webnovel

Khaira's Story (on going)

Setelah sembilan tahun, Khaira berusaha menutupi segala luka yang berasal dari masa lalunya. kalau bisa, dia ingin menghilangkan segala ingatannya akan masa lalu yang bagai mimpi buruk di malam harinya. "Melupakan memang bukan hal yang mudah, namun dibanding itu, menuju kebahagiaan adalah tujuan ku sekarang." Bagaimana kehidupan seorang Khaira Salsabila. Akan kah dia benar-benar bahagia atau masih ada batu di kehidupannya? yuk yang penasaran langsung cek aja ya. Jangan lupa tambahkan ke perpustakaan kalian ya. Buat plagiat plisss jangan mendekat!

kaima · Teen
Not enough ratings
32 Chs

sedikit kepingan dari masa lalu

Suara langkah yang mendekat membuat Raja tersadar dari rasa terkejutnya. Dengan takzim dia menyalami wanita itu, meski raut wajahnya belum berubah sama sekali. Bagaimana tidak setelah lebih dari sembilan tahun, baru hari ini mama mertuanya itu mengunjungi mereka. Bahkan di hari pernikahan mereka pun, Fara tidak hadir, dia memberikan begitu banyak alasan yang membuat Khaira muak dan berakhir dengan tidak menghubunginya hingga saat ini. Yah, usia pernikahan mereka memang masih baru berumur enam bulan dan selama itu Khaira tidak mengangkat atau mengabari Fara sama sekali.

"Raja, mama nggak nyangka kalau Rara belum siap sama kehadiran mama. Mama minta maaf gara-garas mama, Rara jadi begini, mama takut nak," adu Fara sambil menahan isakan yang siap  keluar kapan saja. Raja yang melihat emosi Fara langsung merengkuh tubuh renta itu di dalam dekapannya. Meskipun ia sama seperti Khaira, sempat marah kepada Fara. Tetap saja, hatinya tidak sekeras itu untuk mengabaikan Fara.

Setelah dirasa Fara dapat mengendalikan tangisannya, Raja melepas pelukannya. Dia mengusap kedua bahu Fara untuk menenangkannya. Hampir sepuluh menit, barulah Fara bisa kembali tenang.

"Ma, kapan datangnya? Kenapa nggak ngabarin biar Raja bisa jemput," Raja membuka suara di antara mereka setelah keheningan sempat tercipta di antara mereka.

"Mama mau menghubungi kamu, cuma ponsel mama habis batrai. Kamu apa kabar?"

"Alhamdulillah baik ma, mama sendiri? Tanya Raja sambil menggiring Fara ke sofa yang ada di ujung dekat tembok kamarnya. "Sama baik juga, mama rindu sama kalian, sama Rara terutama. Mama nggak nyangka ternyata kehadiran Mama membuat Rara jadi seperti ini.Mama merasa bersalah sama dia, mama udah berkali-kali menghubungi Rara, tapi tetap nggak dijawab. Mama tau mama salah, untuk itu Mama minta maaf sama kamu, sama Rara juga karena nggak bisa hadir di pernikahan kalian, mama sibuk banget waktu itu ngurusin Andra yang baru pulang dari Rusia, baru pulang langsung sakit itu anak, jadi mama nggak bisa kemana-mana. Tapi mama udah ngirim kado kan?" Jelas Fara panjang lebar.

"Iya ma, makasih kadonya. Khaira suka sama kimono yang mama beli. Ayah apa kabar ma, kok nggak ikut?"

"Baik, ayah kalian sih pengennya ikut, cuma ada proyek besar yang nggak bisa di tinggal. Jadi mama sendiri yang datang, nanti kalau pekerjaan ayah udah bisa di tinggal baru ayah nyusul."

Raja mengangguk mengerti, perasaannya tidak enak. Bagaimana jika Khaira tahu bahwa alasan mamanya tidak bisa datang lagi-lagi adalah karena adik tirinya? Raja tidak bisa membayangkan seberapa kecewanya Khaira. Karena selama ini, ketika Khaira pulang sekolah, tidak ada Fara yang menyambutnya. Hanya ada bi Yayan yang setia menunggu di depan pintu. Fara bahkan hanya menelpon sebulan dua kali, dan itu hanya untuk sekedar memberi tahu bahwa uang bulanannya sudah dikirim.

Setelah basa-basi cukup lama, Raja memutuskan kebawah. "Yaudah Raja kebawah dulu, mau bikin minum. Mama mau minum apa?" Tanya Raja bangkit dari duduknya.

"Terserah kamu aja." Raja mengangguk, dia menghampiri ranjang tempat Khaira tertidur. Diusapnya pelan dahi Khaira, ada raut lelah dan takut di sana. Dan itu membuat Raja tak suka, "bangung sayang, aku lebih suka kamu yang cerewet, aku nggak tahan liat kamu kaya gini," ucapnya pelan di telinga Khaira lalu mengecup pipi itu lama. Setelah itu, Raja berdiri dan keluar dari kamar.

