Lizzy membulatkan matanya. Dia tak salah dengar, 'kan? Saga mau mengikutinya! Dasar pria gila. "Apa? Kau ingin mengikutiku?" tanya Lizzy menyakinkan kalau pendengarannya tak bermasalah.
"Tentu. Aku tak mau terjadi masalah padamu." jawab Saga dengan wajah tenang berbeda dengan Lizzy yang memasang wajah terkejut dan muram seolah-olah permintaan Saga sangatlah berat untuk dituruti.
"Tidak mau. Saga aku ini bukan anak kecil lagi, aku sudah dewasa berhentilah mengkhawatirkanku!" protes Lizzy tak terima.
"Pokoknya aku akan ikut denganmu!"
"Tidak! Akan lebih baik kalau aku tinggal saja di rumah!" Saga melotot kesal pada Lizzy yang kini bersidekap dada sambil membuang muka. Keduanya sama-sama diam karena kesal dengan satu sama lain. Saga harus mendapat sebuah ide agar dia bisa ikut dengan Lizzy.
Setelah berpikir lama, Saga akhirnya mendapat sebuah ide. Dia menampilkan senyuman misterius ketika menatap kembali Lizzy. "Jika itu maumu, apa boleh buat aku menyerah." Saga berdiri dan melangkah keluar dari kamar Lizzy.
Lizzy memincingkan matanya kepada Saga. Ada sesuatu yang aneh di mata Lizzy. Saga sepertinya merencanakan sesuatu dan Lizzy akan cari tahu apa yang direncanakan oleh Saga.
💟💟💟💟
Keesokan harinya, perhatian Lizzy selalu tertuju pada Saga. Gerak-gerik Saga tak luput sama sekali dari penglihatan Lizzy. Sama halnya kemarin, Saga bersiap-siap menuju ke kantor. "Bibi Santi, Lisa aku pergi dulu." pamitnya sambil menatap bergantian Santi dan Lizzy.
Lizzy bergumam tak jelas sementara Santi tersenyum ramah. Tanpa disadari oleh Lizzy, Saga mengedipkan matanya kepada Santi menandakan bahwa rencana akan dimulai. Saga lalu keluar dari apartement dan tak terlihat lagi. Lizzy tersenyum. Gadis itu cepat-cepat masuk ke kamar dan mengganti bajunya.
Setelahnya, dia menghampiri Santi yang sibuk mengemasi rumah. "Bibi, aku pergi dulu. Nanti sore aku akan datang." Santi memamerkan senyum ramahnya.
"Baik Nyonya hati-hati dijalan." Lizzy menyahut dan berjalan keluar dari apartetment. Santi dengan tenang meraih telepon rumah dan menekan beberapa nomor. Ditaruhnya ke salah satu telinga.
"Halo, Tuan Saga. Nyonya Lisa sudah keluar." lapor Santi pada Saga yang saat ini berada di lobi apartement. Dia sengaja pergi duluan agar tak dicurigai oleh Lizzy karena dia akan mengikuti gadis itu secara diam-diam.
"Baiklah, aku mengerti." Telepon ditutup oleh Saga dan dia bergerak ke tempat aman agar dia tak terlihat oleh Lizzy. Tak lama berselang, Saga melihat Lizzy keluar dan berjalan menuju terminal bus.
Saga berjalan mengikutinya dengan menjaga jarak aman. Kebetulan banyak sekali orang yang berada di terminal sehingga Lizzy tak mengetahui kalau Saga mengikutinya.
Bus akhirnya datang dan dinaiki oleh Lizzy. Saga yang melihat itu langsung ikut naik ke bus yang sama. Masih dengan jarak aman, Saga memperhatikan Lizzy sibuk berkutat dengan teleponnya tengah duduk sementara dirinya berdiri.
Saking asyiknya memperhatikan Lizzy, dia tak sadar kalau Bus berhenti di terminal lain. Hanya sedikit orang yang turun dan banyak sekali orang yang masuk sehingga dalam bus menjadi pengap.
Saga pun tak bisa melihat tempat duduk Lizzy. Dengan tubuhnya dia berusaha menerobos orang-orang itu untuk mendekati gadis yang berusia 22 tahun tersebut. "Silakan Bu," Suara Lizzy terdengar dan dia menemukan Lizzy telah berdiri. Kursi yang awalnya ditempati oleh Lizzy kini sedang diduduki oleh wanita tua.
Rasa bangga menyelimuti perasaan Saga. Dia senang karena Lizzy membantu orang yang lebih tua. Tapi rasa itu cepat menguap ketika memperhatikan seorang pria yang berada tepat di belakang Lizzy. Wajah dari pria itu menunjukkan ada sesuatu yang akan dia lakukan.
Saga menjadi was-was dan terus memandang tajam pada si pria yang tak dia kenal. Si pria mencondongkan tubuhnya pada Lizzy yang tak tahu menahu dan entah karena apa, si pria menyeringai.
Segera saja Saga mendekati si pria dan Lizzy. Dia mencekal tangan si pria yang berusaha menyentuh tubuh Lizzy. Si pria sontak menoleh pada Saga dengan lirikan protes tapi begitu dia melihat tatapan Saga yang tajam penuh intimidasi, si pria langsung membeku.
Saga mengisyaratkan pria itu agar pergi dan tanpa perlawanan yang berarti dia menurut. Dia lalu menggantikan posisi si pria mesum untuk berdiri di belakang Lizzy. Aroma vanili tercium begitu Saga berdiri di tempat tersebut.
Saga mati-matian untuk tak menyentuh tubuh Lizzy walau dia ingin sekali dan berlaku pula saat bus mengerem mendadak. Dia tak ingin diteriaki oleh "istrinya" sebagai seorang pria mesum karena itulah jantungnya berdebar tak karuan karena dua alasan. Pertama, dia takut kalau ketahuan sama Lizzy dan yang kedua adalah jaraknya sangat dekat dengan Lizzy.
Anehnya, Lizzy sama sekali tak terganggu. Gadis itu terlihat menikmati musik di earphonenya. Bus akhirnya berhenti di terminal tujuan. Saga terkejut saat Lizzy membalikkan tubuhnya menghadap ke arahnya. Gelagapan, dia menghadapkan tubuhnya ke tempat lain.
Begitu Lizzy turun, Saga ikut juga turun dari bus tersebut dan berjalan mengikuti Lizzy yang berjalan. Saga menautkan alisnya, entah dia yang lambat atau Lizzy yang melangkah cepat tapi jelasnya adalah Saga tertinggal jauh. Dari penglihatannya, dia melihat Lizzy berbelok.
Saga pun mengikuti arah tersebut namun apa yang didapatkan adalah sebuah tas memukul wajahnya dengan keras. Saking kerasnya Saga terbanting ke tanah. Belum bisa bangun atau pun sadar dari pusingnya timpukan keras tas, Saga kembali menerima beberapa hantaman keras dari tas.
"Dasar penguntit!" teriakan Lizzy langsung dikenali oleh Saga. Setelah teriakan itu, makin keraslah Saga dipukul dengan tas Lizzy. Saga menempatkan kedua tangannya di depan dan berhasil menangkap tas Lizzy. "Lepaskan tasku dasar penjahat kelamin!" Lizzy menarik sekuat tenaga tas yang dia bawa agar terlepas dari genggaman si penguntit.
"Ini aku Lisa, Saga!" Lizzy berhenti menarik tasnya dan menatap tak percaya kepada Saga.