webnovel

Bab 5

“Dasar bodoh, siapa suruh kau untuk menciumku!” gertaknya kemudian sambil menempeleng ringan kepalamu.

Kau hanya tersipu malu sambil mengulum senyum yang hambar pada kedua bibirmu, tanganmu pura-pura menggosok tepat pada bekas tempelengnya dengan tujuan agar ia mengira kau memang merasa sedikit kesakitan pada bagian itu.

“Jadi, kau pikir aku akan menciummu, hah?” ucapmu kemudian membela diri.

“Kau benar-benar bodoh ya!? Perempuan mana yang tak tau jika ia akan dicium oleh seorang pria hanya dengan melihat tatapan tajam tapi mesum kedua matamu itu tepat mengarah pada bibirku!?” jawabnya dengan sedikit panjang dan melebar, sambil tersenyum menyeringai penuh cemooh dan berbalut rasa kesal yang sarat.

“Kukira ... Kau,” balasmu tapi terputus sebab satu tempelengan lagi mendarat pada tepat di kepalamu, masih di tempat yang sama.

“Jadi kau kira aku mendekatkan wajahku tadi adalah bentuk dari sebuah permintaan!?” tanyanya lagi sambil tertawa terkekeh.

“Dasar benar-benar bodoh, itu kulakukan hanya untuk memeriksa pupilku, bukankah kau sebelumnya mengatakan pupilku sudah membesar sebesar danau!?” katanya lagi kemudian, lalu kembali tertawa.

“Ya, maaf, tadi aku lupa!” ucapmu lemah mengakui kesalahanmu, dan tawanya kembali pecah, kali ini diikuti oleh tawamu juga karena mendengar tawanya.

Setelah tawanya mereda, sedang tawamu hanya tinggal sisa, maka ketika itulah suasana kembali pada kondisi sebenarnya, sunyi, sunyi, dan sunyi, dan hanya meninggalkan bunyi ‘nging kesunyian’ yang gaduh dalam gendang telinga, menyelusup jauh sampai ke dalam benak, begitu memuakkan, begitu membosankan, semuanya seakan kosong, kosong, kosong, kosong, kosong, kosong, kosong, dan kosong.

“Maukah kau aku ceritakan satu kisah?” tanyanya padamu dengan tatapan yang meyakinkan. Memecah kesunyian.

“Ya aku mau ... Asal tidak seperti cerita malam kemarin! Ayo ceritakan padaku!” pintamu dengan nada rendah pada permulaan kalimat namun sedikit tinggi dan cepat pada ujungnya.

“Ya, tentu saja, ini cerita yang berbeda dari malam kemarin! Ini tentang kisah seorang gadis buta dan pangeran babi yang menikahinya. Dan kau! Mau tidak mau harus mendengarkannya. Sebab cerita ini sama sekali belum pernah kuceritakan selain hanya kepadamu, maka dengarkan baik-baik,” perintahnya sambil mengangkat jarinya pelan, kini baginya jari yang mungil itu terasa jadi berat sekali, matanya yang tadi membuka agak lebar kini terlihat tambah sayu dan berat, sedang dari pupil kedua bola matanya terlihat sekali jika ia sebenarnya sedang dalam keadaan setengah sadar akibat efek vodka yang tadi ia minum yang kini telah menjalar mengikuti setiap aliran darahnya, untuk kemudian dipompakan lagi oleh jantungnya menuju relung-relung keriting dalam benaknya.

Kemudian, seperti biasa, saat ia dalam keadaan setengah sadar—sebab setengah lagi kesadarannya sedang di bawah pengaruh minuman pahit dari Rusia itu, perempuan yang bernama Athena Vivian itu memang sangat suka sekali membual. Kadang, Ia bisa saja menceritakan apapun tentang dirinya, bahkan meskipun itu adalah aibnya sendiri. Ia sama sekali tak peduli perihal itu, meski telinga pendengar mulai memerah dan jantungnya berdegup lebih kencang dan cepat.

Kau masih terus menunggu kapan ia mulai bercerita, dan bunyi 'nging kesunyian’ yang memuakkan masih menerkam benakmu bulat-bulat.

Lalu, setelah ia menghirup nafas agak panjang, dan kau pun telah bersiap mendengarkan apa yang akan ia ceritakan itu dengan saksama, kemudian setelah ia membuang habis seluruh udara yang tadi ia hirup, ia pun memulai ceritanya; bahwa pada suatu masa yang jauh sekali ke belakang terhitung mulai dari sekarang, hiduplah seorang gadis buta di sebuah kampung di tepi sebuah sungai besar yang telah mengering bernama Plancaisa.

Gadis buta itu, ke mana pun ia ingin pergi, maka ia akan selalu dituntun oleh seekor anjing hitam besar yang besarnya hampir sama dengan tubuh gadis itu, dan perihal penglihatan gadis itu, semua orang-orang yang ada di sana tak pernah satu pun yang mengetahui kapan persisnya gadis itu kehilangan cahaya pada kedua matanya—mereka hanya tau bahwa gadis itu tiba-tiba telah begitu saja sejak ada di kampung mereka, dan mereka juga tak pernah bisa memastikan sejak kapan pastinya anjing hitam besar itu mulai menemani sang gadis.

Dan untuk yang tadi telah disebutkan, akhirnya membuat semua penduduk kampung itu hanya bisa mengira-ngira perihal apa pun tentang si gadis. Sebagian dari mereka bahkan ada yang beranggapan bahwa keduanya dilahirkan dalam waktu bersamaan; dalam artian mereka berdua itu juga keluar dari lubang yang sama—tentu saja yang dimaksud lubang di sini adalah lubang penanda bagi setiap manusia yang berlubang, dan meski setiap manusia memiliki lubang, tapi lubang yang satu ini bisa digunakan untuk membedakannya antara satu manusia berlubang dengan manusia berlubang lainnya yang tidak memiliki lubang yang satu dan khusus ini, melainkan memiliki tanda yang berbeda dan bukan dalam bentuk lubang, tapi berbentuk seperti sebuah pensil yang ujungnya diraut agak kasar, sehingga ujungnya jadi berbentuk lancip namun tumpul.

Lalu suara 'nging kesunyian' tiba-tiba kembali berbunyi dikepalamu, dan kau kemudian melihat kepada bibir perempuan itu; yang ternyata juga telah berhenti bergerak.

“Apakah kau masih mendengar ceritaku?” ucapnya kemudian setelah sejenak berhenti untuk memastikan bahwa kau masih mendengar ceritanya. Sementara itu, otakmu tengah melayang-layang terbang jauh menuju tempat yang tadi ia sebutkan dalam ceritanya, tapi sampai detik ini tempat itu masih saja belum bertemu oleh jangkauan radar ingatanmu.