webnovel

On The Way Liburan

Perjalanan liburan ke malang tiba, kami berangkat habis subuh dari jakarta menyewa minibus. Tanpa pemberitahuan adik Dino bernama Indah Purnama dan adik Beni bernama Oliv Riyana ikut dalam liburan kami. Jadi total ada sembilan orang berangkat.

"Kak Daniel ini aku buatin banana cake kesukaan Kakak, ayo cobain." Ujar Oliv menyodorkan kotak makan ke Daniel.

"Kak aku juga buatin banana cup cake kesukaan Kak Daniel. Spesial pake adonan hati." Ujar Indah juga sembari menyodorka kotak makan dan jari tangannya membentuk hati.

"Maafin adik-adik kita Daniel, kita berdua bakal dicoret dari kk sama orang tua kalau kemauan mereka nggak diturutin." Gumam Beni.

"Ini dua bocil malu-maluin kita aja." Keluh Dino sambil menutupi wajahnya pakai topi karena malu melihat tingkah agresif adiknya pada Daniel.

"Sangat memalukan, gimana kalau kita bungkus pakai kresek." Usul Beni putus asa.

"Ide bagus." Balas Ringkas singkat.

"Hei kalian berdua sini, lupa perjanjian sama kita. Kalian boleh ikut tapi jangan ganggu Daniel." Gertak Dino.

"Daniel udah punya pacar, nanti pacarnya marah." Kata Beni asal.

"Oiya siapa pacarnya, aku nggak percaya sebelum Kak Daniel bicara sendiri." Protes Oliv.

Spontan aku memajukan diri berpura-pura jadi pacar Daniel karena terlalu muak melihat tingkah Indah dan Olive.

"Kenalin gue pacar Daniel. Jadi stop deketin Daniel kalau kalian lakuin lagi. Gue pastiin dengan kekuatan bulan tongkat pembasmi hama bakal muncul dari ubun-ubun kepala gue. Ciaattt." Ocehku ngawur.

"Astaghfirullah, mulai detik ini gue nggak kenal lu sya. Jauh-jauh dari gue." Keluh Gia.

"Kurang waras nih anak." Kata Dino geleng-geleng kepala.

"Tasya, lu bikin mulut gue gatal pengen ngumpat lu Sya, nambahi dosa orang aja. Enakan lu diam kalau lu berisik mulu, gue iket lu pakai tali tambang." Ucap Beni menarik hoodie jaket ku agar berhenti berulah.

Setelah berkumpul dan memasukkan barang ke bagasi minibus kemudian kami berangkat.

Dino duduk di samping supir. Beni, Daniel dan Danish duduk bertiga. Aku, Gia dan Lia duduk bertiga dikursi tengah sedangkan Indah dan Oliv duduk dikursi paling belakang.

Ditengah perjalanan Daniel sesekali menoleh kebelakang ke arahku. Entah perasaanku saja tapi aku merasa aneh dan dia terlalu sering menoleh kebelakang dengan memasati wajahku. Kedua mata kamipun tidak sengaja berulang kali bertatapan.

"Gia, ada belek nggak dimata gue atau ada yang aneh dimuka gue?" Tanyaku gelisah.

"Nggak ada yang aneh, isi kepala lu itu yang aneh." Jawab Gia buat aku frustasi.

"Gue nanya serius." Ketusku.

"Nggak ada Tasya, wajah lu bersih." Kata Lia melerai aku dan Gia.

"Terus kenapa Daniel ngelihatin gue dari tadi, memangnya salah gue apa?" Tanyaku penasaran.

"Salah lu itu gede banget, lupa lu tadi ngomong apa sebelum kita berangkat." Balas Gia dengan wajah ketus.

"Gue cuman ngomong pura-pura jadi pacar Daniel gitu doang, nggak lebih. Lagian niat gue ngelindungi teman dekat gue dari hama-hama yang deketin Daniel Mulu." Jelas gue ngotot.

