webnovel

##Bab 33 Memasak

Aku tidak bisa memberi tahu Tuan Muda Kelima bahwa aku melahirkan seorang putra untuk Candra dan saat dia lahir aku memberikan anak malang itu pada orang lain. Hal ini adalah rasa sakit terbesar di hatiku.

Tuan Muda Kelima melihat aku tidak berniat memberitahunya, dia tidak bertanya lagi. Dia minum bir sendirian.

"Mau makan apa? Aku mau pesan makan."

Aku mengeluarkan ponselku, Tuan Muda Kelima terluka karenaku. Aku pikir aku harus bertanggung jawab atas makanan Tuan Muda Kelima.

Tuan Muda Kelima mengangkat matanya dan melirikku, "Kamu bisa masak? Aku ingin makan masakanmu."

Tuan Muda Kelima berbalik dan pergi setelah mengatakan itu.

Dapur yang bersih dan rapi ini dipenuhi dengan fasilitas modern yang paling canggih. Selain kompor memasak, sama sekali tidak ada bahan memasak. Jadi, aku mau tidak mau keluar untuk membeli sayuran.

Meskipun keterampilan memasakku tidak terlalu bagus, aku masih bisa memasak beberapa hidangan enak. Hal ini berkat waktu aku tinggal bersama Cindy.

Cindy sibuk dengan pekerjaan dan sering pulang dengan perut kosong. Sementara aku enggan untuk makan di luar. Bagaimanapun, sekarang aku menjalani kehidupan yang sangat sederhana. Jadi, aku sering melihat resep di ponselku dan belajar memasak dari video.

Sejak dibebaskan dari penjara hingga saat ini, aku juga sudah bisa memasak beberapa masakan.

Ada sebuah supermarket di luar kompleks. Aku masuk dan membeli beberapa sayuran dan daging. Aku kembali dan sebuah mobil melaju dari belakangku. Ketika melewatiku, kecepatan mobil itu menjadi sangat lambat. Orang yang ada di dalam mobil memperhatikanku. Aku sedang terburu-buru, jadi aku tidak memperhatikan sampai mobil itu pergi.

Aku kembali ke apartemen Tuan Muda Kelima dan masuk ke dapur, bersiap untuk membersihkan sayuran. Tuan Muda Kelima berjalan dari belakangku, dia melirik ke gedung apartemen di seberang dengan makna yang dalam dan berkata dengan acuh tak acuh, "Candra tinggal seberang apartemen di lantai yang sama dengan di sini. Mungkin, sekarang dia sedang berdiri di depan pintu jendela dan melihat ke sini."

Tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Saat aku sedang memilih sayuran, kuku jariku menggores kulit halus di jariku hingga mengeluarkan darah.

Kenapa bisa begitu kebetulan? Apakah benar Candra tinggal di gedung yang berseberangan dengan Tuan Muda Kelima?

Jadi mobil tadi ....

Saat aku kembali dari berbelanja, mobil perlahan melaju melewatiku.

"Kenapa, bukankah dia seharusnya tinggal di area vila yang mewah?" jawabku dengan dingin.

Tuan Muda Kelima tertawa, tapi dia malah mengangkat tangannya dan menepuk pundakku, "Candra memang sering tinggal di sini, sendirian."

Setelah selesai berbicara, Tuan Muda Kelima berjalan keluar, tapi aku malah terus memikirkan kata-kata Tuan Muda Kelima. Apa yang dilakukan Candra di sini?

Bukankah dia sangat mencintai istri dan putrinya?

Hatiku kacau karena kata-kata Tuan Muda Kelima, aku bertanya-tanya mengapa Candra sering tinggal di sini sendirian? Mungkinkah dia memiliki selingkuhan yang lain?

Aku tiba-tiba teringat pagi itu ketika bertahun-tahun yang lalu, aku melingkarkan tanganku di lehernya sambil berkata, "Kamu selalu pergi ke Kota Canis, apakah kamu memiliki selingkuhan di sana?"

Mungkinkah dia memiliki wanita lain selain Stella?

Apakah ini adalah tempat mereka bertemu?

Bagaimana mungkin seorang wanita seperti Stella membiarkan Candra tinggal sendirian di luar?

Pikiranku kacau dengan segala macam spekulasi tentang Candra yang tinggal di sini sendirian hingga jari-jariku hampir terpotong oleh pisau dapur.

Ketika pisau tajam memotong kukuku, sentuhan keras menyadarkan lamunanku. Aku baru menyadari bahwa pikiranku kacau karena Candra.

Saat aku hendak menumis sayur. Aku baru menyadari tidak ada minyak, garam saus dan cuka di rumah.

Benar-benar rumah seorang lelaki bujangan.

Aku akhirnya keluar dari dapur lagi.

Di ruang tamu, Tuan Muda Kelima mengangkat lengan yang terluka dan menatap ikat busur putih di atasnya, tidak tahu apa yang dia lihat.

