Para siswa di kelas melihat ke luar jendela satu demi satu saat mendengar teriakan Rangga, dan siswa yang berada di koridor berhenti untuk melihat keseruan ini. Menurut mereka, akan terjadi hal yang menarik antara Ezra dan Rangga, dua pangeran sekolah.
Semua mata fokus memandang mereka bertiga.
Apa mereka akan berkelahi kali ini? Untuk memperebutkan gadis yang sama, Luna? batin mereka bertanya-tanya.
Ezra tersenyum dengan ramah pada Rangga.
"Aku meminta bantuan Luna untuk membantuku dalam menyiapkan pesta seni sekolah nanti. Kenapa?" katanya kepada Rangga.
Luna? Cuih.
Bagi Rangga, Ezra menyebut nama Luna dengan penuh kasih sayang.
Tanpa menjawab kata-kata Ezra, Rangga mengalihkan pandangannya ke Luna dan bergegas berjalan ke arah gadis itu.
Saat sudah sampai di depannya, Rangga menunduk dan berbisik di telinga Luna, "Benarkah…?"
"Oh, oh. Lihat itu!" kerumunan itu mulai ramai. Mereka berpikir jika Rangga mencium Luna. Padahal, pemuda itu hanya berbisik di telinganya.
Mereka yang melihatnya dari belakang memang berpikir, jika dengan posisi tubuh mereka yang berdekatan dan Rangga yang mendudukkan kepala, mereka berdua terlihat seperti seorang yang sedang berciuman.
Seseorang, mengambil ponselnya dan memotret mereka diam-diam dengan posisi itu.
Dia langsung mengirimkan foto itu kepada seseorang, orang itu adalah Anya.
Sedangkan, Luna langsung memundurkan tubuhnya dan mengelap telinganya dengan tangan. Dia lalu memandang dengan kesal Rangga dan bertanya, "Apa maumu?"
Kenapa dia seperti ini, sih? batinnya.
Melihat Luna yang terasa risi padanya, Rangga menjilat bibirnya dan tersenyum dengan licik.
Pemuda itu menoleh ke arah Ezra dan berkata, "Kak, Ezra. Aku ingat terakhir kali kau pernah memintaku untuk berpartisipasi dalam pesta seni sekolah, benar?""
"Ya" ujar Ezra dan dia melanjutkan, "tetapi kau menolak."
Rangga menjentikkan jarinya dan bertanya padanya, "Apa itu masih berlaku sekarang?"
Ezra mengerutkan alisnya. "Kalau kau bertanya padaku sekarang, itu sudah tidak berlaku karena sudah penuh dan tidak ada cukup waktu lagi untukmu tampil."
Pemuda itu juga menyadari apabila Rangga yang ikut berpartisipasi dalam pentas seni sekolah mereka, itu akan menjadi daya tarik utamanya. Namun, memang anggota yang akan pentas sudah penuh, terisi oleh orang lain."
Rangga tersenyum dan berkata, "Tidak masalah."
Dia mengalihkan pandangannya ke arah Luna. "Aku menginginkannya."
Semua orang yang berada di sana terkejut.
"Jadilah pelatihku" ujar Rangga lagi yang masih menatap ke arah Luna.
Orang-orang semakin terkejut dibuatnya. Sedangkan, Ezra menatap Luna dan melihat gadis itu tersenyum.
"Oke" ujar gadis itu, kemudian mendekat ke arah Rangga, dia melanjutkan, "Kau jangan menyesal."
"Ayo, kak" ujar Luna sambil melihat Ezra. Pemuda itu mengangguk padanya dan mereka berdua pergi dari tempat itu.
Rangga yang melihat kepergian mereka berdua tersenyum penuh kemenangan.
Di lain tempat, Luna dan Ezra berada di aula untuk melihat siswa lain latihan dan mempersiapkan pentas seni sekolah mereka.
Semua siswa sudah berkumpul di sini, dari bagian kostum, properti, hingga kru yang akan memvideokan pentas seni mereka.
Ketika semua orang melihat Ezra datang, mereka terdiam dan saat melihat Luna yang berada di sebelah pemuda itu, mereka memandangnya dengan pandangan bertanya-tanya.
"Setiap kelompok yang akan tampil, harus mempersiapkan diri terlebih dahulu, dan tampil sesuai nomor undian yang didapat" ujar Ezra sambil melihat mereka.
Beberapa siswa tampak tidak asing dengan Luna, namun juga ada yang tidak mengenalinya.
Salah satu dari mereka menggoda Ezra, "Ketua, apa gadis di sebelahmu itu pacarmu?"
Semua siswa di sana menjadi ribut, banyak yang bertanya tentang hubungan mereka berdua. Saat mereka melihat dua orang yang mempesona, pemuda tampan dan gadis cantik itu datang ke aula, mereka menjadi penasaran dan ingin tahu apa hubungan antara Luna dan Ezra. Baik yang mengenal Luna, maupun yang tidak mengenalnya.
Sedangkan, Ezra memandang Luna dengan malu setelah mendengar pertanyaan temannya itu.
Dia kemudian berjalan mendekat ke arah pemuda itu dan berbisik padanya, "Jangan bicara sembarangan! Apa kau tidak bersiap-siap!"
