webnovel

##Bab 43 Tidak Mengerti

Aku tertidur sambil memeluk lututku. Dalam mimpiku, banyak adegan-adegan yang muncul mengenai pernikahanku dengan Candra. Kami berciuman dengan penuh gairah melawan angin laut, berfoto dengan bahagia di depan piramida, tubuh kami yang terjalin satu sama lain di bawah cahaya lilin yang romantis ....

Setelah beberapa saat, aku mengangkat kepalaku, cahaya di depanku sudah menjadi redup dan sosok tinggi berdiri di depan dinding yang aku lukis.

Dia membelakangiku sambil menatap lukisan di dinding dengan tangan di saku. Punggungnya terlihat sangat memesona.

Pada saat itu, mungkin karena mimpiku, aku lupa ini adalah pria yang telah mengkhianati pernikahan kami dan mendorongku ke neraka. Aku menatap kosong ke sosok itu dan bergumam, "Candra ...."

Candra berbalik, matanya memancarkan dengan cahaya malam yang lebih lembut dan dia juga menatapku. Pada saat itu, waktu seolah berhenti, semua hal buruk seakan tidak pernah terjadi. Akan tetapi, aku tiba-tiba tersadar, semuanya yang hanyalah mimpi dan orang yang berdiri di depanku adalah bajingan Candra.

Aku tiba-tiba berteriak dengan marah, "Candra, kenapa kamu di sini? Apa yang kamu lakukan di sini?"

Alis Candra sedikit berkedut, wajahnya yang lembut tadi, sekarang menjadi sedingin es, "Menurutmu?"

"Kamu melukai mata Stella, tentu saja aku di sini untuk menyelesaikan masalah denganmu ."

Saat dia berbicara, kakinya yang panjang melangkah perlahan, dia mendekatiku dengan aura yang sangat dingin.

"Mulutnya tidak bisa dijaga, dia pantas mendapatkannya. Kamu cepat pergi dari sini atau aku akan memanggil polisi!" erangku dengan marah. Aku tidak ingin melihat pria ini walau sedetik pun.

Alis Candra bergerak sedikit, tapi dia masih mendekatiku.

"Kamu mendapatkan dukungan dari Tuan Muda Kelima, karena ada dukungan, kamu menjadi lebih percaya diri," ucap Candra dengan suara rendah sambil berjalan ke arahku.

"Bagus kalau kamu tahu. Kalau kamu menyakitiku, Tuan Muda Kelima tidak akan melepaskanmu. Kamu juga telah melihatnya. Sekarang aku adalah wanita Tuan Muda Kelima, tadi malam kami tidur bersama." Menghadapi pria yang mendekat ini, tatapanku berubah menjadi tegas. Aku memaksakan nada suaraku agar wajahku tidak menunjukkan rasa takut.

Dia adalah seorang laki-laki, jika dia ingin melakukan sesuatu padaku, aku hampir tidak punya kesempatan untuk melawannya.

Aku melihat ekspresi mengejek yang menjadi semakin jelas di wajah tampan Candra, "Kalau kamu tidak memberitahuku, aku bahkan lupa, kamu mengidap penyakit kelamin. Bagaimana mungkin dia tidur denganmu?"

"Kamu ...."

Aku memelototi pria yang hanya cukup mengucapkan satu kalimat tapi sudah membuatku kehilangan akal sehat, tiba-tiba aku mengepalkan tanganku dan memukul dada Candra, "Kamu bajingan, kalau kamu tidak menghinaku, tidak memfitnahku, kamu akan mati, hah!"

Candra membiarkan tinjuku memukulnya beberapa kali, kemudian dia baru meraih pergelangan tanganku. Matanya yang jernih menatapku, "Yuwita, kamu memberikan pertama kalimu kepadaku, seumur hidupmu akan selalu menjadi milikku. Kamu ingat, tidak ada yang bisa memiliki tubuhmu, kecuali aku!"

"Kamu keparat!"

Aku menekuk lututku dan menghantam tubuh bagian bawah Candra. Candra dengan mudah mengelak dan dia malah meraih kakiku yang terangkat, tubuhku tidak stabil dan langsung jatuh ke belakang. Aku berteriak, Candra mengulurkan tangannya yang panjang dan segera merangkul pinggangku.

"Kita belum pernah mencoba pose ini."

Mendengar kata-katanya, aku langsung tersipu. Aku tidak peduli dia tiba-tiba akan melepaskanku dan membiarkanku jatuh atau tidak. Aku meninju dadanya, "Candra, dasar mesum!"

"Bukankah kamu paling suka aku mesum? Yah, aku masih ingat pose favoritmu."

Mata Candra berbinar-binar dan ada sedikit sarkasme yang terlihat. Namun, dia malah mengucapkan kata-kata yang lebih mesum.