"Lain kali kalau bertindak izin dulu walaupun itu pura-pura, niat lu baik tapi kalau merugikan Daniel sama aja niat lu sia-sia." Jelas Gia.

"Ya udah Sya jangan merasa bersalah, cari waktu yang tepat buat minta maaf sama Daniel. Jelasin kalau lu berniat baik bereskan." Ucap Lia memberi solusi padaku.

"Oke Lia, thanks." Balasku murung.

Waktu sudah menuju jam dua siang, kami berhenti di rumah makan dan mencari makan. Perjalanan cukup jauh memang menyita kesehatan tubuh, wajah Lia tampak pucat. Berjalan pun dia sempoyongan, aku dan Gia menuntun langkah Lia menuju tempat makan.

Kami masing-masing memesan makanan sedangkan Lia masih terduduk lemas kepalanya tiduran diatas dimeja makan.

"Lia minum air hangat ya." Tuturku mengarahkan secangkir air hangat ke bibir Lia.

"Gue olesi perut lu pake minyak angin ada campuran bawang merah biar perut lu enakkan." Sambung ku lagi sambil mengusap perut Lia.

"Makasih Sya, kalo kayak gini lu keibuan banget." Ucap Lia yang sempat-sempatnya masih bisa menggoda ku.

"Oke udah selesai, mendingan lu istirahat pejemin mata. Gue perhatiin lu dijalan main hape mulu, jadinya muyeng tuh kepala. Gue mau pesan gado-gado dulu" Oceh ku sembari menjitak pelan kepala Lia.

Aku menunggu pesana gado-gado sambil tanganku mengambil ponsel didalam kantong celana. Ternyata banyak chat masuk dari kakak ku, padahal aku cuman dua Minggu pergi liburan tapi pesannya kayak peragraf cerita.

Sekilas aku berpaling kearah Gia dan yang lainnya menunggu nasi soto.

"Sya, ada OD... Sya..." Suara pelan Gia sama sekali tidak terdengar yang terlihat hanyalah bibirnya komat-kamit.

"Apaan sih Gia, gue kagak dengar. Suara lu gedein dikit." merasa aneh.

"Ada ODGJ dibelakang kita jangan lihat dia, kita harus tetap tenang." Ujar Daniel, tiba-tiba ia mendekatiku dan sengaja membiarkan tubuhnya yang tinggi 183 CM menutupi tepat didepan tinggi tubuhku 160 CM.

ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) bekeliaran dirumah makan tempat kami berada. Aku sangat penasaran dengan ODGJ itu, mataku ingin sekali mengintip keberadaan ODGJ dibalik bahu Daniel.

"Kekasihku, dia pacar aku. Kembalikan pacarku sekarang, pergi kamu." Teriak ODGJ memukul bahu Daniel.

"Daniel dia mukul lu, kita lari aja ayo." Ajakku pelan mencogak keatas menghadap wajah Daniel yang saat itu tidak merespon.

Lalu dengan sigapnya kedua tangan Daniel mengunci tubuhku dikanan kiri sisi pinggangku yang saat itu tubuhku mentok bersandar dimeja pesanan, dia memberiku perlindungan erat.

"Ayo Daniel, entar bahu lu sakit." Cemasku sembari tanganku gemetaran menggenggam jaket Daniel, rasa takut ku makin menjadi saat ODGJ itu berontak dan berusaha meraihku bahkan semua pelayan rumah makan mencoba mengusir ODGJ itu.

"Daniel." Panggilku pelan pada Daniel yang sedari tadi diam dan hanya memandangi wajahku. Seketika tatapan mataku dan Daniel saling bertemu, seketika aku baru sadar ternyata begitu tampan paras wajah Daniel dari jarak dekat.

"Syukurlah ODJG itu bisa diamankan." Tutur Beni bernafas lega.

"Kalian baik-baik aja kan?" Tanya Dino bertanya padaku dan Daniel.

