Namaku Marni, ya kalian tidak salah dengar atau baca itu nama asliku ! akan ku ceritakan kepada kalian semuanya kenapa berubah menjadi Renata. Ceritanya panjang akan ku mulai dari masa kecilku.
Marni adalah nama yang diberikan kedua orang tuaku, ibuku bernama Ayu Ningsih sedang Bapaku bernama Somad, kami tinggal di sebuah desa di pinggiran kota kecil di Jawa Barat. Ketika aku dilahirkan, menggunakan jasa dukun beranak karena kalau ke rumah sakit sangat jauh bisa satu jam setengah baru sampai. aku anak satu-satunya di keluargaku, ibuku beberapa kali hamil tapi selalu keguguran entah kenapa sebabnya.
Kelahiranku tentu saja disambut bahagia walau hidup kami sederhana tapi tidak berkekurangan, bapaku seorang petani ia menggarap sawah milik kakek dan nenekku, hasilnya cukup bagi semuanya. Bapak dan ibu menikah muda, karena seperti itulah kehidupan di desa, bapak berusia 20 tahun dan ibuku 17 tahun ketika menikah, mereka hanya tamatan SMP setelah itu tidak dilanjutkan. Ibuku termasuk wanita cantik sesuai dengan namanya, sementara bapaku gagah dan termasuk tampan.
Kebahagiaan ketika waktu kecil hanya bertahah sampai 10 tahun, setelah itu tragedi demi tragedi menimpa keluargaku termasuk diriku, dimulai meninggalnya kakekku yang mendadak karena penyakit jantung dan itu membuat terkejut banyak pihak termasuk keluarga besarku tak menyangka ditinggal secepat itu. Setelah kakekku meninggal mulai lah konflik antar keluarga bapakku, bukan tak lain adalah masalah warisan. Sebenarnya sebelum meninggal semua putra putrinya sudah mendapatkannya walau tidak banyak.
Tapi dasar manusia yang tak pernah puas dengan apa yang didapat akhirnya terjadi pertengkaran terutama bapak dengan pamanku. Rupanya hal itu membuat nenek menjadi sakit karena memikirkan semuanya, tak lama dua tahun berselang setelah kakek meninggal, nenek pun menyusul.
Konflik semakin tajam karena sebagian besar dari keluarga bapak ingin rumah peninggalan kedua orang tua mereka dijual dan dibagi rata, tapi bapak menolak karena sejak awal kami sudah tinggal disini. Tapi entah bagaimana semua berubah akhirnya warisan pun dijual dan diibagi.
Bapak mendapat uang yang cukup lumayan, ia ingin membuka usaha karena sudah bosan menjadi petani, kami pun pindah kerumah yang lebih kecil. Usaha bapak yaitu berjualan di pasar, tapi sayang bapa kurang sabar ketika penghasilan kecil ia menganggap usahanya gagal. Dan berganti usaha lain dan begitu seterusnya sampai uang warisan habis digunakan modal usaha yang tak kunjung ada dan berhasil. Bapa pun memutuskan mengadu nasib di kota.
Bapak meninggalkan ibu dan aku berdua saja, untuk menghidupi kami berdua termasuk uang sekolahku ibu bekerja apa saja, berjualan kue, sayur dan sebagainya yang penting bisa makan dan aku tetap bersekolah, memang ada surat dari bapak sekaligus uang tapi itu tidak banyak menandakan bapak memang bekerja dari cerita orang-orang, bapak bekerja sebagai kuli bangunan di kota,
Aku termasuk anak yang pintar di sekolah, banyak lelaki yang suka kepadaku tapi aku orangnya pemalu, usiaku 14 tahun, ketika tahu ibu sakit. aku tidak tahu apa penyakitnya, Beberapa waktu kemudian tanpa diduga bapak pulang.
Sejak pulang bapak berubah drastis, dia sering pergi pulang malam. mulai mabuk-mabukan sampai bertengkar dengan ibu, bahkan suka berjudi. tapi kadang-kadang bapak sadar dan mulai bertani kembali walau sawah atau ladang milik orang lain. Satu kemudian diusiaku 15 tahun ibu meninggal dan itu sangat memukul perasaanku dan juga bapa.
