Kinar pun kemudian langsung saja mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Tak lama kemudian terdengar ada sahutan dari seseorang yang berada di dalam rumah.
"Iya, sebentar," ucap orang dari dalam rumah.
"Ibu ... itu adalah suara Ibu. Hiks, Ibu aku rindu, Bu. Sudah satu bulan aku tidak pulang ke rumah ini. Aku terus menginap di kontrakan. Itu karena aku terlalu takut untuk menghadapi Ibu. Aku yakin Ibu pasti kecewa padaku. Ibu pasti sangat menyesal karena telah melahirkan diriku. Maafkan aku ya, Bu," celoteh Kinar.
Tidak perlu menunggu waktu lama, pintu pun telah terbuka memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri di ambang pintu.
Saat melihat siapa yang datang, tiba-tiba saja pelupuk mata wanita tersebut terlihat berkaca-kaca bersiap untuk meluncurkan cairan bening. Tak hanya wanita itu, bahkan mata Kinar pun telah berkaca-kaca.
"Ibu," ucap Kinar. Lalu keduanya pun langsung saja saling berpelukan dengan begitu eratnya seolah tidak ingin melepaskan satu sama lainnya.
"Kinar anakku sayang, kamu ke mana saja, Nak? Ke mana selama ini kamu pergi, Sayang? Mengapa tiba-tiba kamu tidak ada kabar? Hiks, apa kamu sama sekali tidak memikirkan ibumu? Kamu sama sekali tidak sayang kepada ibumu ini? Kenapa kamu bisa setega itu meninggalkan ibumu, Nak? Kenapa? Selama ini Ibu selalu mencarimu, Sayang. Ibu selalu menanyakan tentangmu kepada seluruh temanmu yang Ibu kenal. Hiks," tangis Ibu Kinar yang bernama Kiran.
'Hiks, Ibu, maafkan Kinar Ibu, maaf. Kinar tidak mungkin menceritakan hal yang sebenarnya alasan mengapa Kinar pergi, Bu. Kinar tidak mau Ibu mengetahui tentang pekerjaan Kinar, Bu. Hiks, Kinar tidak ingin Ibu terluka dan juga kecewa. Maaf ya, Bu. Ini semua juga bukan atas maunya Kinar sendiri, Bu. Ini semua gara-gara Ayah, Bu. Ayah yang telah membuat Kinar masuk ke dalam pekerjaan seperti itu. Ayah begitu tega kepada Kinar, Bu. Dia sungguh jahat. Kinar tidak ingin menjadi anaknya. Hiks, sejak dia memasukan Kinar ke dalam pekerjaan hina itu, maka Kinar sudah tidak ingin lagi mengenalnya. Kinar ingin menjauh saja dari Ayah, Bu'. Batin Kinar.
"Ibu, maafkan Kinar ya, Bu. Maaf, maaf, maaf! Sungguh Kinar tidak bermaksud seperti itu kok, Bu. Bahkan Kinar pun begitu sangat merindukan Ibu. Setiap harinya Kinar selalu memikirkan Ibu. Kinar khawatir kepada Ibu, Bu. Kinar juga yakin bahwa Ibu pasti tidak tenang karena telah ditinggal pergi oleh Kinar. Setiap saat hanya wajah Ibu yang terbayang di dalam hati dan juga pikiran Kinar, Bu. Maafkan Kinar ya, Bu. Tolong maafkan Kinar," ucap Kinar memohon dengan sangat kepada Bu Kiran.
"Hiks, jika kamu merindukan Ibu dan selalu memikirkan Ibu, lalu mengapa kamu tidak pulang, Nak? Apa alasan yang membuat dirimu tidak pulang ke rumah, Sayang? Apa alasannya?" tanya Bu Kiran.
Bu Kiran memang tidak tahu tentang Kinar yang telah bekerja di tempat hiburan. Dia bahkan tidak tahu perlakuan bejat suaminya yang telah memasukan putrinya ke dalam pekerjaan yang begitu hina.
"Ibu, sebenarnya ada alasan yang membuat Kinar tidak bisa pulang ke rumah, Bu. Maafkan Kinar ya, Bu," ucap Kinar.
"Apa alasannya, Kinar?" selidik Bu Kiran.
'Aku ... aku tidak bisa mengatakan alasannya kepadamu, Bu. Itu sangat tidak mungkin. Ibu pasti akan sangat syok berat saat mendengar kebenarannya. Apalagi Ibu memiliki penyakit jantung. Kinar ga mau Ibu sampai kenapa-napa, Bu'. Batin Kinar.