Aku berkata, "Aku akan pergi membeli minyak dan garam. Kamu tidak punya apa-apa di sini."

Tuan Muda Kelima tidak mengangkat kepalanya, "Pergilah."

Aku buru-buru pergi ke supermarket di luar kompleks. Aku membeli minyak, garam, kecap dan cuka serta berbagai makanan kecil. Aku juga membeli beberapa roti kukus. Aku takut dapur Tuan Muda Kelima yang bersih bahkan ada sebutir nasi.

Bahkan jika ada nasi, aku khawatir tidak ada penanak nasi. Penanak nasi harganya ratusan ribu. Aku tidak punya uang untuk membeli penanak nasi untuknya. Aku membeli rumah seharga 20 juta sudah menghabiskan setengah dari tabunganku.

Aku berjalan keluar dengan barang belanjaan yang sangat banyak. Saat ini kebetulan seseorang berjalan masuk, "Bos, aku mau satu bungkus rokok."

Setelah pria itu selesai berbicara, dia menundukkan kepalanya dan merokok.

Aku dapat melihat postur wajahnya dengan kepala yang tertunduk. Dunia ini benar-benar sempit. Jalanku dan Candra benar-benar sangat sempit, kami bertemu kembali.

Ketika bos membawa rokok, Candra berbalik ke samping, lalu dia menyerahkan uang kertas di satu tangan dan tangan lain mengambil rokok. Dia menatapku dengan makna yang dalam di matanya yang jernih, kemudian dia berbalik dan berjalan pergi.

Dia juga memasuki komplek perumahan. Untuk menjaga jarak darinya, aku sengaja keluar dari supermarket setelah beberapa saat.

Namun aku masih melihat tubuh Candra yang ramping dan tinggi. Dia berjalan melalui jalanan yang disinari oleh matahari sore.

Bajingan ini berjalan begitu lambat, aku membawa begitu banyak barang di tanganku. Mungkin belanjaanku memiliki berat hingga 10 kilo, pergelangan tanganku sangat lelah sehingga terasa hampir patah, tapi pria itu masih berjalan dengan lambat.

Aku tidak bisa memedulikan terlalu banyak hal lagi. Aku melangkah maju dan berjalan ke depan. Jika aku juga berjalan dengan lambat, mungkin lenganku akan patah.

Aku hanya ingin memasukkan barang-barang ini ke dapur Tuan Muda Kelima dengan cepat.

Secara kebetulan saat aku berjalan melewati Candra dengan tergesa-gesa, kantong belanjaan di tanganku tiba-tiba pecah dan seluruh barang belanjaanku berserakan di tanah

Sebotol bumbu berguling ke kaki Candra.

Aku langsung tercengang.

Candra berhenti, lalu mengambil botol bumbu yang berguling di kakinya. Dia melihat kode di atasnya dan berkata dengan sedih, "Kamu bersedia memasak untuknya, menggunakan rahasia yang aku katakan padamu untuk mendapatkan keuntungan. Sepertinya, kamu benar-benar telah jatuh cinta padanya."

Aku menatap Candra yang menundukkan kepala, ekspresinya seakan sedang memikirkan sesuatu dan sedih karena kehilangan, tiba-tiba aku marah, "Kamu pantas mendapatkannya!"

Aku berjalan beberapa langkah ke depan, lalu mengambil botol bumbu itu dan berjalan kembali dengan cepat. Aku membungkuk untuk mengambil barang-barang di tanah, tapi kantong belanjaan sudah rusak dan barang-barang ini tidak bisa dimasukkan lagi.

Aku mau tidak mau pergi ke supermarket lagi dan membeli kantong belanjaan baru. Saat aku kembali, Candra masih belum pergi. Tubuhnya yang ramping masih berdiri di depan tumpukan barang-barangku, dia mengerutkan kening seakan memikirkan sesuatu.

Aku berjalan cepat dan memasukkan semua barang itu ke dalam kantong. Tepat ketika aku hendak pergi, Candra berbicara lagi, "Apa kamu tahu? Kalian tidak mungkin bisa bersama."

Aku berhenti tiba-tiba, aku sangat marah. Kalaupun aku sama sekali tidak menyukai Tuan Muda Kelima, bahkan kalau aku menyukainya. Bagaimana mungkin aku bisa membiarkannya mengatakan hal yang tidak-tidak?

Aku memelototi Candra dengan marah, saat hendak meneriakinya karena ikut campur urusan orang lain, aku malah melihat ekspresi seriusnya yang menatapku dalam-dalam.

Sorot matanya terlihat sangat rumit.

Tampaknya ada ribuan kata yang sulit untuk diungkapkan, tampaknya seakan ada rasa kasihan dan ketidakberdayaan yang mendalam.

Mata seperti itu sangat familier. Ketika dia keluar dari penjara dia telah menggunakan mata yang rumit untuk melihatku beberapa kali.