webnovel

Pertemuan

Abad ke 13 M

Kesultanan Pasai, Samudera Darussalam.

Sultan muda Mahmud Malik Az-zahir adalah putra mahkota dari Raja Sultan Malik As Saleh. Sultan Mahmud atau biasa di panggil dengan Islam sebagai pewaris tunggal yang menjadi satu-satunya penerus Kerajaan Samudra Pasai.

Tentunya, sebagai putra mahkota ia dituntut untuk mempelajari bagaimana seorang Raja nantinya akan memimpin. Di usianya kini yang menginjak 18 tahun, untuk pertama kalinya ia di perbolehkan untuk keluar dari istana kerajaan untuk mengetahui secara langsung apa saja yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Kuda coklat yang di kendarainya menjadi penuntunnya berjalan keluar gerbang istana pertama kalinya. Tentunya ia masih di dampingi oleh menteri pertahanan dan memegangi tali kuda yang dikendarai putra mahkota.

Terlihat senyuman lebar di wajah putra mahkota itu. Ia merasakan udara luar dengan menghirupnya perlahan saat kudanya berhenti tepat di luar gerbang istana.

Panglima yang melihat kebahagiaan di wajah putra mahkota tersenyum, "Tuan muda terlihat sangat bahagia."

"Tentu saja. Ini adalah pertama kalinya aku bisa melihat luar istana setelah bertahun-tahun terkurung di dalam istana. Ough! Aku hampir mati dengan buku-buku di istana." jawab putra mahkota merinding, mengingat selama ini ia hanya mempelajari yang ada di buku.

"Ya, tuan muda. Semoga anda bersenang-senang, namun ingat, anda keluar sebagai rakyat biasa bukan sebagai putra mahkota. Dengan begitu, anda bisa melihat lebih dekat bagaimana kehidupan rakyat yang sebenarnya." Panglima mengingatkan kembali tujuan utama Islam.

"Hmm.. Dan ingat juga Panglima. Panggil aku Islam Kabir, singkatanya Islam. Ini adalah nama samaranku di luar kerajaan."

Panglima lagi-lagi tersenyum, "Nama yang bagus. Dari mana tuan muda terpikirkan nama itu?"

Islam tersenyum, "Tentu saja karena aku beragama islam, agar mudah mengingatnya aku membuat nama samaranku dengan Islam. Dan kabir memiliki arti nama 'Lahir dari pemimpin agama' kurasa itu cocok karena aku lahir dari ayah yang memimpin sebagai Raja."

"Arti nama yang indah. Sangat cocok dengan anda, tuan muda." panglima kemudian menatap sekitar, "Haruskah kita mulai perjalanannya?"

"Hmm.." jawab Islam terlihat semakin bersemangat.

Perjalannya di mulai dengan menyusuri pasar. Terlihat sangat ramai oleh para pedagang. Islam kemudian turun dari kudanya dan menghampiri pedagang. Alhasil ia mendapat pengetahuan baru seperti lada yang menjadi penjualan tertinggi, kemudian rempah lainnya seperti cengkeh, gaharu india dan berbagai buah-buahan lainnya.

Ia juga melihat pembeli memberikan satu keping koin emas kepada pedagang dan pembeli itu mendapatkan beberapa rempah dan sayur. Tak hanya itu, kain-kain batik dan tenunpun di jual. Mereka menghargainya mulai dari 1 koin perak dan emas.

Ia terus mencari tahu lebih dalam mengenai perdagangan di pasar. Tak lama kemudian, ia kembali melanjutkan perjalanannya hingga akhirnya ia tiba di pinggiran pantai. Terlihat anak seumurannya tengah bermain bersama di sana. Dan hal yang paling menarik, terlihat beberapa anak tengah berlomba membuat istana pasir.

"Wahh, mereka hampir selesai!" seru salah satu anak menyaksikan bangunan istana pasir di hadapannya.

"Lihat, Istana pasir Alina masih terlihat paling buruk dari yang lainnya."

