webnovel

Kembalinya Sang Mantan

Annelise Gurawa perempuan anggun yang selalu menganggap kehidupannya selalu menyedihkan. Memiliki wajah yang sangat cantik bukanlah menjadi sebuah jaminan kebahagiaan baginya justru membawanya terperosok kepada hal yang ia anggap petaka. Bagaimana kisah selanjutnya. Stay tune terus guys....

Diana22 · Urban
Not enough ratings
13 Chs

Bab 2

Seorang pria sibuk memandangi pantulan wajahnya di depan cermin yang sebesar dirinya. Ia menatap serius setiap inci fisik yang terbentuk di wajahnya. Perfect! Itulah kata yang selalu ia dengar dimanapun ia melintas.

Jeyhan Pradipta pria berusia 27 tahun, mapan dan dikenal dengan pribadi yang pendiam. Kehidupan pribadinya terbilang rahasia. Siapa ibunya? Tak seorangpun yang tahu. Akan tetapi baik keluarga ataupun sanak tak ada yang berani menghalangi keinginannya. Hanya seseorang yang ia percaya yaitu neneknya, Marinka Pradipta.

Tok! Tok!

"Permisi Tuan, nyonya Marinka memanggil untuk sarapan," ujar pak Mahmud yang biasa dipanggil pak Mud yang menjabat sebagai supir pribadi Jeyhan.

"Dimana Leo?" tanya Jeyhan sambil memakai jasnya.

"Leo sudah menunggu di bawah Tuan," jawab pak Mahmud.

Jeyhan terdiam, ia pun melangkahkan kakinya hendak keluar, namun tiba-tiba...

"Selain nenek, ada siapa lagi di bawah?" tanya Jeyhan yang sudah berada tepat di hadapan pak Mud.

"Ada nyonya Kartika dan nona Monika, Tuan." Setengah menundukkan kepala.

Jeyhan melanjutkan langkahnya yang tadinya sempat terhenti. Di lantai bawah, tepatnya di ruang makan, ia sudah disambut beberapa ART, nenek, adik dan ibu tirinya.

Semua langsung berdiri dan menunduk. Ya, Jeyhan adalah sosok yang paling ditakuti dan juga disegani.

"Kakak, selamat pagi," sapa Monika, adik tiri Jeyhan yang diam-diam memiliki perasaan kepadanya.

Monika selalu menyempatkan diri untuk menyapa dan mengajak Jeyhan untuk berbicara. Akan tetapi, Jeyhan selalu mengabaikannya.

Acara sarapan pagi pun berlangsung hening. Tak lama kemudian mereka pun selesai memakan roti dan meminum susu hangat.

"Nenek, ada apa dengan wajahmu?" tanya Jeyhan melirik ke arah Marinka yang sedari tadi menatapnya.

"Wajahmu sedang mengeluarkan rona kebahagian, Apa kamu sudah tidak sabar untuk meninggalkan aku?" tanya Marinka.

Jeyhan tersenyum simpul, membuat lesung pipinya langsung terbentuk di kedua pipinya.

"Kalau aku tetap berada disini, bagaimana dengan perusahaan yang di Indonesia? Apa harus dibiarkan begitu saja. Itu adalah hasil kerja keras kakek dan inilah bukti baktiku terhadapnya. Dukunglah aku, Nek," jawab Jeyhan membuat mata Marinka berkaca-kaca.

Kartika dan Monika hanya terdiam melihat drama antara nenek dan cucu yang terpampang nyata di hadapan mereka.

"Sudah, jangan sedih. Aku pasti akan kembali," ujar Jeyhan sambil menghapus air mata yang sudah membanjiri pipi Marinka.

"Bagaimana aku tidak sedih, kamu pergi tanpa meninggalkan apa-apa. Kamu ini sayangnya cuma pada kakekmu saja tapi tidak padaku," jawab Marinka yang dengan isak tangisnya.

"Aku mengerti, sabarlah aku akan-

"Kamu selalu bilang begitu. Sekarang usiamu sudah dewasa bagaimana denganku yang sudah bau tanah, aku tidak minta lebih. Hanya senyum cucu menantu dan sentuhan mungil cicitku saja. Itu pun sangat sulit untuk kamu beri. Dasar cucu kejam!" Marinka pun bangkit dari duduknya dan itu sudah ke sekian kalinya ia lakukan.