Daniel pun perlahan menjauh dari ku. Aku tidak bisa menyembunyikan ekspresi ku yang sangat terkejut.

Kami kembali ke meja makan menyantap makanan masing-masing. Tubuh Lia tampak masih sempoyongan, Gia memaksa Lia memakan beberapa sendok nasi.

"Lia sama siapa waktu ada ODGJ tadi?" Tanyaku mikir.

"Lia sama Danish dan Gia, mereka berdua langsung lindungin Lia pas lu tadi berdua sama Daniel." Terang Beni.

"Apaan sih berdua, Kak Daniel itu orangnya baik sama semua orang dan cuman niat nolong." Seru Indah protes dengan mimik tidak terima pernyataan Beni.

"Iya benar, mending Kak Tasya nggak usah Geer. Ketampanan Kak Daniel sangat cocok dan setara dengan kecantikan seorang wanita feminim berambut panjang, hitam dan lurus. Bodynya ramping tapi berisi, kulitnya putih dan terawat." Oceh Oliv ngerocos.

"Apaan sih kamu dek, sok tahu. Daniel belum pernah pacaran, selama ini dia lebih milih fokus belajar dan terbukti sekarang dia duluan dapet kerjaan dari kita-kita." Gumam Beni.

"Kerja dimana Kak Daniel?" Tanya Indah penasaran.

"Dia lulus jadi Pegawai Negeri Sipil BPK (Badan Pengawas Keuangan)." Terang Dino.

"Pantes Kak Daniel udah lulus duluan dari SMP sama SMA, sekolahnya aja dua tahun." Gumam Oliv.

"Lulusan tercepat lagi." Puji Indah dengan muka berseri-seri.

Setelah selesai makan dan istirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan. Kondisi Lia belum membaik, matanya kebanyakan terpejam karena pusing kepala.

"Lia duduk disamping Daniel aja ditengah, supaya anteng duduk dibelakang supir." Saran Beni.

"Iya bener juga, sekalian sandaran dibahu Daniel yang tegap dan kekar. Jadi pusing Lia berkurang." Timpal Gia.

Kami bertukar posisi, Daniel, Lia dan Gia duduk dibelakang supir. Danish, Beni dan aku duduk dikursi tengah.

"Tuh kan Lia kayaknya tidurnya nyenyak, nggak lagi rengek sakit." Seru Gia bicara pada kami.

"Daniel lu kayak superhero nongol tiba-tiba, gue terharu banget segitunya lu tadi ngelindungi Tasya sampai nahan pukulan ODGJ itu. Rasa pertemanan lu luar biasa Niel." Kata Gia membara.

Setelah lamanya perjalanan, akhirnya kami datang ke desa Loro Sewu. Suasana terasa sangat asri, pemandangan bukit yang hijau sangat indah.

"Halo, aku Puteri 20 Tahun dan ini adik saya Bagas 18 Tahun." Ujar wanita berkuncir satu mendadak muncul menyambut kedatangan kami.

"Hei Puteri, aku Dino dan ini adik aku Indah." Kata Beni sembari mengenalkan dirinya dan adiknya.

"Iya aku tahu, udah dikirimin Mas Geri poto kalian. Salam kenal semua. Ayoo masuk kita kerumah Mbah uyut Wandari." Ajak Puteri.

Kami pun bergegas membawa barang kami masing-masing. Lia tubuhnya masih kurang sehat dan tetap digandeng Daniel mengikuti Puteri.

"Mereka serasi ya kalau dekatan kayak gitu." Bisik Gia padaku.

"Iya serasi, sama-sama tinggi." Balasku singkat.

Malam semakin larut selesai makan malam, kami tidur dikamar masing-masing.

"Gia temenin gue masak mie instan dong." Bujukku merengek.

"Gue ngantuk, masak sendiri sana." Tolak Gia.

"Dapurnyo dibelakang sekali, seram tahu kalau sendirian." Pintaku lagi merengek.