"Benar! Sudah berapa kali ia gagal dalam pertandingan istana pasir. Lihatlah, dia bahkan masih belum bisa membangun tingkatan istananya, bahkan dia belum menyelesaikan dinding istananya."

"Hahaha.. Alina! Menyerahlah! Kau benar-benar buruk dalam membuat istana pasir! Hhaha." sorak salah satu anak, lalu hal itu di tanggapi anak lainnya dan ikut menertawai Alina.

Alina yang mendengar hal itu memasang wajah kesal, namun tangannya terus berusaha membangun istana pasir. "Aku bisa! Aku pasti bisa! Ayolah, kali ini aku akan menyelesaikan istana pasir bodoh ini dan menunjukkan pada mereka jika aku bisa melakukannya!" gerutu Alina.

Alina kemudian menatap sahabatnya, Nabila, yang turut serta dalam pertandingan istana pasir. Melihat Nabila yang terlihat pandai, ulet dan teliti membangun istana pasir miliknya mebuat Alina iri. Memang benar, Nabila selalu menjadi pemenang utama dalam istana pasir.

Alina menghela napas, "Ah, irinya. Seandainya aku bisa membuatnya seperti Nabila."

Nabila menoleh ke arah Alina, ia kemudian tersenyum, "Semangat! Kau pasti bisa." Nabila berkata pelan menyemangati Alina.

Alina tersenyum kemudian menggelengkan kepala dan kembali fokus pada istana pasirnya. "Fokus! Fokus! Aku bisa."

Taka lama kemudian, Nabila berhasil menyelesaikan istana pasirnya dan bersorak. Anak-anak lainnya yang ikut sertapun selesai satu-persatu. Alina terlihat masih berusaha membangun istana pasir untuk membuat tingkatannya dan perlahan-lahan mulai berhasil. Ia benar-benar bertekad kali ini setelah latihan berkali-kali.

Islam melihat dari jauh dari atas kudanya. Sejak tadi ia tersenyum melihat perlombaan itu. Panglima yang memegang tali kuda Islam pun ikut memperhatikannya. Namun tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil, ia kemudian menyarankan Islam untuk turun sebentar dari atas kuda. Namun islam menolak, ia beralasan tidak melihat perlombaan itu jika ia turun karna jaraknya tidak terlalu dekat, terlebih tertutup oleh beberapa anak-anak yang menyaksikan.

"Pergilah. Aku baik-baik saja." kata Islam dengan percaya dirinya. Matanya tak lepas mengarah ke perlombaan yang berlangsung.

"Baiklah, tuan muda. Hamba hanya sebentar, tetaplah seperti ini dan jangan banyak bergerak." Panglima kembali mengingatkan sebelum akhirnya berlari meninggalkan Islam.

Islam masih asik memperhatikan perlombaan itu hingga semakin ramai dengan sorakan saat Alina sedikit lagi menyelesaikan istana pasirnya.

Mendengar sorakan yang semakin ramai, kuda yang di tumpangi Islam mulai gelisah. Islam terlihat panik, ia benar-benar tidak tahu cara mengendarai kuda. Kuda itu berlari mengarah ke kerumunan perlombaan itu.

"Menyingkir! Menyingkirlah!" islam berteriak panik di atas kuda.

Anak-anak yang mendengar seruan itupun cepat-cepat menyingkir. Namun Alina yang terlalu fokus membangun istana tak menyadari ada kuda yang berjalan ke arahnya. Islam semakin panik melihat Alina yang tak mendengar teriakannya sementara ia semakin dekat.

Kuda itu terus berlari, dan hampir menabarak Alina. Alina terguling bersama Islam ke pinggir pantai semenjak Islam melompat turun dan mendorong Alina. Gulingan mereka terhenti saat mereka sama-sama menatap ke atas langit.

Islam mencoba mengatur napasnya yang tersengal. Sementara Alina mencoba mencerna semua yang telah terjadi dan,

"Aaarggghhhh!!!!!" teriakan Alina menggema. Alina berteriak atas apa yang terjadi padanya, terlebih ia sempat melihat rumah pasirnya hancur oleh kuda yang baru saja melintasinya sebelum akhirnya ia terguling.