webnovel

#1 - Kematian yang Mengerikan

"Pak, tolong minggir pak!." Ucap seorang bapak-bapak yang meminta agar diberikan jalan kepada orang-orang yang menyaksikan sambil menggotong seorang sakit bersama dua kawannya untuk dibawa ke sebuah mobil pick-up milik Jingga.

Beginilah kondisi Ki Seribu Tombak ; begitulah sebutannya sebagai pemangku di kota itu, yang sakit keras secara tiba-tiba, padahal dua hari yang lalu, ia masih terlihat masih bisa berlari di jalanan. Badannya tiba-tiba kurus kering tinggal kerangka bak mayat hidup, tak bisa berbuat apapun, bahkan bicara pun hanya bisa membuka mulut sambil bersuara.

Dan Ki Seribu Tombak pun ditaruh ke bak mobil milik Jingga yang dimana sudah dipasang sebuah atap dari terpal. Dengan langkah cepat, Jingga pun segera menyalahkan mobil. Setelah semua orang yang mengiringi Ki Seribu Tombak untuk membawanya ke rumah sakit ini naik, dia pun langsung berangkat menuju tempat itu.

Dengan segera bak dikejar-kejar dosa, Jingga melesat dan meliak-liuk mobilnya diantara manusia dan benda-benda mati. Melewati pasar yang ramai, dan juga melewati jalanan yang tergenang air walau hanya semata kaki.

Setelah perjalanan itu, Jingga beserta yang lain segera mengangkat Ki Seribu Tombak dan membawanya ke dalam rumah sakit. Dan tak lama, seorang satpam dan dokter serta beberapa perawat dengan brankar dengan cepat menuju pria tua itu untuk membantu Jingga dan kawan-kawannya membawa orang itu ke ruang UGD.

Kondisi Ki Seribu Tombak pun terlihat amat mengerikan, dari yang sebelumnya ; kemarin ia terlihat sehat bugar, kini hanya tersisa tulang belulang, dengan pembusukan yang perlahan muncul di sekujur tubuh, terlihat dari hijau yang berada di beberapa bagian tubuhnya, serta suara yang bisa ia keluarkan hanyalah rintihan sebab ia sakit sekujur badan.

Setelahnya, dia pun dimasukan ke sebuah ruangan dengan teramat sigap para perawat itu. Dan dokter yang hendak mengobati lelaki tua itu melarang Jingga dan kawan-kawannya seraya berkata "Silahkan menunggu di ruang tunggu.", Lalu Qomar yang merupakan salah satu kawan Jingga berkata : "Biarkan kami masuk, wahai dokter!.", Dokter itu membalas perkataannya : "Maaf, ini darurat. Jika kondisinya membaik, maka kami akan mengizinkan kalian untuk menjenguk.

Dan mereka semua pun mengikuti usul dari sang dokter untuk menunggu.

***

Jam telah menunjukkan pukul 2 malam, dimana sudah sepi bak laksana tempat yang tiada lagi orang didalamnya, beberapa lampu telah rusak di lorong. Suara Elektrokardiogram pun terdengar karena saking sepinya sekitar.

Beberapa saat kemudian, suara Elektrokardiogram terdengar sangat cepat, diiringi dengan teriakan dari Ki Seribu Tombak yang teramat kencang — menggema hingga sampai ke lorong sehingga Jingga dan kawan-kawannya sontak terbangun. Lantas mereka dengan perasaan tegang segera memanggil seorang dokter untuk memeriksa kondisi lelaki tua itu. Sang dokter pun datang untuk memeriksa orang itu. Lampu pun dinyalakan. Alangkah terkejutnya mereka semua disertai rasa ngeri ketika melihat kondisi Ki Seribu Tombak yang teramat mengerikan ; dengan tubuh yang sebagiannya membusuk, serta gelembung-gelembung berisi darah dimana beberapanya telah meletus yang membuat di sekitarnya banyak bercak-bercak darah memuncrat di tembok dan di sekitar dia. Teriakannya pun juga yang semakin bertambah kengerian karena rasa sakit yang ia rasakan. Dokter pun terlihat bingung. "Demi tuhan yang maha kuasa, daku tak pernah menengok dan mengurusi pasien seperti ini sebelumnya." Lalu dia pun berlari ke arah telepon darurat untuk memanggil bantuan tenaga medis lain.

Tak lama, bantuan pun datang dengan cepat, sang dokter menunjukkan kondisi mengerikan lelaki tua itu kepada para dokter yang lain. Gelembung-gelembung yang lain pun ikut pecah bersamaan dengan badan Ki Seribu Tombak yang bergetar kejang diiringi dengan teriakan. Para dokter pun sama juga kebingungan sambil mencari cara untuk setidaknya menghentikan penderitaannya untuk sementara waktu. Suntik bius pun sudah diberikan, namun itu tidak membuahkan hasil. Dan beberapa saat kemudian, kondisi yang lebih mengerikan pun terjadi, leher Ki Seribu Tombak dengan sendirinya tiba-tiba terputus dengan perlahan, kulit-kulit serta daging di lehernya terputus secara perlahan, darah pun keluar dengan teramat menyiksa dari lehernya yang membuat dokter semakin bingung dan semakin tumbuh perasaan panik pada diri mereka, terlihat jelas dari banyaknya keringat yang keluar di wajah-wajah mereka. Bunyi dari EKG adalah genderang sakaratul maut kala itu. Mata melotot dari lelaki tua itu terlihat sangat mengerikan dengan leher yang perlahan terputus. Dan tak lama juga terdengar bunyi tulang yang dipatahkan, dan setelahnya hanya garis lurus pertanda detaknya tak lagi ada dengan mata Ki Seribu Tombak yang mati dalam keadaan melotot dengan mulut yang terbuka lebar menandakan sekarat yang teramat menyakitkan, serta leher yang telah putus sepenuhnya. "Innalilahi wa inna ilaihi roji'un." Ucap orang-orang didalam ruangan itu. Seorang perawat hendak menutup mata dari orang yang kini sudah bukan lagi calon itu, namun matanya tidak bisa tertutup. Sungguh kematian yang teramat mengerikan atas seorang manusia.