"Bodo amat, gue ngantuk." Ketus Gia.

Kemudian aku memberanikan diri keluar kamar, melongo membuka pintu.

"Semoga ada seseorang yang belum tidur." Gumam ku sambil berjalan menuju pintu kamar.

Tidak disangka aku melihat Daniel sedang asyik dengan Handphonenya. Segera aku mendekatinya memastikan itu Daniel asli atau jelmaan.

"Aduh, Tasya.., kamu kenapa nyubit pipi aku." Ucap Daniel sontak menoleh padaku.

"Maaf Daniel, gue mau mastiin lu manusia bukan." Balasku asal.

"Maksudnya, aku hantu gitu." Kata Daniel tertawa.

"Iya, maafin gue ya." Sahutku cepat.

"Ya, aku maafin kamu." Balas Daniel tersenyum.

"Terus, Kamu ngapain belum tidur. Kamu mau ke kamar mandi?" Tanya Daniel heran.

"Gue mau masak mie instan, lu masih lama kan duduk dikursi. Temenin gue masak bentar ya, gue cepet ko masaknya." Bujukku memelas.

"Oke aku temanin kamu masak mie instan." Balas Daniel berdiri dan langsung menutup Hand Phonenya.

"Nggak usah nemenin gue, lu diem aja duduk dikursi lanjutin sama Hand Phone lu." Sambung pintaku.

"Masak mie instannya aku bantu, aku juga lapar pengen mie kuah pedas." Jelas Daniel ngotot.

"Nggak jadi deh, gue balik kamar ya." Tolakku cepat.

"Hei, kenapa nggak jadi kalau lapar nggak boleh ditahan. Ayo masak mie nanti aku bantu." Omong Daniel yang langusung menghadang jalanku menuju kamar.

Terpaksa aku menuruti perintahnya. Selagi menunggu air masak didalam panci, pikiranku penuh tanda tanya. Aku merasa sedikit aneh kenapa sama Daniel.

"Sya ini aku udah iris cabai dan daun bawangnya." Kata Daniel yang bikin aku kembali bingung.

"Oke, makasih." Balasku ringkas.

Selesai Membuka bumbu mie, sesekali aku menengok kearah Daniel dan benar saja Mata kami saling bertemu. Dia tersenyum padaku alhasil kebingunganku semakin bertambah.

Sehabis memasak mie instan, kami berdua makan bersama.

"Selamat makan." Seru Daniel semeringah melihatku.

Aku hanya bisa membalas senyuman tanggung padanya, pikiranku di liputin kebingungan.

"Besok sarapan mau masak apa?" Tanya Daniel memandangi wajahku.

"Belum tahu, rencananya gue sama Gia mau kepasar." Jawabku.

"Masak nasi goreng aja, masakan andalan kamu." Ujar Daniel semangat.

"Daniel kenapa lu ko ngomong sama gue pakai aku, kamu?" Tanyaku sangat penasaran.

"Kenapa nggak boleh, kamu keberatan ya." Balas Daniel menatapku.

"Bukan nggak boleh, aneh aja. kita kan udah temenan lama cangguh tahu Daniel." Sewot ku sinis

.

"Please ngomongnya balik asal aja ya." Rayuku mangamatin Daniel .

"Daniel." Panggilku pelan pada Daniel yang terlihat melamun kan sesuatu.

"Insya Allah." Balas Daniel singkat.

"Oh iya Daniel, gue minta maaf soal ngaku-ngaku pacar lu depan Indah Sama Oliv." Kataku menyesal.

"Aku nggak keberatan siapa tahu itu doa terus beneran jadi nyata. Aamiin." Canda Daniel.

"Ngaco lu Niel." Sahutku mulai gelisah.

Sesudah kami makan berdua, kami kembali menuju kamar masing-masing.

"Good night, Sya." Bisik Daniel dari belakang seketika bikin aku kaget.