"Sayang, katakan kepada Ibu. Mengapa kamu malah melamun seperti itu? Ada apa ini sebenarnya, Sayang?" tanya Bu Kiran kembali.
"Tidak ada apapun juga, Bu. Kinar tidak pulang, itu karena Kinar ada sesuatu pekerjaan, Bu. Kinar telah memiliki pekerjaan. Kinar tidak bisa pulang karena Kinar tidak sempat," bohong Kinar.
'Ya ampun ... maafkan Kinar ya, Bu. Maaf karena Kinar sudah membohongi Ibu'. Batin Kinar.
"Jika benar kamu memiliki pekerjaan dan sangat sibuk, mengapa kamu tidak sekali saja untuk memberitahukannya kepada Ibu? Setidaknya kan kamu bisa menelepon Ibu, Sayang. Mengapa kamu tidak melakukan hal itu? Apa karena terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, sampai akhirnya kamu tidak mementingkan Ibu lagi. Iya, begitu, Nak?" tebak Bu Kiran. Seketika itu juga Kinar langsung menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Bukan seperti itu, Bu. Sumpah Kinar tidak pernah memiliki pikiran yang seperti itu. Bahkan Kinar pun juga sangat merindukan Ibu dan ingin menghubungi Ibu," aku Kinar.
Merasa kata-katanya saja tidak cukup untuk menjelaskan segalanya kepada ibunya, Kinar pun kemudian langsung saja bersimpuh di hadapan Bu Kiran. Kinar langsung berlutut tepat di depan Bu Karin. Dan di detik berikutnya, Kinar pun langsung saja bersujud di atas punggung kaki Bu Kiran lalu dia langsung mengecup kaki Bu Kiran sembari memohon maaf. Bu Kiran terkejut dengan tindakan Kinar yang seperti itu.
"Ibu, maafkan Kinar ya, Bu. Maaf, Bu. Kinar tahu kata maaf saja sebenarnya tidak cukup. Tapi saat ini tidak ada yang bisa Kinar lakukan lagi selain meminta maaf kepada, Ibu," ucap Kinar.
"Kinar sayang, anakku apa yang kamu lakukan, Nak? Jangan seperti ini, Sayang. Ayo cepat bangun. Bangun, Sayang," titah Bu Kiran.
"Kinar tidak akan bangun sebelum Ibu memaafkan Kinar. Selama Ibu belum memaafkan Kinar, maka Kinar akan terus saja seperti ini, Bu. Kinar akan terus bersujud seperti ini, Bu," putus Kinar.
"Hiks, Kinar ... bangunlah, Sayang. Ibu tidak marah padamu, Nak. Hanya saja Ibu begitu mengkhawatirkan dan juga merindukan dirimu. Ibu takut terjadi hal buruk padamu, Sayang. Itulah sebabnya mengapa Ibu sampai berucap seperti itu. Tapi sungguh, sebenarnya Ibu sama sekali tidak membencimu. Bangun, Sayang. Ayo, bangun," titah Bu Kiran.
Bu Kiran pun langsung saja membantu Kinar untuk berdiri. Saat setelah Kinar berdiri, Bu Kiran langsung memeluk Kinar. Tak hanya itu, Bu Kiran pun bahkan memberikan begitu banyak kecupan di seluruh permukaan wajah Kinar. Dia juga sesekali terus mengecup telapak tangan Kinar.
"Ibu, Ibu beneran tidak marah kepada Kinar kan, Bu? Apa Ibu marah kepada kinar?" selidik Kinar.
"Tidak, Nak. Ibu tidak marah padamu. Tidak mungkin seorang ibu bisa marah kepada anaknya sendiri, Sayang. Itu tidak mungkin," aku Bu Kiran.
"Ibu, terimakasih ya, Bu. Terimakasih banyak karena Ibu tidak marah kepada Kinar," ucap Kinar.
Bu Kiran hanya tersenyum saja dan lalu langsung membelai pipi Kinar dengan sangat lembut dipenuhi dengan kasih sayang seorang Ibu.
'Ibu, sentuhan Ibu ini yang sekian lama sudah sangat Kinar rindukan, Bu. Sentuhan Ibu begitu hangat. Kinar sangat nyaman dan damai saat disentuh oleh, Ibu. Kinar sayang kepada Ibu. Sangat sayang'. Batin Kinar.
"Sayang, ayo kita masuk ke dalam yuk, Sayang. Mari masuk, Sayang," ajak Bu Kiran.