Leo mendekati Jeyhan lalu membisikkan sesuatu padanya. Jeyhan pun bangkit dari duduknya lalu beranjak diikuti oleh Leo dari belakang.

"Hah? Akhirnya mereka pergi juga." Kartika menghembuskan napas panjangnya berbeda dengan Monika yang menunjukkan wajah kesalnya.

"Ada apa denganmu? Cemburut enggak jelas," tanya Kartika sambil memasang wajah heran.

"Ya sedihlah Ma!" jawab Monika dengan suara yang sedikit meninggi.

"Sedih? Sedih kenapa? Bicara yang jelas dong," ujar Kartika.

"Sebentar lagi kak Jeyhan pulang, gimana coba aku enggak sedih." Memanyunkan bibirnya.

Kartika mencubit pinggang Monika, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aku bingung sama kamu. Sudah berapa kali, mama bilang kalau Jeyhan itu kakak kamu. Jangan gila deh," ujar Kartika, gusar terhadap putrinya yang sangat tergila-gila pada Jeyhan.

"Salah mama sendiri, kenapa menikah dengan duda yang sudah punya anak setampan dia," jawab Monika sambil beranjak dari duduknya.

"Dasar anak edan, akan ku pukul kau!" teriak Kartika, bangkit dari duduknya hendak mengejar Monika.

***

Jeyhan memperhatikan berkas-berkas yang baru ia terima dari Leo. Tatapannya begitu serius memperhatikan detail susunan kalimat yang tertera pada lembaran-lembaran putih tersebut.

"Apakah kau sudah memeriksa berkas ini?" tanya Jeyhan kepada Leo yang sedang menyetir.

Leo adalah seseorang yang memiliki peranan paket komplit di hidup Jeyhan, bagaimana tidak pria yang usianya sama dengan Jeyhan ini Asisten sekaligus sekretaris Jeyhan. Dia yang lebih mengerti hal yang berkaitan dengan Jeyhan. Selain partner kerja, Leo sahabat Jeyhan semenjak mereka sama-sama remaja yaitu tepat duduk di bangku SMP.

"Sudah saya periksa Tuan, keluarga Sandoro cukup bagus mengelola perusahaannya. Bahan yang mereka miliki sangat berkualitas," jawab Leo.

"Kalau begitu, terima saja. Jadi, kapan jadwal keberangkatanku? Apa kau sudah mengaturnya?" Memasukkan susunan berkas tersebut ke dalam tas milik Leo.

"Lusa Tuan," jawab Leo singkat.

"Baiklah, apa jadwal hari ini?" tanya Jeyhan lagi.

"Hari ini grup Justin datang untuk melihat-lihat perusahaan. Mereka tertarik untuk menanam saham. Dan mereka datang untuk membicarakannya bahkan mereka bersedia untuk investasi yang besar," jawab Leo.

Jeyhan menghembuskan napasnya, ia menyenderkan tubuhnya yang mulai lelah. Ya, kemarin ia memang tidak ada waktu untuk istirahat sama sekali. Tujuannya untuk membawa grup PF (Pradipta Fashion) menjadi nomor satu, membuatnya tidak kenal waktu lagi.

"Dan juga saya rasa nyonya Marinka sedang mengatur untuk menjodohkan Anda, Tuan," lanjut Leo.

"Apa? Dari mana kau tahu tentang hal itu?" tanya Jeyhan.

"Nyonya Marinka sendiri yang mengatakannya pada saya," jawab Leo.

"Bagaimana menurutmu, apakah aku harus memenuhinya?" tanya Jeyhan.

Leo tersenyum simpul, ia dibuat kebingungan oleh bos sekaligus sahabatnya itu. Hal apapun itu Jeyhan selalu bertanya kepadanya termasuk kehidupan pribadinya. Dan jawaban Leo-lah sebagai jawaban Jeyhan.

"Kalau sudah menyangkut nyonya Marinka. Apakah perlu bertanya kepada saya, Tuan?" tanya Leo.

