21 Awal malapetaka.

Sosok berjubah hitam, mengenakan penutup wajah atau masker tengah menemui dan berbicara cukup serius dengan tuan muda Dravinda di bibir pantai.

Tuan muda Dravinda bahkan memberikan sejumlah uang kepada dua orang tersebut yang tidak jelas sama sekali wajah nya, dia tersengir penuh arti setelah melakukan nya, lantas mengibaskan tangannya kepada mereka untuk enyah dari hadapan nya.

"Vin ayo kejar aku, ayo kau jangan takut lautan tidak akan menelanmu?" Seorang gadis cantik berparas lembut memanggilnya dari pantai, bermain ombak hingga mini dress kuning hambar yang ia kenakan basah kuyup.

Ombak menerjangnya cukup kuat, menghantam pasir dan pantainya, tubuh gadis itu terombang ambing di sana, namun senyuman manis enggan lenyap dari bibir indahnya.

"Jangan terlalu ke tengah nanti kamu terseret ombak" teriak pria itu.

"Gak akan" jawab sang gadis sambil tertawa riang, suara tawa lepas nya beradu dengan deburan ombak yang kian semakin meninggi di bawah cahaya sunset sore yang memancar dari kaki langit, gadis itu terus saja tertawa ria tanpa beban dan tekanan, semakin memancar kan kecantikan luar biasa, apalagi bias cahaya senja itu mulai menyapa lembut tubuh kuyupnya.

Pria itu berlarian mengejarnya, menggapai tangannya, lalu menarik nya ke tepi pantai, kemudian melingkar kan kedua tangan kokohnya di pinggang ramping gadis tersebut, senyum manis tak enyah dari bibirnya.

"Ombak disini ramah padaku, kau takut sekali kehilangan ku, aku tidak akan hanyut aku sudah terbiasa disini" ucapnya sembari memegangi tangan pria yang tengah bergelayut manja di punggung nya dengan kedua telapak tangan melitit pinggang nya sangat erat.

"Jelas aku takut kehilangan mu, kau sangat berharga dalam hidupku, apa jadinya aku jika kamu pergi meninggalkan ku?"

"Entah itu takdir baik dan takdir buruk semua manusia pasti akan menghadapi nya dengan cara yang berbeda beda, jika kau selalu bahagia itu namanya kau tidak akan menemukan arti dari sebuah kedewasaan diri, paham kan?"

"Yah paham lah, cobaan nya jangan kehilangan kamu lah, karna saat itu arah ku juga hilang, aku akan dendam pada dunia ini, aku akan marah, bukan kedewasaan yang akan ku temui justru sebaliknya sikap buruk sangat buruk sebagai pembalasan karna dunia begitu tega memisahkan aku dan kamu"

Sang gadis berbalik badan, menatap nya lebih sendu, membelai sebelah pipi nya sambil tersenyum manis.

"Dengar sayang, tidak ada yang abadi di dunia ini, ada saat datang ada saatnya kita kembali, dari siapa kita berawal maka padanya kita kembali, ada dua pilihan awal dan akhir, siang dan malam, laki laki dan perempuan, langit dan bumi, bertemu dan berpisah, itulah hidup kau jangan sampai lupa arah dan tujuan, jangan berhenti hidup hanya karena kehilangan seseorang yang kau cintai, lanjutkan meski berat karna takdir baik itu akan datang di saat terbaiknya"

Kecupan hangat yang lembut mendarat sempurna sangat indah di dahi sang gadis hingga wajahnya kini merona.

"Aku berharap ketakutan akan perpisahan tidak akan menggentayangi cinta kita, i promise you are everything to me, now, tomorrow and later, forever"

"Ssshut jangan memberikan ku rasa ingin hidup selamanya di dunia ini dan melupakan satu hal bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini"

Keduanya berpelukan saling bertaut rasa, deburan ombak tak melunak justru semakin berdebur kencang menghempas pantai dan mengikis pasir nya, menyisakan air mata yang kini berhamburan mengejar pipi tuan muda Dravinda, wajah tegasnya merapuh dia tersungkur bertekuk lutut di pantai.

"Aaaaaakkkkk....." Teriak nya penuh penyesalan dan kekesalan sampai menonjok pasir dengan kepalan tangan nya yang kuat.

