?"

"Tidak, aku hanya ingin menenangkan pikiranku pada jam istirahatku, benar-benar hanya untuk menenangkan pikiranku."

"Itu artinya kau memiliki masalah, ceritakan saja padaku, aku siap membantumu, sama seperti ketika kau membantuku."

"Khansa, mengertilah. Aku hanya butuh kesendirian."

"Tapi, kenapa? Kenapa sangat mendadak? Ada apa denganmu?"

"Aku- Argh, mungkin lebih baik bagi kita untuk tidak pernah bertemu lagi."

Khansa terkejut mendengar hal itu.

"Jangan kau pikir aku telah lupa bahwa kau datang lagi ke kehidupanku untuk menghancurkan hubunganku dengan Salma, aku hanya menjadi baik padamu karena masa lalumu. Meskipun kau datang ke kehidupanku lagi untuk memperbaiki dirimu sendiri, tapi kau tidak memikirkan Salma sama sekali, kau tetap egois," sambung Arvin.

"Arvin, apa masalahmu?"

"Aku tidak memiliki masalah denganmu!"

"Lalu dengan siapa?! Kau benar-benar aneh hari ini!"

"Dengan Salma dan kurasa kaulah penyebabnya!"

Semua pelanggan di kafe itu lantas memusatkan perhatian mereka kepada Arvin dan Khansa, keduanya kemudian sadar akan hal ini dan menjadi sedikit lebih tenang.

"Tapi, apa salahku?" tanya Khansa.

"Kami putus, dan itu terjadi beberapa hari setelah dia tahu tentang kau," jawab Arvin.

"P-putus?" Khansa tampak terkejut, namun terkejut dalam artian bahagia.

"Kau memutuskan hubungan kalian?" lanjut Khansa.

"Tidak, dia yang memutuskannya."

"Astaga pantas saja kau marah padaku. Arvin, aku tidak bermaksud untuk membuat hubunganmu dan Salma menjadi seperti ini, aku bahkan tidak kepikiran akan hal itu sama sekali, aku-"

"Sudahlah." Arvin menyela Khansa. "Yang kubutuhkan hanya kesendirian agar aku bisa menenangkan pikiranku, hari ini adalah hari libur pertamaku, aku akan menggunakannya untuk menyegarkan tubuh dan pikiranku," sambungnya.

"Baiklah, aku akan berusaha untuk mengerti keadaanmu. Jangan lupa, aku akan selalu ada di sisimu di saat kau sedang ada dalam kondisi duka ataupun suka, aku akan selalu ada untukmu, dan pastinya aku siap membantumu seperti ketika kau membantuku," ucap Khansa. Arvin lalu menatap wajahnya.

"Terima kasih," ujar Arvin, Khansa lantas melemparkan sebuah senyuman.

'Diluar dugaanku kalau masalah kuntit-menguntit bodoh itu akan mengakhiri hubungan mereka, tapi inilah yang kumau, baguslah. Wanda sepertinya tidak ikut campur dalam urusan mereka, tapi dia pasti tetap tahu segalanya, aku akan mempertanyakan semuanya besok kepada wanita itu,' batin Khansa.

***

Sementara itu, di mansion Dhananjaya, Ny. Zemira belum bangun sejak pagi, padahal ini sudah mulai memasuki pergantian siang dengan sore. Nyonya besar itu tampak baik-baik saja jika dilihat saat sedang tidur sekarang, tapi entah kenapa sangat sulit untuk membangunkannya, ia melewati sarapan dan makan siang yang baru saja selesai, sehingga Bunga, Kevlar, Raya, Tamara, Isa, Dina dan Tn. Farzin pun berkumpul di kamar Ny. Zemira dan Tn. Farzin.

"Ibu." Bunga membangunkan Ny. Zemira.

"Hm? sahut Ny. Zemira, ia sebenarnya setengah sadar sejak pagi, namun ia tetap mengantuk dan tidak bisa bangkit dari ranjangnya, bahkan untuk membuka mata saja sulit.

"Sejak pagi ibu bilang ibu akan bangun, ini sudah sore ibu, kenapa ibu belum bangun juga?"

"Iya, nanti ibu bangun," ujar Ny. Zemira dengan suara parau khas orang yang baru bangun tidur, tapi ia tidak membuka matanya sama sekali sejak pagi.

"Lihat, beginilah ibu sejak pagi, aku selalu membangunkannya, dan dia bangun, tapi selalu begini," kata Bunga kepada orang-orang yang membuka mata mereka di kamar tersebut.

Isa kemudian maju mendekati ibunya. "Ibu, apa ibu sakit?" tanya Isa.

Butuh beberapa menit bagi calon suami Dina itu untuk mendapatkan jawaban dari ibunya yang hanya menjawab "Tidak." dengan suara yang masih serak.

"Haruskah kita memanggil Dokter?" ucap Isa.

"Bibi terlihat baik-baik saja, seharusnya kita bisa membangunkannya tanpa bantuan Dokter," ujar Dina.

"Kak Bunga sudah membangunkannya sejak pagi, tapi ibu selalu seperti ini."

"Mungkin semua obatnya menyebabkan efek rasa mengantuk yang parah, makanya dia jadi seperti ini sekarang, dan aku rasa ini normal, mengingat obatnya banyak sekali, bukan?"