Ternyata ibu menderita penyakit TBC yang sudah cukup parah karena tidak pernah diobati, hanya menganggap penyakitnya biasa. Setelah meninggal ibu, bapa kembali bertingkah lagi, minum-minum, judi hingga menimbulkan hutang yang cukup banyak, sekolahku terbengkalai karena uang yang harusnya buat aku sekolah di gunakan bapa untuk berjudi dan mabuk. Akhirnya aku pun putus sekolah.
Puncak dari semua itu aku dijual bapa kepada seorang temannya, aku terkejut dan tak menyangka bapa tega melakukan itu padaku. Aku dijadikan pembantu tanpa di gaji dirumahnya, hanya di kasih makan dan tempat tinggal, maksudnya tinggal dirumah tuan Darmono namanya.
Sejak menjadi pembantu, bapak tidak pernah menjengukku, membuatku marah dan benci kepadanya. Untungnya sebegian besar keluarga pak Darmono baik kecuali anak perempuan dan istrinya. Aku baru tahu ternyata istrinya yang kutempati sebagai pembantu adalah istri kedua pak Darmono. Dari istrinya kedua ini ia dikaruniai 2 orang anak satu lelaki yang menginjak remaja dan perempuan yang seumuran denganku.
Selalu ada saja kesalahan di mata keduanya, padahal aku rasa sudah benar tapi di mata mereka tidak ada yang benar, belum lagi penghinaan yang dilakukan oleh mereka. Ditambah pak Darmono selalu membelaku menambah bencinya mereka kepadaku.
Beberapa bulan kemudian tepatnya 3 bulan aku bekerja disana aku mulai digaji lumayan 300 ribu perbulan dan itu cukup banyak bagiku. Aku akrab dengan mba Sri pembantu sebelah, suatu hari ia menawari pekerjaan ke Jakarta katanya gajinya besar dibanding disini aku pun di beri alamatnya olehnya.
Awalnya aku baik-baik saja bekerja disini, dan tidak berurusan dengan bapakku lagi yang sudah menjualku. Aku hanya menerima kabar kalau bapaku ditangkap polisi karena tertangkap berjudi dan mencuri, hatiku menangis tak menyangka bapak sampai seperti itu nasibnya.
Tapi ternyata nasib buruk pun menimpaku, suatu hari tuan dan nyonya Darmono pergi ke luar kota beberapa hari, jadi di rumah hanya ada aku bi supi dan tentu saja putra pertama tuan Darmono bernama Ardhi. Suatu hari bi Supi minta ijin padaku untuk menjenguk putrinya yang sakit hanya malam ini besok pulang, aku tak keberatan tak bisa menolak.
Sebenarnya Den Ardhi sangat baik padaku tidak seperti adiknya dan juga mamanya tapi malam itu aku tak menyangka Ardhi akan berbuat senekad itu kepadaku, dia memperkosaku. Malam itu karena bi Supi tidak ada maka seluruh sisa pekerjaannya dilakukan olehku dan itu sangat melelahkan tanpa sadar aku tertidur pulas, sampai aku merasa tubuhku terasa berat ku buka mataku dan betapa terkejutnya aku, Ardhi sudah ada di atas tubuhku ! dan mengejutkan pakaiah atasku sudah terbuka hanya menyisakan bra ku saja. Aku meronta ingin melepaskan diri tapi tubuhku seperti tidak ada tenaga.
"Den, jangan ... den !" aku mengiba padanya agar dia tidak melakukan itu padaku.
"Sssttt ... diam jangan berteriak awas kamu !" ancamnya tercium bau minuman dari mulutnya ternyata ia sedang mabuk, dia menciumi ku dengan kaaar dan penuh gairah.
"Jangan ... den ... jangan !" mata ku menetes, seluruh pakaianku semua sudah di bukanya aku tak bisa melawan walau menjeritpun tak ada yang menolong karena rumah sepi.
Akhirnya keperawananku direnggut olehnya, walau tidak di keluarkan di dalam, dia mengacamku lagi agar tidak memberitahu kepada siapapun, aku hanya bisa menangis menyesali nasibku. Aku pun bangun dan kekamar mandi untuk menghapus noda kotor dalam diriku. Di kamar mandi aku kembali menangis sambil menahan rasa sakit.
Aku pun keluar dari kamar mandi dan ke kamarku, entah apa yang ada dipikiranku aku memutuskan pergi dari rumah itu. kubawa simpanan uangku dan beberapa helai baju, malam itu aku kabur dari rumah pak Darmanto.
Bersambung ...