Alangkah terkejutnya Panji dan Alena ketia baru sampai di depan rumah Panji ternyata ada mobil mewah berwana putih. Panji sudah menebak kalau mobil tersebut adalah milik ayahnya. Panji ragu kalau ayahnya malam ini sudah pulang dari luar negeri.
Ceklek
Panji dan Alena sama-sama membuka pintu. Hati Panji tiba-tiba merasa kesal setelah tahu kalau di dalam rumahnya benar-benar sudah ada ayahnya yang baru pulang dari luar negeri. Ayahnya terlihat sedang duduk berdua saja dengan mamahnya. Alena tidak tahu kalau laki-laki yang bersanding dengan mamahnya Panji itu adalah ayah Panji.
"Malam tante."Alena masuk dengan sedikit canggung karena ada laki-laki parubaya duduk di dekat mamahnya Panji.
"Panji kamu sudah pulang?"ucap ayah Panji saat tahu kalau Panji baru pulang malam-malam.
Panji tidak menjawab ayahnya tapi malah langsung duduk saja disebelah mamahnya. Seperti yang diketahui kalau hubungan Panji dan ayahnya tidak baik. Hal itu dikarenakan ayahnya terlalu sibuk dengan bisnisnya. Sampai-sampai lupa waktu kumpul dengan keluarga.
"Alena kenalin ini ayahnya Panji. Namanya Om Bambang."Alena duduk di sebelah Panji. Nyonya Diana nampak memperkenalkan ayah Panji kepada Alena. Alena kemudian melempar senyum kepada ayah Panji.
"Om kenalin nama saya Alena, pacar Panji."Alena langsung berdiri dan menghampiri Om Bambang untuk bersalaman.
"Cantik banget. Cocok kalau bersanding sama Panji."puji Om Bambang saat bersalaman dengan Alena. Panji menatapnya hanya biasa saja saat ayahnya memuji Alena.
"Gimana kerjaanmu ?"Pak Bambang menatap Panji. Panji dan semua orang tahu kalau yang ditanya Pak Bambang itu adalah Panji.
"Lancar kok."jawab Panji dengan datar dan tatapannya malah melihat yang lain. Alena heran kenapa perilaku Panji kepada ayahnya nampak dingin.
"Om tante tau nggak kalau tadi Panji datang ke rumahku untuk berkenaan dan sekaligus meminta restu atas hubungan kita sama mamah papahku. Dia berniat serius sama aku om. Mamah sama papah juga sudah merestuinya."Alena mengambil kesempatan saat suasana tengah hening dengan membicarkan kejadian tadi ketika berada di rumah Alena.
Ayah Panji kaget setelah mendengar pengakuan dari Alena barusan. Seperti yang telah diketahui dari istrinya kalau Panji sudah putus dari Raisa. Padahal sebelumnya sudah diketahui bahwa Panji akan menikahi Raisa dalam waktu dekat. Namun rencana itu tinggallah kenangan karena hubungan mereka kandas di tengah jalan. Raisa telah mengkhianati cinta Panji. Semua informasi itu didapatkan dari istrinya. Om Bambang ragu kalau Panji sudah benar-benar move on dari Raisa dan kini berniat menikahi Alena pacar barunya itu. ayah Panji sadar kalau wajah Alena tidak jauh cantik daripada Raisa jadi wajar kalau Panji benar-benar mencintainya dan sudah melupakan Raisa.
Sedangkan Nyonya Diana malah terlihat seang dan lega akhirnya Panji akan menikahi Alena. Sebab kalau dilihat-lihat hubungan Panji dan Alena sudah sangat dekat. Jadi alangkah baiknya kalau memang sudah saling mencintai langsung memutuskan untuk menjikah saja.
"Kamu sudah siap menikah nak?"tanya Pak Bambang sambil memajukan kepalanya menatap Panji dengan dekat. Panji langsung mengangguk.
"Memang kenapa om?"tanya Alena terlihat bingung kenapa ayah Panji terkesan tidak suka dengan keseriusan Panjii terhadapnya.
"Maksud om Bambang itu, umur Panji kan masih muda. Apa sudah mantap untuk menikah? Secara Panji kan bisa dibilang baru putus dari mantannya sebelumnya. Pernikahan itu kan sacral jadi harus dimantapkan dulu niatnya."jelas mamah Panji kepada Alena agar tidak salah paham.
"Ohttt."
"Saya sudah siap."jawab Panji menatap mamahnya.
"Ya sudah kapan pah kita ke rumah Alena untuk membahas pernikahan mereka."Nyonya Diana giliran menatap suaminya.
"Secepatnya kalau bisa om. Wkwkwk."kata Alena dengan semangat. Seketika semua orang menatap ke Alena. Termasuk Panji juga kaget Alena sebegitu ngebetnya ingin dinikahi. Mamah Panji langsung tertawa.