"Aku membencimu, aku membencimu, aku tidak pernah mencintai mu, kau merusak hidup ku, kau merusak hidupku..." Rintihnya.

Seseorang memegang pundaknya, telapak tangan kecil yang cukup kasar tertangkup lembut di pundaknya, dia tersentak lalu mendongak.

"Sadarlah, lanjutkan hidup mu, kepergian nya bukan akhir dari segalanya, percuma dendam tidak akan mengembalikan dia, kau hanya akan hidup terluka selama nya, dan dia juga tidak akan bahagia melihat mu seperti ini."

"Persetan dengan diriku, tidak peduli dunia yang telah merenggut nya dari ku dengan sangat kejam, aku akan hancurkan segalanya terutama manusia laknat yang telah melenyapkan nya, dia yang telah memisahkan ku dari cintaku, dia yang menghancurkan segalanya, dia harus mati dengan cara yang lebih kejam, itu janji ku, itu sumpah ku"

Seseorang itu hanya bisa mengelus dada sembari menggeleng kan kepalanya, setetes luka menitik jatuh membasahi pipi nya yang mulai mengendur, dia beranjak dalam langkah pelan meninggalkan pria itu sendirian dengan berbagai gerutuk dan geram yang menguasai dan terus menghasut hatinya, membenci dunia, membenci hidupnya sendiri.

*

"Apa yang harus Tan lakukan sekarang mi, dia telah pergi mi kemana Tan akan mengadu lagi mi?" Sang nona merintih memandangi potret sang ibu yang tersenyum memeluk dirinya di layar ponsel mahal nya itu.

"Janji dan sumpah yang akhirnya menyakiti Tan mi, Tan yang salah waktu itu Tan terjebak mi, andai mommy masih ada pasti rasanya tidak sesakit ini"

Mata kebiruan nya yang indah menerawang kemana mana, saat dimana dirinya di percikkan sebuah cairan keras entah itu cairan apa dan tidak jelas siapa pelakunya, hingga harus kehilangan penglihatan nya secara perlahan lahan, kesakitan demi kesakitan berhari hari dirasakan nya, berbagai cara dan metode pengobatan telah di lakoni sang ayah namun dokter memvonis kebutaan permanen adalah jalan terakhir sang nona jika tidak mendapatkan pendonor dengan segera.

Entah jebakan dari siapa, pada suatu malam sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya, para teman perempuan nya begitu antusias merayakan kelulusan dirinya dengan nilai terbaik dari sebuah universitas ternama dunia.

Katanya mengadakan party kecil kecilan dan kejutan kecil untuk nya di sebuah bar, tentu saja sang nona bersedia namun ketika dirinya di panggil ke atas panggung dan di pasangin mahkota, seperti percikan air sangat panas menyengat secara tiba tiba menimpa mata indahnya.

Sang nona terpekik dan meringis kesakitan, semua teman temannya buyar, mereka sudah mencari sana sini sumber dari cairan tersebut namun percuma, sia sia hasilnya nihil seseorang yang tega itu tidak berhasil mereka ketemukan.

Entah ada yang iri dengan keberhasilan dirinya, atau justru dendam musuh dalam selimut, entahlah yang jelas sosok Dewi penyelamatnya kala itu adalah sang wonder woman, Pare, wanita khusus boleh di katakan sebagai wanita penjaga nya setelah ibunya tiada.

"Semuanya berawal dari sana hidup ku semakin runyam awal dari malapetaka itu, dan mereka seenaknya melakukan transplantasi itu tanpa persetujuan Tan mommy, mereka tega mommy, mereka bukan nya memberikan dunia yang terang benderang terhadap Tan mi, mereka justru semakin membuat hidup Tan gelap mi semakin gelap, lebih baik Tan buta selamanya dari pada harus melihat kenyataan pahit seperti ini mi, demi menebus dosa yang secara tidak langsung Tan lakukan sekarang hidup Tan hancur, Tan tidak bisa mendekati cinta mi Tan mendustai cinta mi, Tan terkunci di sini mi, bawa saja Tan pergi mi hiks..."

Aliran hangat itu kembali menyapa pipi mulusnya, sangat hangat hingga terisak-isak dan tersedu sedu di sudut jendela.

avataravatar
Next chapter