"Kau yakin semua obat itu bisa menyebabkan rasa kantuk yang sangat parah seperti ini?" tanya Bunga.

"Kenapa tidak?"

"Karena ibu belum meminum obatnya sejak pagi dan itu akan merusak siklus meminum obatnya yang sudah ditetapkan. Setidaknya ibu harus meminum obat."

Dina lantas terdiam.

"Ibu, ibu semalam begadang, ya?" Isa bertanya, namun Ny. Zemira tidak menjawab.

"Semalam kalian tidur jam berapa, ayah?" Isa akhirnya bertanya kepada Tn. Farzin, ia memberikan alarm pada ayahnya itu dan membiarkannya menunjuk angka yang tertera pada jam itu sebagai jawaban. Tn. Farzin lalu menunjuk angka 11.

"Kalian tidur bersamaan?" tanya Isa lagi, Tn. Farzin menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Ayah duluan?"

Tn. Farzin menggeleng lagi.

"Ibu duluan?"

Kali ini Tn. Farzin mengangguk, dan hal ini tentu saja semakin membuat Isa dan Bunga bingung, mereka hanya bisa saling melirik sekarang.

'Jadi racunnya bekerja secara bergantian, ya? Jika kemarin yang bekerja adalah racun yang membuat penglihatannya berkurang, maka sekarang racun yang bekerja adalah racun yang membuatnya seperti Putri Tidur. Kalau begitu, aku berharap kalau besok racun yang bekerja untuknya adalah racun yang membuatnya lupa akan banyak hal. Tapi, tidak kusangka racun sebanyak itu cara kerjanya bergantian, mereka seperti paham harus melakukan apa, hahaha,' batin Tamara. Tn. Farzin lalu melirik besannya itu.

'Kecurigaan Jhana sepertinya benar, Tamara adalah penyebabnya, tapi kenapa Zemira menjadi seperti ini? Apa ini adalah efek racun tikus yang diberikan oleh Tamara waktu itu? Tapi apa mungkin efeknya masih ada dan malah sampai seperti ini?' pikir Tn. Farzin.

Sesaat kemudian, seseorang mengetuk pintu kamar itu, Dina pun membuka pintunya, dan ternyata yang mengetuk adalah Mona bersama kedua adiknya, ia membawa semangkuk sup di atas nampan yang ia pegang.

"Boleh kami masuk?" tanya Mona, Raya mencoba untuk bersuara, namun Bunga menghalanginya dan membuat Raya terkejut, sebab sejak Bunga pergi ke rumah Jasmine beberapa waktu lalu, mereka benar-benar tidak berbicara sama sekali sampai sekarang.

"Kupikir kau bisa melupakan soal kasta mereka untuk keadaan seperti ini," ucap Bunga kepada Raya dengan nada bicara yang rendah, Raya pun hanya bisa diam, karena pada awalnya ia bermaksud untuk menakuti Mona agar gadis kecil itu tidak membawa sup yang bisa membuat Ny. Zemira siuman.

"Boleh saja," ujar Dina kepada Mona, ketiganya kemudian masuk dan Dina kembali menutup pintu kamar itu.

"Kami membawa sup untuk Nyonya Zemira," kata Mona, ia sadar bahwa Raya menatapnya dengan tajam dan ia membalas tatapan tajam itu dengan tatapan yang tak kalah tajam, dengan begini, Mona membuktikan kepada ibu tirinya itu bahwa ia sama sekali tidak takut kepadanya.

"Kau tidak melihat keadaannya? Dia tidak bisa bangun karena terlalu mengantuk! Jika untuk membuka mata saja sulit baginya sekarang, apa lagi membuka mulut untuk makan!" Raya membentak Mona.

"Itulah kenapa ada kata 'usaha' di dunia ini." Mona membalas Raya dengan tenang, namun berhasil membungkam mulut wanita itu, Tn. Farzin pun tersenyum melihat hal itu.

"Ingat apa kata ibu." Fina berbisik kepada Mona.

"Aku mengingat semua yang dipesankan ibu kepadaku, tenang saja," ujar Mona yang juga berbisik kepada Fina.

Ia mendekatkan sup hangat itu ke hidung neneknya. Baunya yang sangat enak berhasil membuat siapa saja jadi ingin menghabiskan sup itu dalam sekejap, namun sekarang, Mona berharap bahwa bau sup ini akan mampu membuat neneknya membuka matanya. Dan sepertinya usahanya membuahkan hasil, Ny. Zemira memberikan reaksi.

Ny. Zemira mengedip-ngedipkan matanya yang masih terpejam, pertanda bahwa ia berusaha untuk bangun. Disaat yang bersamaan, Fina dan Zhani kompak membangkitkan tubuh nenek mereka dan mendudukkannya di atas ranjang itu, sementara Mona terus mengarahkan sup itu ke hidung Ny. Zemira dan memasukkan sesuap sup tersebut ke mulut Ny. Zemira walaupun agak susah, namun pada akhirnya sesendok sup pun berhasil ditelan oleh Ny. Zemira yang masih dalam keadaan setengah sadar.

Semua usaha anak-anak Jhana itu berhasil, Ny. Zemira akhirnya membuka matanya yang terasa sangat berat akibat rasa kantuk yang tak berkesudahan. Semuanya kecuali Tamara dan Raya tersenyum, sementara Kevlar menunjukkan ekspresi datar.

avataravatar
Next chapter