webnovel

##Bab 66 Gempa

Setelah kue selesai dipanggang, aku membungkus sebagian untuk Cindy, kemudian duduk di meja kayu toko sambil menikmati pasar yang ramai di luar dan makan sambil memikirkan sesuatu.

Tokoku dan makan kue yang dipanggang sendiri, pikiranku juga melayang-layang, waktu berlalu dengan pelan. Aku memasukkan kue untuk Cindy ke dalam tas dan membawanya. Saat aku mengunci pintu toko untuk pergi, seseorang datang.

"Permisi, apakah toko ini sudah tidak membuat kue lagi? Aku sudah beberapa kali ke sini dan tidak melihat siapa pun."

Aku berbalik dan melihat seorang pemuda dengan ekspresi khawatir di wajahnya.

"Maaf, baru-baru ini aku punya pekerjaan baru. Aku hanya datang ke sini sesekali," kataku sambil meminta maaf.

Pria itu berkata dengan penuh semangat, "Karena sekarang kamu ada di sini. Bisakah kamu membuatkan kue untukku? Besok ibuku akan merayakan ulang tahunnya yang ke-60. Aku ingin memberinya kue antik."

"Eh?"

Aku ingin kembali untuk belajar, tapi mata pria ini penuh dengan harapan, jadi aku tidak tahan untuk menolaknya, "Aku harus pergi bekerja besok, kalau aku memanggangnya sekarang, bisakah kamu membawa dan meletakkannya di lemari es semalaman?"

Pria itu berkata, "Oke, asalkan kamu bisa memanggangnya. Ibuku melihat kue yang kamu buat di tempat temannya dan dia sangat menyukainya. Dia selalu ingin mendapatkan kue untuk ulang tahunnya."

"Baiklah, aku akan buat sekarang."

Aku merasa senang memiliki ibu yang menyukai kueku. Aku berbalik dan masuk ke toko lagi.

Saat aku sedang membuat kue, pria itu duduk di kursi dan memperhatikan dengan penuh minat sambil meminum jus gratis yang disediakan oleh toko.

Ketika aku selesai membuat kue, pria itu sangat senang, "Wow, bagus sekali, tidak heran ibuku menyukainya."

Aku mengemas kue dan memberi pria itu diskon 5%, pria itu dengan senang hati mengambil kue dan pulang.

Aku melepas masker dan pakaian kerjaku. Aku menghela napas panjang. Setelah sibuk beberapa saat, aku benar-benar lelah.

Aku keluar dari toko dengan tas kue di tanganku. Ketika aku mengunci pintu, tas itu jatuh ke tanah. Sebelum aku membungkuk untuk mengambilnya, sepasang tangan dengan cepat mengambilnya dan menyerahkannya kepadaku, "Sudah larut, kenapa kamu masih di sini? Bukankah kamu harus belajar?"

Suara dan mata yang prihatin, tangan ramping yang memegang tas itu adalah tangan Candra.

Melihat mata yang familier ini, aku tiba-tiba mengangkat tanganku dan menampar wajahnya dengan keras. Kemudian, aku melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Kamu ...."

Candra jelas tidak menyangka aku akan langsung menamparnya. Dia masih memegang sekantong kue yang baru saja dia ambil, tapi dia tertegun dan terpana.

Tanpa menoleh ke belakang, aku turun ke jalan, memanggil taksi dan meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa.

Aku kembali ke apartemen, aku masuk ke kamar tidur untuk menenangkan diriku dan fokus membaca. Cindy mendorong pintu dan berjalan masuk sambil membawa secangkir kopi, "Mana kueku?"

Aku mengatakan kepadanya di telepon aku akan membawakan kue untuknya.

Aku tampak tertekan, "Sudah dimakan anjing."

"Apa?"

Cindy merasa bingung.

Setelah beberapa lama, dia memarahinya, "Dari mana anjing serakah ini, bahkan merampas kue. Bukankah semua anjing makan kotoran?"

Melihat ekspresi depresi Cindy, aku tidak bisa menahan tawa, "Jangan marah, besok aku akan membuat lagi dan membawanya kembali untukmu."

Cindy berkata: "Ya, baguslah kalau begitu."

Cindy menyerahkan kopi dan kembali ke kamarnya. Aku minum kopi yang dibuat Cindy dan terus membaca.

Keesokan harinya, Candra dan aku bertemu lagi.

Saat aku keluar untuk menyelesaikan tugas, aku melewati PT. Sinar Muda. Jarak kedua perusahaan itu tidak terlalu jauh, hanya terpaut 500 meter dan perusahaan yang aku tuju berada di sebelah PT. Sinar Muda.