Semua orang yang ada disana memandang keduanya dengan curiga dan ingin tahu.
Ezra balik memandang Luna dan segera meminta maaf. "Maaf, orang-orang ini terlalu suka bergosip."
Luna berkata dengan tenang, "Tidak masalah, kok."
Bagi gadis itu, percuma saja melawan mereka dan menjelaskannya, orang-orang yang suka bergosip tidak akan mempercayai kata-kata dan penjelasannya. Jadi, Luna mengabaikan mereka dan membiarkan mereka memiliki pendapatnya sendiri-sendiri. Gosip juga lambat laun pasti akan berlalu.
Luna dan Ezra kemudian duduk di kursi yang sudah dipersiapkan.
Gadis itu mengambil sebuah kertas dan menyerahkannya ke Ezra. "Kak Ezra, ini kertas catatannya."
Ezra mengambil kertas itu dan mengangguk, kemudian mencatat sesuatu di situ.
Saat pemuda itu selesai, dia terkejut dengan kehadiran Rangga yang sudah duduk di sebelah Aluna.
Luna menoleh untuk melihat ke arah Rangga yang duduk di sebelah kirinya. "Kenapa kau duduk di sini?"
Rangga yang melihatnya dan berkata dengan santai, "Aku juga akan membantu Kak Ezra untuk meninjau ulang latihan, dan memberikan beberapa saran pada mereka. Lagipula, lebih baik jika banyak orang yang membantunya."
Saat dia berbicara, Rangga menoleh ke Ezra dan bertanya," Bukankah begitu, Kak Ezra?"
Ezra tidak mengelak perkataan, memang benar, jika banyak orang yang membantunya akan mempermudah semuanya. Dia kemudian memikirkan sesuatu dan berkata pada Rangga, "Apa kau tidak ingin latihan dulu?"
Rangga tidak tersenyum padanya dan membalas, "Pelatihku sudah di sini. Kenapa aku harus cepat-cepat latihan? Atau ..."
Dia berhenti dan mendekat ke arah Luna, dan melanjutkan,"Kau mau melatih dan membimbing secara pribadi, Nona pelatih?"
Luna mendorong kepala Rangga karena terlalu dekat dengannya dan dia juga merasa sangat risih.
"Duduk!" kata Luna dengan kesal.
Rangga hanya tertawa dan menurut.
Setelah beberapa saat, masing-masing kelompok menunjukkan bakat mereka di depan Ezra, Luna, dan Rangga.
Gadis-gadis yang tampil tersipu saat mereka melihat dua pangeran sekolah duduk dan melihat penampilan mereka dan memandang keduanya dengan pandangan kagum.
Pada saat yang sama, gadis-gadis itu juga melihat dengan pandangan penuh kebencian dan iri ke arah Luna yang duduk di antara dua pangeran sekolah. Namun, Luna tidak memperdulikan mereka dan hanya duduk diam.
Dan dia hanya memandang mereka dengan tenang yang membuat gadis-gadis itu semakin membencinya.
Setelah semua kelompok maju, Rangga dan Ezra beralih menatap Luna yang berada di sebelahnya yang tengah memberikan beberapa kritikan dan saran untuk mereka yang sudah tampil.
Gadis itu blak-blakan mengkritik kekurangan mereka, namun juga memberikan saran yang berguna untuk mereka. Luna berbicara dengan tegas dan lugas saat menjelaskan beberapa poin kesalahan yang dibuat.
Seperti saat dirinya mencontohkan sebuah nyanyian, yang ternyata suara Luna sangat merdu.
Atau mengkoreksi gerakan tari, yang gadis itu bisa ditarikan dengan gerakan melebihi seorang penari profesional.
Dan mencontohkan kesalahan not-not atau nada instrumen musik yang mereka mainkan. Luna dapat memainkan semua alat musiknya dengan baik.
Semua orang di sana memandangnya dengan kagum, bahkan Ezra dan Rangga hanya mengungkapkan beberapa pendapat mereka untuk kelompok yang sudah tampil pertama, dan kemudian hanya menatap setiap gerakan Luna, memandangnya dengan pandangan terpesona.
Ketika tiba waktunya untuk istirahat makan siang, mereka tetap melihat ke arah Luna dengan pandangan penuh kekaguman yang tidak hilang.
Ezra mengulurkan tangannya dan memberikan tisu pada Luna, sambil berkata dengan kagum, "Kau sangat membantuku. Aku seperti tidak ada apa-apanya tadi dibandingkan dirimu, Luna."
Luna mengambil tisunya, dan berterima kasih padanya.
"Tidak, kok. Aku cuma memberikan beberapa kritik dan saran pada mereka, Kak" ujar Luna sambil mengelap keringat yang ada di dahinya."
Rangga yang melihat interaksi antar Ezra dan Luna hanya memandang mereka dengan kesal.
Mereka bertiga kemudian membeli makanan dan makan di aula. Hanya ada mereka bertiga yang makan disitu.
Saat Luna akan memakan tahunya, Rangga yang berada di sebelahnya berkata, "Luna, aku mau tahumu."
"Hah?" Dia menoleh dan terkejut saat melihat Rangga menundukkan kepalanya dan memakan tahu yang ada di sendoknya.