webnovel

Pewaris satu- satunya 1

Bimo terlihat gelisah dan mengambil handphonenya lalu berbicara dengan seseorang.

"Mulai bergerak lagi... !Aku mau harta Herlambang aku yang nguasain semuanya... semua harus jatuh ketanganku." suara Bimo tegas, terlihat jelas sekali ketamakkannya.

"Baik Bos,saya mengikuti perintah bos" jawab anak buah Bimo, membuat Bimo tersenyum.

"Ambil alih pekerjaannya! dengan itu kita mudah mengambil langkah yang lain, laki- laki tua itu terlalu bodoh dia percaya padaku sepenuhnya."

Orang suruhan Bimo mengangguk dan keluar dari ruangan Bimo, Bimo meneguk secangkir kopi berdiri di jendela, matanya yang tajam menyembunyikan kebusukannya.

"Aku akan membuat kamu lenyap dari hidupku dan rencana awal kita harus berhasil." gumam Bimo.

Sementara Raya pulang dari kantornya dan mampir ke Mall untuk membeli beberapa keperluannya, Raya tidak menyadari kalau dari semenjak Raya keluar kantor ada yang membuntutinya, setelah keperluan Raya sudah di beli semua, Raya kembali ke area parkir memasukan belanjaannya kebagasi, saat itu suasana di parkiran begitu sepi, terdengar suara letupan senjata api, Raya kaget menggeser badannya dan menoleh kearah suara tapi peluru sudah bersarang di tangan kirinya darah mengucur di tangannya, terlihat beberapa orang berpakaian hitam mendekat, Raya ketakutan dan segera masuk kemobil dan mengunci mobilnya, menyobek kaosnya dan mengikat tangannya, Raya mencari handphonenya di tas badannya gemetaran. segera Raya menekan nomor Herlambang untuk memanggilnya, tidak lama panggilan terhubung.

"Papa... ada orang yang mengejar Raya, Raya kena tembak, tolong!" Karena orang itu makin mendekat, Raya dengan cepat menancapkan gasnya dan kabur, tetapi orang itu tetap mengejar dan beberapa kali melepaskan tembakannya beberapa kali mobil kena tembakan membuat Raya semakin takut, jalanan sudah mulai sepi jadi, mereka makin leluasa berbuat.

"Kamu posisi dimana? Biar papa sama orang suruhan papa ke situ, jangan matikan sambungan teleponnya!"

"Baik pah, Raya di jalan arah ke rumah Yuda, mau ke Rumah Sakit Raya takut." Isak Raya.

"Papa segera datang."

5 menit kemudian ada banyak mobil yang memepet mobil orang yang mengejar Raya, tembakan beberapa kali terdengar di kuping Raya membuat tubuh Raya semakin gemetar dan kakinya semakin menginjak gas karena ketakutan,

"Raya pelankan mobilnya!" perintah Herlambang.

"Raya takut pah."

"Udah aman, papa ada di sebelahmu dan mobil yang di belakang itu mobil orang- orang papa." Herlambang membuka kaca mobilnya. Setelah melihat Herlambang, baru Raya memelankan laju kendaraannya dan berhenti di pinggir jalan karna Raya udah tidak kuat menyetir, tangannya makin sakit.

Mobil Herlambang juga berhenti dan segera memindahkan Raya kemobilnya kemudian menuju Rumah Sakit.

"Cepat Cari tau siapa dalang di balik ini semua!"

Setelah informasi lengkap, anak buah Herlambang menghadap Herlambang.

"Bos..." anak buah Herlambang nampak ragu mengatakannya, dia hanya menyerahkan dokumen ketangannya." tampak Herlambang mengerutkan keningnya,

"Siapa yang melakukan ini."

"Den Bimo... " Herlambang tersentak, mana bisa anaknya menghianatinya.

"Awasi dan beri peringatan jika perlu, tidak peduli itu siapa." Herlambang mengatupkan giginya dan mengepalkan tangannya.

"Baik." Kata anak buah Herlambang

Raya masuk ruang perawatan setelah selesai operasi pengambilan peluru di tangannya,

Herlambang langsung menghubungi Yuda untuk mengabarkan keadaan Raya.

Yuda datang dengan cemas, masuk keruangan dengan terburu- buru. Yuda

menatap wajah Raya yang masih ketakutan.

"Apa yang sakit?" Raya menggeleng,

"Kenapa bisa begini?" Yuda bertanya lagi.

"Aku juga tidak tau ... orang itu tiba- tiba menembak, untung cuma kena tangan."

Herlambang masuk, mengusap lembut kepala Raya.

"Papa akan menyuruh anak buah papa untuk menjagamu, karena papa masih mencari pelaku sebenarnya, keselamatan kamu masih terancam." Raya mengangguk.

"Terserah papa." Raya pasrah

Raya cuma menginap semalam dan besoknya pulang, lukanya tidak serius jadi Raya bisa bekerja kembali.

"Ray, kamu bawa siapa serem2 amat?" Siska menunjuk orang yang jalan di belakang Raya, setelah Raya masuk kantor orang suruhan Herlambang nunggu di depan kantor,

"Itu anak buah papa... sebenernya aku juga kurang nyaman, semenjak papa muncul lagi di kehidupanku teror sering muncul, semalem aku di tembak orang untung aja cuma tangan aku yang kena." Raya mengeluh,

"Kamu kena tembak semalem, sekarang kerja?"