Aku sangat malu sehingga wajahku menjadi sangat merah. Aku berharap bisa menemukan lubang dan bersembunyi di dalamnya.

"Candra, mati saja kamu!"

Candra tiba-tiba melepaskanku, tubuhku tidak stabil dan terjatuh ke lantai.

Candra mengangkat tangannya untuk merapikan pakaiannya, seperti seorang lelaki sejati,. Kelihatannya dia ingin pergi. Namun pada saat ini, beberapa orang tiba-tiba datang.

"Di sini, kalian masuk dan hancurkan, hancurkan semuanya!"

Aku melihat Stefi membawa beberapa pria dan menendang pintu kaca. Semuanya memegang tongkat dan mereka mendobrak masuk seperti itu.

Stefi menatapku dengan mata berapi-api, "Wanita Jalang, hari ini aku akan memberimu pelajaran!"

"Pergi dan lucuti pakaiannya! Lempar dia keluar di jalan dengan tubuh telanjang!"

Dua pria bergegas ke arahku.

Yang membuatku bertanya-tanya adalah tadi Candra masih di sini. Bagaimana dia bisa menghilang begitu saja begitu Stefi masuk? Namun aku tidak punya waktu untuk memedulikan Candra. Aku sudah melihat pel yang berada di sudut ruangan, aku mengambilnya dan berteriak ke arah kedua pria itu, "Kalian jangan mendekat!"

"Kalian serang dia, siapa pun yang melucuti pakaiannya, aku akan memberi mereka satu juta!" teriak Stefi dengan kesal.

Namun dia tidak pernah bisa melihat adegan pakaianku dilucuti, karena tepat di belakang Stefi, ada seorang pria melintas. Candra mengangkat tangannya dan memukul bagian belakang leher Stefi. Stefi memutar bola matanya dan terjatuh ke lantai.

Ternyata Candra menggunakan etalase kue untuk menutupi tubuhnya dan diam-diam pergi ke belakang Stefi.

Saat aku masih menyaksikan adegan ini dengan takjub, aku melihat Candra dengan cepat mengeluarkan dompetnya, lalu mengeluarkan sebuah kartu dan memegangnya di antara ujung jarinya sambil berkata kepada orang-orang yang hendak menghancurkan tokoku dan menelanjangi pakaianku, "Di dalam kartu ini ada lebih dari 200 juta dan sandinya adalah satu enam kali. Kalian buang wanita ini sejauh yang kalian bisa, hingga dia tidak bisa menemukan jalan pulang dan katakan padanya itu adalah perintah Tuan Muda Kelima. Uang di dalam kartu ini akan menjadi milik kalian."

Candra melemparkan kartu itu dengan ujung jarinya ke pria di seberangnya.

Orang-orang itu saling bertatapan satu sama lain, sepertinya meragukan keaslian kata-kata Candra, tetapi mereka masih membungkuk dan mengambil kartu ATM yang terjatuh di lantai, "Apa yang kamu katakan itu benar?"

"Kalau kamu tidak percaya padaku, kamu dapat menyuruh seseorang untuk menarik uang di dalamnya. Ada mesin ATM di sebelah toko ini." Candra mengeluarkan saputangan putih dari saku pakaiannya, lalu menyeka tangannya dengan perlahan dan membuangnya.

Pria yang memimpin mengedipkan mata pada orang di sebelahnya, orang di sebelahnya berjalan pergi sambil membawa kartu ATM. Setelah beberapa saat, dia kembali dengan dua tumpukan uang di tangannya dengan wajah terkejut, "Bos, benar-benar ada uang, tapi mesin itu sehari hanya bisa menarik 40 juta."

Pria yang memimpin berkata, "Simpan kartunya, nanti kita tarik lagi. Pergi dan buang wanita ini sejauh yang kita bisa terlebih dulu."

Beberapa orang mengangkat Stefi yang pingsan di lantai dan meninggalkan tokoku dengan begitu saja. Sementara Stefi, bahkan bermimpi pun terpikirkan olehnya, dia yang ingin membalas dendam padaku malah dilemparkan ke tempat yang bahkan tidak dia ketahui.

Sedangkan orang yang membuangnya adalah Candra, suami dari sahabat baiknya.

Candra menatapku dengan makna mendalam di matanya yang jernih, "Tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah, tapi selalu membuat onar. Yuwita, kamu benar-benar membuatku malu."

Setelah Candra selesai berbicara, dia mengabaikanku. Dia berbalik dan membuka pintu kaca lalu melangkah pergi.

Aku tercengang dengan mata yang terus menatap sosok rampingnya masuk ke mobil hitam yang diparkir di luar pintu. Untuk sesaat aku tidak bisa tersadar dari lamunanku

Candra memukul Stefi sampai pingsan, mengapa?

