webnovel

Musuh Misterius

Suasana mencekam semakin bertambah menakutkan diiringi dengan teriakan pilu si pria yang terikat di kursi. Air matanya mengalir, berusaha keras menahan rasa sakit yang dideritanya. Ia terkencing-kencing karena tubuhnya tak sanggup lagi menahan rasa sakit di jari jemarinya.

Menghancurkan jari-jari adalah salah satu cara penyiksaan yang paling kejam. Rasa sakitnya bisa membuat seseorang pingsan seketika. Bisa dibayangkan, jika jari jemari seseorang diremukkan semuanya sekaligus.

Tak berapa lama, iapun segera jatuh pingsan. Namun, si algojo tak ingin memberinya ampun. Ia segera menyiramkan air es yang sudah dipersiapkan sebelumnya ke kepala pria itu hingga seluruh bajunya basah kuyub, bercampur dengan keringat dingin yang membanjiri seluruh tubuhnya.

Velina menatapnya tanpa expresi. Wajahnya tidak menunjukkan kengerian sedikitpun. Justru, tatapannya semakin dingin karena pria itu bersikeras menutup mulutnya, tak ingin memberikan sedikitpun informasi padanya tentang siapa musuh yang telah mengirimnya kesini.

Keluarganya dan teman-temannya adalah batas kesabarannya. Dia tak akan memberikan ampun sedikitpun pada orang-orang yang berniat menyakiti mereka.

"Kau bisa pilih, kematian yang cepat, atau kematian yang menyakitkan?" tanyanya, sambil menaikkan sebelah alisnya.

Pria itu tertawa, ia terlihat sangat putus asa. Ia menggigit bibirnya. Tak peduli ia mati sekarang ataupun nanti, tak akan jadi masalah. Ia hanya menguatirkan istrinya yang baru sebulan ia nikahi, diculik oleh seorang lelaki misterius agar ia mau menjalankan misi bunuh diri ini. 'Apakah istriku akan dilepaskan? Apakah ia akan selamat?' Ia berkata dalam hati, merasa sangat bersalah karena ia telah melibatkan istrinya dalam hal seperti ini. 'Tolong maafkan aku, sayang!'.

Ia menutup kedua matanya yang penuh dengan air mata. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Terjebak diantara dua buah kekuatan besar, ia meratapi hidupnya yang hanya terlahir sebagai orang kecil. Ia berdoa kepada Tuhan agar di kehidupannya mendatang, ia dapat terlahir kembali dalam sebuah keluarga yang memiliki pengaruh dan berkuasa.

Dengan segera, ia membuat keputusan. Ia mencongkel sebuah pil kecil yang terselip di bagian pipi belakangnya dengan menggunakan lidahnya.

"Sialan!" Melihat hal itu, Velina segera berlari ke arah pria itu. Namun, sudah terlambat. Pria itu sudah terlanjur menelan pil yang disembunyikan dengan sangat baik itu.

Pria itu lalu tertawa histeris, menertawakan takdirnya yang malang. Tak berapa lama, tubuhnya mengejang, kedua bola matanya melotot menyeramkan. Busa berwarna keputih-putihan kemudian keluar dari dalam mulutnya tanpa henti. Kondisinya terlihat menakutkan.

Para penjaga terperangah, mereka saling bertatap-tatapan satu sama lain. Tak seorangpun menduga jika pria itu akan mencoba bunuh diri dengan cara seperti itu. Mereka semua bergidik ngeri melihat pengaruh pil mengerikan itu.

Beberapa detik kemudian, ia meregangkan nyawanya. Velina menarik napas panjang, lalu dia menatap keatas, ke arah langit-langit yang berlumut.

Tak berapa lama, dia mendapatkan sebuah panggilan telepon dari Jena.

"Pria itu merupakan salah satu anggota elit pasukan khusus kepolisian Vanesia" ujarnya dari seberang telepon dengan singkat.

"Baiklah, terima kasih!" Jawab Velina, lalu segera mematikan panggilan telepon. Dia lalu memijit-mijit pelipisnya. Ternyata masalah ini lebih sulit dari yang dia bayangkan.

'Seseorang yang dapat memberikan perintah khusus kepada para anggota elit pasukan khusus... Jabatannya pasti tidak main-main! Ataukah... Kemungkinan lainnya, pria ini mendapatkan sebuah ancaman?' Velina berpikir dalam hati, mencoba mengira-ngira semua kemungkinan yang ada.

Dia lalu menghela napas dalam-dalam, berusaha memecahkan misteri ini.

*******

Sementara itu, di sebuah ruangan kantor di suatu tempat, seorang pria paruh baya yang sedang duduk di sebuah kursi bos yang besar, menatap ke luar jendela, memandangi pemandangan malam kota Jet yang ramai dihiasi oleh kerlap-kerlip lampu malam sambil menghisap cerutunya.

Sebuah ketukan di pintu tak membuatnya membalikkan badan. Dengan penuh hormat, seorang pria muda berjalan mendekat, hendak memberikan sebuah laporan padanya.

"Bos, pria itu sudah mati!" Ujarnya, sambil menunjukkan sebuah aplikasi pada tablet yang sedang dipegangnya.

Sebelum menjalankan misi itu, ia sudah menyuntikkan sebuah chip ke dalam tubuh si pria yang mereka ancam, yang terletak di bagian belakang atas lehernya.

"Misi kita gagal lagi", lanjutnya.

Pria yang tengah duduk di kursi bos mendengus kesal. "Baiklah. kita akan atur rencana berikutnya", Jawabnya sambil menghembuskan asap cerutu, tanpa membalikkan badannya sama sekali untuk menatap asistennya.

"Bagaimana dengan wanita itu?" Asistennya bertanya dengan ragu.

"Bunuh saja. tak ada gunanya melepaskannya. Wanita itu sudah melihat wajahmu!" Jawabnya, tanpa iba sedikitpun.

"Baik, bos. Aku akan segera melakukannya" jawabnya lagi. Ia sama sekali tak berani membantah perintah atasannya.

"Lain kali kau harus lebih berhati-hati! Aku tidak akan berbaik hati lagi padamu jika hal seperti ini terulang!" Lanjutnya, dengan nada mengancam.

"Maafkan aku, bos..." Asistennya menundukkan kepalanya, tak berani mengucapkan kata-kata lainnya. Ia akan sangat celaka jika suasana hati bosnya sedang sangat buruk.

*******

Para anak buah Velina segera melepaskan ikatan si pria yang sudah tidak bernyawa itu. Karena pria itu sudah tidak memiliki tenaga sedikitpun, ia segera jatuh terjerembab begitu semua ikatan di tubuhnya dilepaskan. Ia jatuh ke lantai dengan posisi tertelungkup.

Ketika beberapa anak buahnya hendak memasukkan jasadnya ke dalam kantong mayat, Velina melihat sesuatu di tubuh pria itu yang sangat menarik perhatiannya.

"Tunggu dulu!" Ujarnya cepat-cepat, dia dengan segera mendekati jasadnya.

Duh! Kira-kira, siapa ya, yang memiliki niat jahat terhadap keluarga Velina?

Ini adalah bab ketiga untuk hari ini!

Terima kasih semuanya yang telah membaca novel ini dan memberikan batu kuasanya!

I love you 3000!

ヾ(@^▽^@)ノ

maiddictcreators' thoughts
Next chapter