"Kau benar nenek yang paling memiliki kuasa atas diriku. Baiklah kau atur pertemuan dengan orang pilihan nenek itu," jawab Jeyhan pasrah.

"Nyonya Marinka memang memiliki kuasa atas Tuan Muda akan tetapi, Tuan adalah cucu yang paling nyonya cintai. Menurut saya menolaknya sedikit tidak akan berdampak buruk," tutur Leo.

"Ya, kau benar. Tapi masalahnya aku sudah sering menolak kencan buta. Bahkan tidak ada satupun yang aku temui dari mereka. Jadi, kalau aku menolaknya lagi apakah itu tidak terlalu kejam? Dan sewaktu sarapan tadi dia bahkan menyinggung tentang cicit. Menolaknya sangat menyakitinya, bukan." Jeyhan menutup kedua matanya, pikirannya benar-benar kacau bila membahas yang namanya kencan buta. Itu sangat merepotkan baginya.

***

Leo memperhatikan bagaimana tajamnya tatapan Jeyhan terhadap klien yang berada di hadapan mereka. Tak ada senyuman sedikitpun tak heran kalau ia dijuluki sebagai 'Killer Eye' oleh orang-orang yang bekerja sama dengannya.

"Saya menanam saham sebanyak 80 persen yang dimana 60 persen sebagai investasi dan 20 persen sebagai hadiah. Maaf memberikan hadiah yang lumayan sedikit, saya bukannya mau memperolok Anda. Tapi saya rasa Tuan Jeyhan ini sebanyak apapun itu tidaklah berarti bukan." Seorang pria yang bernama Justin pun mulai membuka pembicaraan. Memecahkan keheningan yang hampir memakan waktu 10 menit karena berkas-berkas yang diberikan Jeyhan padanya.

"Anda cukup unik Tuan. Sebelumnya tidak ada yang memberikan saham sebagai hadiah. Maka dari itu, saya dengan senang hati akan menerimanya," jawab Jeyhan.

"Mendengar perkataan Tuan Jeyhan, saya merasa kerja sama ini akan berlangsung dari sekarang." Justin mengulurkan tangannya.

"Selamat bekerja sama Tuan Justin," jawab Jeyhan sambil membalas uluran tangan Justin.

Pemandangan yang terlihat hangat itu, tidak mencerminkan kejadian yang sebenarnya. Dunia bisnis tidaklah semulus itu, antara Jeyhan dan Justin uluran tangan itu bukanlah sebagai bukti untuk saling mendukung. Akan tetapi itu digunakan sebagai pertempuran. Ya pertempuran untuk perebutan kuasa, dan itu baru saja dimulai.

***

Jeyhan menyeruput minumannya, sesekali ia menatap ke arah jam berwarna silver yang melingkar di pergelangan tangannya. Tiba-tiba seorang wanita muda menghampirinya.

"Maaf, sudah menunggu lama. Ada beberapa kesibukan tadi," ujarnya.

Jeyhan menganggukan kepalanya, ya meskipun hatinya sudah panas.

Sibuk? Hah, sibuk dandan. Batin Jeyhan sambil menatap riasan mencolok dari wanita tersebut.

"Banyak yang bilang bahwa selain cerdas tuan Jeyhan ini sangatlah tampan dan aku setuju akan hal itu. Anda terlihat sangat indah," ujar wanita itu sambil memangku wajah dengan kedua tangannya.

"Nona Messy tidakah merasa aneh memuji seperti terlihat sedang merayu? Saya tipe orang yang tidak suka dirayu," jawab Jeyhan.

"Saya tidak bermaksud untuk-"

"Hampir 20 menit waktu saya terbuang. Untuk hari ini sampai disini saja, saya harap kita tidak bertemu lagi," jawab Jeyhan lalu bangkit dari duduknya hendak bergegas pergi.

"Tunggu, apa maksudnya perkataan Anda Tuan? Apa saya berbicara hal yang tidak sopan?" tanya Messy kebingungan.

"Anda bukan tipe saya," jawab Jeyhan dan langsung beranjak pergi.

"Apa?" Messy memelotot tidak percaya Jeyhan menolaknya.

BERSAMBUNG....