webnovel

Kembang Berbuah

Bab Lima.

Sebenarnya Herman tidak membutuhkan alamat rumah Astuti dari bidan itu,karena dia sudah punya.Tapi dia menuruti keinginan Heri untuk berlama lama berada di Puskesmas agar bisa berkenalan dengan bidan berparas mirip Hanan Turk.Karena itu dia mau mengikuti Heri duduk di ruang tunggu." Kamu yakin bidan tadi mau diajak kenalan ? ",tanya Herman kepada Heri." Kalau kamu tidak yakin,kita pergi saja dari sini... ".

" Tunggu saja ",balas Heri. " Dia berniat menolong kamu,hargailah niatnya.. ".

Baru saja Heri selesai bicara muncul bidan memanggil." Bapak Herman ! ".

" Ya ! " sahut Herman,lalu mendekati bidan diikuti Heri.

" Ini alamat rumah dokter Astuti...", bidan itu menyerahkan sebuah kertas bertuliskan alamat rumah. Belum sempat Herman menerima Heri sudah lebih dahulu mengambil kertas dari uluran tangan bidan.Dan dalam sekejap saja Heri dapat berkenalan.Herman menyaksikan Heri dengan bidan bercakap cakap.

" Nani " demikian bidan meperkenalkan nama,seraya menyambut uluran tangan Heri.

" Heri Atmaja " sahut Heri,memperkenalkan nama.

Herman tersenyum melihat Heri dan bidan Nani saling memberi alamat rumah.Bidan Nani kelihata gembira mendapat alamat rumah Heri.Bidan itu sudah masuk ke dalam perangkap asmara.Kemudian Herman segera pergi menuju tempat mobil diparkir,dia memberi kesempatan kepada Heri,kawannya itu,berbincang bincang dengan bidan Nani lebih lama.Akan tetapi yang diberi kesempatan tidak paham,ia melihat Herman pergi merasa ditinggalkan dan menjadi nervous.Lalu buru buru pamit kepada bidan Nani,menyusul Herman.

***

Dalam perjalanan dari Pasarminggu ke Mentengdalam Heri tak henti-henti membicarakan bidan Nani yang baru dikenalnya tadi.Heri gembira dan berniat akan menjalin hubungan karena bidan Nani berstatus janda.Kata Heri,bidan Nani sangat berharap punya teman dekat seorang pria.Ingin seperti wanita kebanyakan punya acara setiap malam minggu.

" Kamu bicara apa kepad bidan Nani tadi ? ",tanya Herman.

" Saya bilang,akan berkunjung ke rumahnya ", jawab Heri.

Dan tidak terasa,kurang dari satu jam mobil yang dikemudikan Heri nampak memasuki jalan Dr.Saharjo.Beberapa menit lagi keduanya akan sampai di rumah Astuti di Mentengdalam.

Ternyata Astuti masih tinggal di rumah orangtua nya.Model rumah itu masih seperti dulu,teras depan dan pagar halaman serta loteng nya tidak berubah.

Di teras itu dahulu Herman kerap melihat adik-adik Astuti berlari kejar kejaran terkadang berkelahi merebutkan sebuah mainan.Kalau tidak Herman datang memisahkan mereka tak mau berhenti bertengkar.Dalam ingatan Herman wajah adik adik Astuti masih jelas.Herman tersenyum tersenyum mengingat itu.

Herman segera turun dari mobil Datsun warna merah begitu tiba di depan rumah Astuti.Kemudian Heri dengan tenang berjalan dibelakang mengikuti.Kemudian seorang wanita tua ke luar dari dalam rumah,ia tidak mengenali Herman.Namun Herman masih mengenali wanita itu.Dengan penuh rasa hormat Herman segera menyapa :" Selamat sore,Bu ".Tetapi yang disapa hanya melihat Herman dengan ragu.

" Apa kah ibu masih mengenali saya ? ", tanya Herman.Wanita tua itu masih belum menjawab.Ia seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

" Bapak bapak ini mau ke temu dengan siapa ? ".

" Saya Herman,Bu...kawan Astuti waktu di SMA dulu ",ujar Herman.