"Tidak apa- apa, tangan yang kena cuma pegel doang."

"Mungkin orang itu mencari sesuatu yang ada di diri kamu Ray." Raya tertawa.

"Aku punya apa?"

"Kamu anak Herlambang pemilik perusahaan besar." Raya tertegun...

"Apa untungnya bagi mereka mencelakai aku?"

"Mungkin musuh orang tua kamu." Raya sedikit mengerti,

"Aku capek... Sis."

"Resiko... Kamu harus hati- hati aja." Raya mengangguk, keduanya sampai di ruang kerja dan pergi kemejanya masing - masing.

Suara panggilan di telepon kantor berbunyi, Raya mengangkatnya,

"Segera keruangan saya! bawa Ana sama Siska." perintah Alan,

"Baik pak.'' Raya, Ana sama Siska bergegas masuk keruangan Alan, setelah masuk keruangan, Alan memberi perintah.

"Kalian hari ini pergi sama saya untuk mempersiapkan tempat pameran, kalian bisa berbagi tugas."

"Baik pak." semuanya serempak. Setelah itu mereka masuk mobil dan mobil jalan, ada satu mobil yang mengikutinya di belakang mobil mereka.

"Pak, kenapa mobil itu mengikuti kita terus?" Alan bertanya sama sopirnya, yang ditanya hanya menggeleng,

"Saya kurang tau, apa mesti saya berhenti dan bertanya?"

"Tidak perlu."

"Ma'af pak itu bodyguard Raya." Kata Siska, Alan menoleh kearah Raya. Raya hanya tertunduk bingung tidak tau harus berkata apa.

"Raya kena tembak kemaren pak jadi, papanya menyuruh anak buahnya untuk menjaga Raya." muka Alan langsung berubah cemas.

"Kamu ga apa2? kenapa hari ini kerja?" Raya menatap Alan.

"Saya baik pak, cuma tangan aja yang kena tembak."

"kamu yakin." Raya mengangguk.

Mereka sampai di tempat yang di tuju, setelah berbagi tugas mereka kerja, mendesain panggung dan menata stand- stand agar terlihat menarik, mereka bertiga ahli di bidang desain, makanya Alan membawanya.

Ketika Raya sedang menata stand ada seseorang yang tiba- tiba mendekat, Alan melihat ada yang mencurigakan orang itu memegang sesuatu yang mengkilat kena sinar matahari.

"pisau..." gumamnya dan Alan segera sadar, langsung mendekat dan memeluk Raya untuk melindunginya, belum hilang kagetnya Raya karena Alan tiba- tiba memeluk Raya, erangan Alan terdengar di telinga Raya darah segar keluar dari punggung Alan, Raya histeris berteriak....

orang- orang Herlambang langsung mengejar dan menangkap pelaku

sementara Raya membawa Alan ke Rumah Sakit, Setelah pelaku tertangkap mereka terkejut karna yang di tangkap adalah anak bosnya yaitu Bimo...

Sepanjang perjalanan Raya memeluk erat Alan dan menangis, Tangan Alan meremas tangan Raya pelan...

"Aku baik..." suara Alan pelan,

"Bagai mana kamu baik dengan luka separah ini." Raya mengusap kening Alan yang penuh keringat dingin, Raya tau Alan menahan sakit.

Alan segera di tangani dan Raya selalu di sampingnya.

"Raya kita pulang, Si Bos sudah di tangani." kata Siska, namun Raya menolak.

"Kamu perlu ganti baju, lihat semuanya penuh darah!" Raya menggeleng,

"Aku mau merawat dia sampai sembuh, tolong belikan aku beberapa potong baju buat ganti."

"Baik." Siska mengalah dan membantu Raya membelikan baju untuk ganti.

Raya menghubungi Yuda untuk meminta ijin, walau dengan berat hati setelah mengetahui alasannya, Yuda mengijinkannya.

Beberapa hari keadaan Alan kritis dan di hari ke 4 Alan membaik dan siuman, Raya tersenyum di hadapan Alan.

"Saya cemas sepanjang hari."

"Kamu nemenin aku, sepanjang waktu?" Raya mengangguk, muka Alan berubah cerah.

"Aku senang..." Alan tersenyum.

"Ma'af gara- gara saya, bapak terluka." Raya mulai menangis,

"Aku baik ... Aku melindungi kamu karena memang kamu butuh perlindungan."

"Tapi bapak jadi luka parah." Raya merasa tidak enak.

"Siapapun kalau melihat seseorang terancam, pasti akan melakukan hal yang sama." Raya menunduk.

"Pelakunya udah tertangkap?" Alan bertanya, Raya mengangguk,

"Saudara tiri saya pak pelakunya." Wajah Raya mendung tapi menyimpan amarah.

"Kok bisa." Raya menarik nafas dalam,

"Saya juga tidak tau, kenapa dia menyelakai saya."

"Apapun itu, jaga diri kamu baik- baik! jangan sampai terulang lagi."

"Makasih sudah melindungi saya." Alan tersenyum dan mengangguk.