Saat itu, sore hari dan matahari bersinar terang. Aku menutupi kepalaku dengan tas tangan dan berlari sepanjang jalan. Ketika aku melewati PT. Sinar Muda, Candra kebetulan keluar dari sana. Saat dia melihatku, matanya yang dalam menatap ke arahku seperti panah es.

Dia berkata, "Yuwita, berhenti!"

Suaranya rendah dan kesal.

Aku pikir itu adalah akibat dari tamparan di wajahnya kemarin.

Aku berhenti dan menatapnya tanpa rasa takut di mataku. Candra melangkah dengan cepat ke arahku, tapi sebelum aku bereaksi, dia meraih lenganku dan menarikku masuk ke garasi.

Dia menatapku dengan agresif, "Katakan, kenapa kamu menamparku kemarin?"

Aku mencibir, "Kamu tahu maksud dari tamparan itu. Candra, kamu mencoba menipu kepercayaanku dengan beberapa rayuan? Cuih, kamu adalah orang yang sangat jahat, baik di dalam maupun di luar sama busuknya!"

Aku tidak ingin memedulikan orang ini lagi, apalagi melihat wajah ini. Aku mendorong Candra dan pergi tanpa menoleh ke belakang.

Wajah Candra memerah, dia menendang sesuatu dengan keras.

Ketika aku kembali setelah menyelesaikan pekerjaanku, aku dengan sengaja menghindari PT. Sinar Muda dan kembali ke Kewell. Setelah pulang kerja, aku pergi ke toko lagi. Aku memanggang beberapa kue dan berencana untuk membawa untuk Cindy, tapi saat aku akan pergi, pintu kaca didorong dan seseorang bertubuh tinggi berjalan masuk.

Saat itu, aku telah mematikan lampu di toko, tiba-tiba aku melihat bayangan yang gelap dan tinggi, aku melompat ketakutan. Aku pikir orang-orang yang ingin aku mati datang untuk mengirimku ke neraka lagi.

Ketika aku mengenali orang itu adalah Candra, aku menghela napas lega.

Aku mengangkat tangan dan menyalakan lampu. Aku mencoba menyalakan lampu, tapi pria itu tiba-tiba mengangkat tangannya dan memegang tanganku, napasnya sangat mendekat, "Aku hanya ingin tahu apa arti tamparan di wajahku."

"Kamu pernah bilang, kamu sudah melepaskan dendammu, kamu tidak akan menamparku tanpa alasan. Katakan padaku, ada apa?"

Matanya yang jernih bersinar terang di ruangan remang-remang.

Dengan bunyi gedebuk dari punggungku, aku ditekan hingga bersandar di dinding lukisan itu dan aku berkata, "Candra, seumur hidupku, aku paling benci dibohongi. Sementara kamu terus-menerus membohongiku. Kamu selalu berbohong, kamu akan mendapatkan balasan!"

"Kapan aku berbohong padamu lagi?"

Candra meletakkan satu tangan di bahuku, dia sangat kesal, "Hari ini, kamu harus menjelaskannya kepadaku dengan saksama atau tidak akan ada satu pun dari kita yang akan pergi!"

"Aku, Candra semur hidupku, aku berbohong padamu, itu pasti karena aku ingin melindungimu. Tidak masalah kamu tidak memahaminya, tapi kamu bahkan memfitnahku!"

Mata Candra sangat murung, dia terlihat sangat sedih.

Aku berkata, "Kamu dan Stella berada di tempat tidur. Jelas-jelas kamu yang melakukannya. Stella tidak tahu apa-apa. Kamu masih pura-pura tidak bersalah? Kamu sangat tidak tahu malu!"

Dalam cahaya redup, pelipis Candra berdenyut beberapa kali dan tiba-tiba urat biru di dahinya muncul. Salah satu tangannya yang besar tiba-tiba mencubit daguku, "Katakan, siapa yang mengatakan ini?"

Reaksinya saat ini membuatku semakin percaya bahwa apa yang dikatakan Doni itu benar.

Aku berkata dengan suara nyaring, "Kamu tidak ingin orang tahu hal yang kamu lakukan. Hal memalukan yang kamu buat, jangan bulang kamu sudah melupakannya!"

Pada saat ini, aku terbawa oleh kemarahan dan penghinaan. Aku lupa pesan yang dikirim Stella kepadaku bertahun-tahun yang lalu. Dia berkata dia dan Candra bersama sepanjang sore.