" Herman ? ", wanita itu berseru.Dalam benaknya mulai terbayang bagaimana Herman saat itu.Lalu berkata," Rupanya Herman sudah jadi bapak-bapak sekarang ".

Heri melihat Herman tersipu-sipu,seperti malu dijuluki sudah menjadi bapak-bapak.

Wanita tua itu bernama Yulinar,ia segera mempersilahkan Herman dan Heri masuk ke ruang tamu.Suasana menjadi riang.Ketiganya duduk di ruang tengah,dahulu tempat belajar bersama.Menjorok ke belakang dari ruang itu terdapat taman kecil dan kolam dengan airmancur.Herman melihat ada bi Minah,pembantu di keluarga Yulinar itu sekarang sudah jadi mbok-mbok.Salah satu tugasnya ia menyiapkan minum bagi tamu yang datang,tugas itu masih ia laksanakan sampai sekarang.Bi Minah menyuguhi air minum,sekali-kali memandang wajah Herman,seperti ia ingin mengatakan sesuatu tapi ia masih mengikuti peraturan nyonya rumah,pembantu dilarang menyapa tamu.Setelah meletakan dua gelas minuman bi Minah segera masuk ke dapur.

" Bu, yang menyuguhi minuman itu bi Minah ? ", tanya Herman kepada Yulinar.

" Iya...", jawab Yulinar." Sudah lama dia minta berhenti kerja tapi sama ibu tidak boleh.Bila keluar dari rumah ini jika ibu sudah tidak ada lagi..."'.Yulinar melanjutkan kata-kata soal pembantunya itu.Sesudah itu terdengar kata-kata nya lagi seperti membanggakan keberhasilan anak-anaknya.Ia mengakui kakak dan adik -adik Astuti tidak semua menggembirakan hatinya.Melihat Astuti hati Yulinar sangat bersedih karena hingga sekarang masih hidup sendiri.

" Rumah ini jadi sangat sepi.Adik adik Astuti sudah punya rumah masing-masing...",ujar Yulinar,dia sambil membayangkan perasaan sepi yang dialami setiap hari dalam masa tuanya sekarang.

Tiba tiba telapon di ruang itu berdering,Yulinar segera mengangkatnya.Telepon itu dari Astuti menanyakan kesehatan Yulinar hari ini." Alhamdulillah,hari ini ibu baik-baik saja ",terdengar kata kata Yulinar." Halo..kamu cepat pulang,Astuti.Ada orang penting di sini...apa ? dokter Irwan ? Bukan ! Ada nak Herman di sini. Apa ? Ya, ya akan ibu sampaikan.Kalau bisa cepat pulang ya "'Wajah Yulinar nampak senang,setelah meletakan gagang telepon ke haknya ia berkata kepada Herman." Kata Astuti nak Herman harus menunggu sampai dia pulang..tunggu lah dalam beberapa menit lagi,tidak lama ".

" Dia menelpon dari mana,Bu ? " tanya Herman.

" Dari rumahnya ",jawab Yulinar.

Herman bengong.

" Waktu Astuti ulang tahun,ibu dan almarhum ayahnya memberi hadiah rumah di Bintaro.Tapi rumah itu hanya di pakai untuk tempat beristirahat...".

Herman senang menunggu ke datangan Astuti.Saat Yulinar ke dapur mencari Bi Minah, buru buru Herman membujuk Heri untuk mau menunggu sampai Astuti pulang.

Akan tetapi setelah beberapa jam mereka menunggu Astuti belum juga datang.Hati Herman gelisah.Yulinar juga tak henti-henti mengeluh,sangat besar rasa khawatirnya kepada Astuti.

" Mengapa Astuti belum juga pulang ya ", keluh Yulinar,kelihatan hatinya gelisah.

" Mungkin jalan nya macet,Bu ",sahut Heri.Ia melihat Herman sedang gusar dengan kepala tertunduk.Kemudian ia menyapa Herman.Yang disapa tersipu malu."Brengsek nih Heri,dia memperolok aku di depan bu Yulinar ",gerutu Herman dalam hati.