***

Jam sudah menunjukkan angka tujuh disana, tapi Khaira seolah betah di alam mimpi hingga membuatnya enggan untuk bangun atau sekedar membuka mata. Seharusnya dia sudah bangun sejak pukul lima tadi, tapi karena dokter sempat memberi obat bius, Khaira mungkin tidak akan bangun hingga dua jam kedepan.

Saat ini Raja dan Fara sedang berada di ruang keluarga, karena tidak ingin mengganggu Khaira. Tapi tetap saja Raja bukan orang yang gampang lega. Dia adalah pria yang rasa khawatirnya sangat tinggi terutama dengan Khaira, jadi setiap lima belas menit sekali dia akan naik guna mengecek apakah Khaira sudah bangun meski kata dokter Khaira akan bangun dalam lima jam kedepan. Tetap saja rasanya ada yang aneh jika dia tidak memastikan sendiri.

"Rara selama hamil ngerepotin kamu nggak?" Tanya Fara penasaran.

"Enggak sih ma, cuma lebih cengeng aja. Terus juga bawel," balas Raja dan dengan otomatis otaknya memutar semua kecerewetan Khaira. Raja sangat suka melihat istrinya yang seperti itu dari pada yang pendiam. Menurutnya Khaira akan lebih cantik jika dia sedang mengeluarkan omelannya yang tidak jelas.

"Ngidamnya aneh-aneh nggak? Mama penasaran banget sama kehamilan anak mama itu."

"Sejauh ini aman ma, paling cuma minta dimasukin tengah malam aja. Dia jadi gampang lapar kalau udah masuk jam dua."

"Sama berarti, dulu waktu mama hamil Rara juga selalu lapar jam segitu, kalau dia ngikut mama pasti kehamilannya nggak berat," cerita Fara antusiasngingat masa kehamilannya dulu.

"Iya kayaknya Khaira ngikut mama deh soalnya dia juga nggak ngelamin morning sickness, cuma emosinya aja yang labil."

"Sam.."

Prangg!

Belum selesai kalimat yang hendak Fara keluarkan, suara pecahan gelas terdengar dari arah kamar tempat dimana Khaira berada. Dengan langkah lebar Raja menaiki dua sekaligus anak tangga, rasa khawatir akan Khaira yang kenapa-napa membuat Raja hampir tidak bernafas. Namun saat dia membuka pintu ternyata suara itu berasal dari bingkai Foto yang tadi ditaruh Fara di nakas samping tempat tidur mereka.

Raja yang melihat banyak kaca berserakan di lantai dan Khaira yang duduk bersandar di atas kasur menghembuskan nafas lega. Dia takut apa yang ada di kepalanya terjadi namun kini yang di lihat nya sungguh membuantamy teramat lega luar biasa. Dengan cepat Raja menghampiri Khaira, mengecek apakah istrinya itu terluka atau tidak.

"Kenapa fotonya di buang kaya gitu sayang, aku pikir kamu yang kenapa-napa tadi," ungkap Raja sambil meneliti setiap inci wajah istrinya.

"Siapa yang narok itu di situ?!" Tanyanya dengan nada kesal sekaligus marah.

Fara yang masih berdiri di depan pintu terpaku melihat bingkai foto yang dia bawa di lempar begitu saja oleh Khaira. Itu adalah bingkai dari Andra untuk Khaira karena Fara sempat memberi tahu anaknya itu bahwa Khaira sangat menyukai bingkai dengan ukiran yang rumit.

"Itu oleh-oleh dari mama sayang, ngomongnya jangan keras-keras gitu," jawab Raja masih dengan nada lembut tapi mengingatkan.

"Aku nggak suka ada foto orang selain kita di kamar ini, aku nggak mau."

"Tapi nggak harus di lempar kan, kamu bisa nyimpen di laci bawah."

"Terserah."

Khaira kembali membaringkan tubuhnya namun membelakangi Raja, dia kesal kenapa harus ada foto itu disana. Apa dia belum bilang bahwa dia tidak ingin mengingat masa lalu sedikitpun. Dia sudah berusaha mengubur semua bahkan memori di otaknya yang ada di masa lalu agar kehidupannya kini dan masa depan tidak lagi dalam bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan. Tapi kenapa mamanya hadir dan membawa sebagian kepingan itu kini? Tak tahukan Fara, Khaira harus menjadi pecundang dahulu agar ia bisa membangu tameng super baja untuk melindungi diri nya.

Fara berjalan dengan pelan menghampiri Khaira yang kini tengah berusaha menutup kuat matanya. Melihat hal itu, Raja pun dengan suka rela memberi ruang untuk ibu dan anak tersebut. "Nak, mama nggak maksud buat kamu marah, Mama cuma.."

"Cuma apa ma, Fara nggak pernah lagi minta mama untuk mengunjungi Rara disini. Karena semua permintaan Rara tidak akan pernah mama turuti. Kenapa sekarang mama harus datang dengan membawa itu."

******

Lanjut besok ya...

Batam, 4 November 20.