Mereka berempat asyik membahas rencana kapan keluarga Panji akan datang dan melamar Alena. Ditengah asyiknya Panji dan Alena itu, dibelahan bumi lain ada seorang cewek yang harus hidup sendirian sambil menaggung beban sendirian, dialah Arini. Padahal beban yang dipikul Arini sekarang tidak lepas dari kesalahan Panji sendiri.
Arini sekarang duduk sendirian di kamarnya. Dia merasa capek sekali. Mungkin habis jualan keliling tadi pagi. Belum lagi dia harus bersih-bersih rumah milik Dilan itu. Secara dia hanya menumpang saja di rumah Dilan. Dia sudah bersyukur bisa tinggal di rumah Dilan dengan gratis jadi tidak usah memikirkan beban biaya untuk tinggal di rumah Dilan. Sebagai ungkapan terimakasih kepada Dilan, sehabis pulang dari jualan dia langsung membersihkan rumah Dilan.
"Semoga kita bisa hidup tanpa papahmu itu ya nak."Arini istirahat sambil menyandarkan punggungnya ke tembok. Dia sempat meneteskan air mata karena tiba-tiba teringat perjuangannya yang harus hidup sendirian di Kota Bandung. Andai Panji tahu kalau Arini sekarang telah mengandung anaknya. Apakah dia akan bertanggung jawab atau malah membiarkannya.
Dret dret
"Halo."Arini membuka ponselnya ternyata ada panggilan masuk dari Dilan. Tangannya langsung mengusap air matanya yang jatuh tadi.
"Kamu sedang apa? Kamu baik-baik saja kan ini?"tanya Dilan dari sana.
"Aku baik-baik saja kok, ini aku lagi istirahat."jawab Arini dengan santai padahal tadi habis menangis
"Jangan capek-capek ya. Ingat bayimu itu."pesan Dilan. Arini tiba-tiba kangen dengan Dilan yang selalu menjaganya kemarin.
"Siap bos. Hiks…hiks…."Arini tidak kuat karena kangen dengan Dilan. Kemarin saat ada Dilan disampingnya dia tidak merasakan kesepian dan merasa keteteran tapi sekarang dia merasa kesepian saat di rumah sendirian.
"Jangan nangis. Aku yakin kamu pasti bisa melewati ini semua. Aku yakin kamu pasti bisa."tidak ada kata selain kata penyemangat buat Arini sekarang. Dilan tahu pasti susah menjalani kehidupan Arini saat ini. Tapi Dilan yakin kalau Arini itu anaknya kuat dan pasti bisa melewatinya.
"Ya aku pasti bisa. Hiks…hiks…"Arini berusaha menanamkan kata-kata Dilan di hidupnya agar tidak putusa asa dengan keadaannya sekarang.
"Arin besok akan ada sesuatu datang ke rumah. Nanti tolong diterima ya."ucap Dilan. Arini langsung merasa bingung dengan perkataan Dilan barusan.
"Maksutnya?"
"Udah diterima aja. Oh ya aku ini ada urusan, besok lanjut lagi ya."Arini langsung mengakhiri percakapannya dengan Dilan.
Arini kembali merasa sedih setelah tidak mengobrol lagi dengan Dilan. Menurutnya kehadiran Dilan sangat menghiburnya dan membantunya. Tapi sekarang dia harus hidup sendirian dan berjuang mencari rezeki sendiri untuk memenuhi kebutuhannya dan anaknya.
"Panji andai kamu tahu kalau aku sekarang tengah mengandung anakmu dan berjuang demi anak ini."Arini menangis lagi sambil mengingat Panji dalam hatinya. Tak bisa dipungkiri dalam perasaannya tiba-tiba merindukan sosok Panji. entah itu karena bawaan anaknya atau tidak. Padahal sebelumnya dia sama sekali tidak mengingat Panji.
Ditengah-tengah pembicaraannya dengan Alena dan orangtuanya, tiba-tiba pikiran Panji terlintas wajah Arini didepannya. Seketika Panji langsung terkejut saat teringat Arini. Padahal Arini sudah keluar dari rumahnya
"Kenapa ya aku ingat terus sama dia. Tadi aja saat aku mau gituan sama Alena tiba-tiba wajah Arini muncul di depan mataku."batin Panji sambil melamun.
"Saya sih nurut saja om tante. Jujur saya sangat mencintai Panji. begitupula sebaliknya Panji juga cinta sama saya. Ya sayang.?"Alena memanggil Panji dan disuruh mengakui di depan orangtuanya kalau Panji juga cinta sama dia.
"Apa ?"Panji terlihat kaget sekali dan tidak mendengar apa yang sudah dikatakan Alena.
"Kamu ngapain sih? Melamun apa?"Alena bertanya dengan lirih. Panji melihat Alena sedikit kesal karena tidak diperhatikan saat bicara tadi.