Bukankah dia ingin membantu Stella memberiku pelajaran? Stefi menghancurkan etalase tokoku dan menyuruh orang-orang melucuti pakaianku. Bukankah ini seharusnya akan meredakan amarahnya dan dia tidak perlu melakukannya sendiri?

Namun kenapa dia memukul Stefi hingga pingsan? Selain itu, dia juga menyuruh orang memberi tahu Stefi jika dirinya dipukul oleh Tuan Muda Kelima.

Rencana apa yang sedang dia rancang? Apakah itu dia sudah gegar otak?

Aku tidak bisa memahaminya sama sekali. Aku menyadari aku bahkan tidak pernah memahami pria yang bernama Candra ini. Apa yang dia lakukan membuatku semakin tidak mengerti.

Karena Candra, tokoku tidak rusak parah dan aku sendiri juga tidak terluka. Aku membersihkan toko dan naik taksi untuk pulang. Pada saat ini, ponselku berdering nada pesan masuk, biaya naskahku sudah dikirim ke rekeningku.

4 juta dengan hidup berhemat, uang itu cukup untuk biaya hidupku beberapa saat. Aku menabung uang itu dan menemukan pekerjaan pengiriman makanan di KFC. Meskipun gajinya rendah, hal itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

Di musim panas yang terik, aku mengendarai sepeda listrik dan berjalan melalui jalan-jalan yang padat dengan kendaraan. Aku mengantarkan setiap makanan dengan serius. Seminggu kemudian, aku mengantarkan makanan ke sebuah kompleks perumahan lama. Setelah mengantarkan makanan, aku turun ke bawah. Saat aku berjalan ke lantai tiga, aku mendengar tangisan seorang anak yang datang dari pintu rumah yang tertutup.

Mungkin karena aku memikirkan anakku, aku sangat sensitif dengan tangisan anak itu. Anak itu menangis dengan suara serak dan terengah-engah, tapi tidak ada suara orang dewasa di ruangan itu.

Aku berdiri di luar pintu rumah itu. Aku benar-benar ingin mendobrak masuk dan membujuk anak itu.

Pada saat ini, pintu keamanan tetangga di seberang terbuka dan seorang wanita paruh baya menjulurkan kepalanya. Dia menatapku, kemudian melihat ke rumah yang pintunya tertutup. Dia menatap rumah yang terdengar anak menangis terengah-engah sambil menggelengkan kepala dengan penuh simpati, "Aduh, kasihan sekali. Orang dewasa pergi bekerja dan meninggalkan seorang anak berusia dua tahun di rumah sepanjang hari. Sungguh menyedihkan mendengar anak ini menangis."

Aku terkejut, "Apakah sekarang tidak ada orang dewasa di dalam rumah ini?"

Tetangga wanita itu menggelengkan kepalanya, "Tidak ada, tidak ada. Awalnya, saat pria di keluarga ini masih hidup, pasangan itu sangat menyayangi anak itu. Beberapa bulan yang lalu, pria itu meninggal karena sakit mendadak dan wanita itu menjadi satu-satunya yang tersisa untuk menjaga anak itu. Dia juga tidak begitu peduli dengan anak itu lagi. Setiap hari dia meninggalkan anak itu di rumah sendirian dan dia pergi bekerja seharian."

Alisku berkedut. Tidak tahu kenapa, hatiku tiba-tiba merasa sakit.

Pada saat ini, tangisan anak perlahan-lahan menjadi kecil dan tangisan itu berubah menjadi rengekan pelan. Tidak ada yang tahu apakah anak itu lelah menangis dan tertidur atau telah terjadi sesuatu. Suara itu pelan-pelan menghilang.

"Dengarlah, mungkin dia sudah lelah menangis dan tertidur. Setiap hari seperti ini." Tetangga wanita itu menghela napas.

Aku bertanya, "Kenapa mereka tidak menyekolahkan anak itu ke taman kanak-kanak?"

Wanita paruh baya itu berkata, "Siapa yang tahu, anak itu bukan anak kandung mereka. Dengar-dengar anak itu diadopsi dua tahun lalu. Ibu anak itu adalah seorang tahanan. Setelah melahirkan, dia tidak akan menginginkan anak itu."

Otakku berdengung sejenak.

Pada saat itu, darah naik ke wajahku. Tubuhku terhuyung-huyung dan aku hampir jatuh karena terlalu kepalaku terasa berat.

Mungkinkah anakku yang malang terkunci di dalam pintu tertutup ini?

Aku berbalik dan menatap kosong ke pintu yang tertutup, sementara tetangga wanita sudah menutup pintu rumahnya. Aku ditinggalkan sendirian di koridor kuno ini.