Stella, bukankah dia tidak sadarkan diri? Kenapa dia tahu segalanya? Kata-kata Doni tidak sepenuhnya dapat dipercaya, tapi saat ini pemikiranku benar-benar tidak rasional. Aku bahkan tidak menyadari kejanggalan yang sangat jelas itu, jadi aku masuk ke dalam jebakan Doni dengan begitu saja.

"Aku tidak melakukan sesuatu yang tercela. Suatu hari, kamu akan tahu kebenaran dari segalanya!"

Candra jelas sangat marah, dia melepaskanku dan berbalik.

Aku berkata, "Candra, berhenti berakting, tidak peduli apakah kamu pernah melakukannya atau tidak, sekarang kita adalah orang asing, aku tidak ingin melihatmu lagi dan aku tidak ingin mendengar sepatah kata pun darimu lagi. Kamu ...."

Sebelum aku bisa mengucapkan kata "pergi", tiba-tiba ruangan bergetar, diikuti sebuah suara ledakan. Lampu gantung pecah di lantai, tempat kue bergetar dan aku mendengar suara jatuh "pring, prang" yang tidak diketahui.

Candra berbalik dengan tiba-tiba dan menarikku ke dalam pelukannya. Dia melindungi kepalaku dengan kedua tangannya, "Gempa."

Saat aku mendengar kata "gempa", aku hampir kehilangan jiwaku. Aku sama sekali tidak menyadari apa yang salah dengan posturku saat ini. Candra melindungiku dengan tangannya dan tubuhku bergemetar di pelukannya sambil mendengar suara barang yang jatuh.

Setelah sekitar sepuluh detik, suara dan getaran telah berhenti. Aku melihat ke atas dari pelukan Candra. Lampu jalan di luar padam dan satu-satunya cahaya di ruangan itu telah padam. Di luar ruangan sangat kacau, aku mendengar orang-orang berlari dan berteriak.

"Ayo pergi keluar."

Candra meraih tanganku dan memegangnya erat-erat. Aku tidak melawan dan mengikutinya dengan cepat untuk meninggalkan toko yang pada saat itu mungkin akan runtuh.

Banyak orang telah berkumpul di jalan dan ada banyak orang masih berlari keluar dari kompleks.

Tokoku berada di lantai satu dan dari lantai dua ke atas semuanya adalah apartemen. Pada saat ini, para penghuni berlari keluar bersama keluarganya. Beberapa dari mereka bahkan hanya mengenakan pakaian dalam.

Candra terus memegang tanganku dengan erat, seperti pasangan yang melarikan diri. Orang-orang berkumpul berkelompok sambil membicarakan gempa barusan. Mereka berkata berita baru saja dirilis di Internet. Gempa tadi berkekuatan lima skala richter dengan kedalaman sepuluh kilometer.

Sejauh ini, tidak ada korban yang ditemukan.

Aku ketakutan dan terus membayangkan apa yang akan terjadi jika gempa sedikit lebih kuat. Apakah tadi aku sudah akan tertimpa sampai mati?

Jari-jariku digenggam dengan lembut, "Jangan takut, sudah tidak apa-apa."

Suara itu adalah suara Candra yang terdengar dalam dan lembut. Dia masih memegang tanganku, seperti bertahun-tahun yang lalu.

Pada saat itu, dia melindungiku dengan tubuhnya. Meskipun tidak ada bahaya yang mengancam nyawa, dialah yang melindungiku di dalam pelukannya.

Kemanusiaan seseorang paling bisa diuji ketika saat darurat atau hidup dan mati dipertaruhkan. Terkadang, saat gempa orang-orang bisa melarikan diri dengan selamat, tapi merusak hubungan antara suami dan istri. Kenapa? Karena ketika bencana, suami melarikan diri sendirian dan meninggalkan istrinya di belakang sambil menggendong seorang anak kecil sendirian dan turun ke bawah dengan susah payah.

Namun Candra, Saat tidak ada dari kita yang tahu berapa banyak kerusakan yang akan ditimbulkan gempa, dia menggunakan tubuhnya untuk melindungiku.

Aku kebingungan untuk sementara waktu. Hati macam apa yang dimiliki oleh pria ini?

Ponsel Candra berdering, aku mendengar dia memanggil ayah dan berkata dia baik-baik saja, kemudian dia bertanya bagaimana kondisi keluarganya.

Aku mendengarnya menghela napas lega, sepertinya keluarganya semua aman.

Saat dia menjawab telepon, Candra terus memegang tanganku dan tidak tahu mengapa, aku tidak melepaskannya. Aku mendengarnya tiba-tiba memanggil, "Julia?"