"Kamu cinta aku juga kan?"tanya Alena sekali lagi kepada Panji. Dalam hatinya tidak ikhlas harus mengulangi perkataannya kepada Panji. itu memperlihatkan kalau Panji tidak serius dengannya
"Saya sayang sama kamu."Panji langsung menarik tubuh Alena kedalam pelukannya. Orangtua Panji melihatnya sangat senang. Setelah sebelumnya mereka dibuat tegang karena Panji tidak menjawab pertanyaan Alena. Dan kini mereka telah lega karena Panji dan Alena benar-benar saling mencintai. Alena tidak marah lagi kepada Panji setelah dipeluk tadi.
"Nanti aku tanya sama mamah. Yang terakhir lihat dia pergi ya mamah."batin Panji dalam hati sambil memeluk Alena dihadapan orangtuanya. Pikirannya masih penasaran dengan Arini. Itu saja karena Reihan kemarin tanya sama dia mengenai Arini.
Ini sudah larut malam kini giliran Panji menghantarkan Alena pulang. Selama perjalanan dia hanya fokus pada jalanan dan tidak memperdulikan Alena disampingnya. Padahal biasanya ketika mereka semobil pasti Panji dan Alena mesra sekali.
Mungkin mereka sudah capek juga setelah seharian bekerja dan pergi mondar mandir ke rumah Alena dan terkahir ke rumah Panji. Setibanya di rumah Alena, Panji tidak lupa mencium dahi Alena dengan manis.
"Aku nggak tahu kenapa seharian ini aku sering mikirin dia. Ada apa dengannya. Lantas apa urusanku padanya hingga aku sering kepikiran dia."batin Panji sambil memikirikan Arini lagi.
"Pokoknya sepulang kerja aku harus tanya sama mamah.Alasan dia keluar apa.Apa karena aku."Panji masih menerka-nerka. Dia juga tidak bisa lupa dengan perbuatannya kepada Arini yang masih polos itu di dalam kamarnya.
Sesampainya di rumah, Panji langsung mencari mamahnya. Kebetulan mamahnya sedang berbincang-bincang di ruang tengah bersama ayahnya. Panji langsung mendatangi mamahnya dan mengajaknya berbicara berdua saja di meja makan karena tidak ingin ayahnya mendengar pembicaraannya mengenai Arini. Kali ini Panji mau menyelesaikan dan mengetahui alasan apa yang membuat Arini berhenti bekerja.
"Pah aku mau bicara dulu sama anak kita di meja mkaan."mamah Panji berpamitan dengan suaminya yang masih asyik menonton terlvisi. Ayah Panji melihat anaknya sedang menggandeng mamahnya menuju ke meja makan. Ayah Panji penasaran dengan apa yang akan dibicarakan Panji kepada mamahnya hingga tidak melibatkannya dalam pembicaraan mereka itu.
Sesampainya di meja makan, Nyonya Diana langsung duduk dan bersebelahan dengan tempat duduk Panji.
"Ada apa sih nak? Kok kayaknya penting banget."Nyonya Diana penasaran banget sama apa yang akan dibicarakan Panji kepadanya.
"Mah aku mau tanya serius banget ini. Kenapa dia berhenti dari rumah kita?"Nyonya Diana bingung dengan maksud Panji. Siapa yang dia maksud itu.
"Dia?"tanya Nyonya Diana bingung.
"Arini mah."kata Panji dengan cepat namun pelan agar ayahnya tidak mendengarnya.
"Kenapa emangnya?"mamahnya tibat-tiba kaget karena Panji tiba-tiba mengungkit Arini.
"Nggak papa Cuma nanya aja."jawab Panji dengan terbata-bata. Dia juga bingung sendiri kenapa bisa sepenasaran itu sama Arini.
"Mamah juga nggak tahu. Katanya ada urusan."Nyonya Diana masih ingat dengan kesepakatanna dengan Arini untuk tidak membocorkan kehamilan Arini kepada orang lain termasuk Panji anaknya sendiri. Dia tidak mau membuat Arini malu, dengan Panji mengetahui keadaannya yang sedang hamil sama laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu. Padahal laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu adalah Panji anaknya sendiri.
"Apa sih kalian. Kalau mau bahas tunangan ya sini. Masak papah nggak dilibatin."goda ayah Panji. Panji dan mamahnya seketika lagsung diam .
"Apaan sih."jawab Panji dengan kesal karena masih kesal dengan ayahnya. Kini Panji malah langsung pergi ke kamarnya. Ayahnya hanya menatap kepergianPanji menuju ke lantai atas.
Panji langsung pergi meninggalkan mamahnya yang masih duduk di kursi dan kini malah berjalan menuju kamarnya. Nyonya Diana menatap Panji dengan heran. Kenapa Panji terlihat aneh dengn tanya-tanya mengenai Arini.