webnovel

##Bab 114 Ada Yang Aneh

Saat ini, Tuan Muda Kelima baru mengulurkan tangan, "Berikan ponselmu."

Aku menyerahkan ponsel dan tuan muda mengetuknya dengan jarinya sebentar, lalu mengembalikannya kepadaku, "Katakan pada temanmu untuk membeli ini, dia pasti akan menghasilkan banyak uang."

Aku melihat saham, ada jenis perbankan dan real estat. Aku mengirim Cindy kode saham itu. Kemudian, aku bertanya kepada Tuan Muda Kelima , "Apakah kamu menghasilkan banyak uang dari saham? Sepertinya kamu memahaminya dengan baik."

Tuan Muda Kelima menatapku dengan tatapan "kamu meremehkanku", "Tentu saja, sebagian besar asetku berasal dari saham."

Aku tertegun dan mulai menghitung di dalam benakku, berapa banyak aset yang dimiliki Tuan Muda Kelima. Hal yang lain aku tidak tahu, yang aku tahu dia memiliki kurang dari tiga mobil mewah, masing-masing harganya miliaran. Selain itu, orang ini sangat suka bermain dengan wanita. Aku tidak tahu berapa biayanya.

Dengan begini, pendapatannya dari saham pasti sangat banyak.

"Aku pikir itu diberikan oleh ayahmu."

Aku tidak mengatakan sepatah kata pun. Aku pikir tuan muda ini adalah seorang playboy yang hanya bisa menghabiskan uang. Tanpa Ayahnya, dia bukan apa-apa.

Tuan Muda Kelima menghela napas, "Dia? Dari mana dia punya uang? Aku hanya meminjam kekuasaannya saja. Bahkan uang yang aku beli saham pada awalnya aku pinjam dari rentenir."

Aku semakin tercengang, putra Komandan yang bermartabat, bahkan meminjam uang pada rentenir untuk membeli saham.

Pada saat ini, ponselku berdering dan aku menjawab. Bosku memintaku pergi ke perusahaan, ada sesuatu penting yang harus ditangani.

Aku harus berkata kepada Tuan Muda Kelima, "Aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan, sampai jumpa di lain hari."

Suara Tuan Muda Kelima datang dari belakang, "Hei, aku belum menyuruhmu pergi!"

Aku tidak punya waktu untuk memedulikan omong kosong Tuan Muda Kelima. Bosku sedang menungguku di perusahaan.

Setelah aku menyelesaikan pekerjaanku, waktu sudah jam enam. Saat aku kembali ke apartemen, Cindy belum kembali, jadi aku pergi tidur lebih awal. Keesokan paginya, aku pergi ke pengadilan untuk menangani sebuah kasus. Aku menang dalam kasus itu, aku sangat senang dan melangkah keluar dengan gembira.

Saat aku melewati tempat parkir, aku melihat sebuah mobil yang aku kenal, itu adalah mobil Candra. Dalam sekejap, beberapa pikiran terlintas di benakku dan aku ingin menghancurkan mobil itu. Aku mencari batu, tapi pikiranku memberitahuku lagi, ini adalah pengadilan. Aku harus memilih tempat yang tepat untuk membuat onar.

Ketika aku menggertakkan gigi di depan mobil, pintu mobil terbuka dan Candra keluar.

Dia ada di dalam mobil dan aku tidak menyadarinya.

Aku terkejut melihat tubuhnya yang ramping dengan setelan hitam dan berjalan dengan anggun. Candra berhenti di depanku, senyum mengejek muncul di sudut bibirnya, "Trik apa yang ingin kamu lakukan? Aku ingatkan, jangan menggali kubur sendiri, aku menyimpan video di ruang istirahat pria hari itu."

Dia menggoyangkan ponsel hitamnya ke arahku dan aku berteriak tak percaya, "Candra, apa yang telah kamu lakukan? Dasar licik!"

Candra menyunggingkan bibirnya hingga terlihat sangat menawan, "Kamu yang memaksaku."

Setelah dia selesai berbicara, dia mengabaikanku dan berjalan melewatiku dengan kakinya yang panjang.

Namun, otakku berdengung karena kata-katanya. Hari itu, tindakannya begitu intim dan eksplisit. Dia bahkan merekamnya.

Benar-benar orang yang sangat licik. Tubuhku bergemetar marah untuk sementara waktu. Bosku meneleponku dan bertanya tentang hasil pengadilan. Aku terkejut, aku bahkan tidak mendengar telepon berdering.

Sampai ponselku berdering lama di tasku, aku tersadar dari lamunanku dan menjawab telepon dengan cepat.

Untungnya, bos tidak mengatakan apa-apa dan menutup telepon setelah mendengarkan laporan itu.

Namun, video di tangan Candra membuatku tidak bisa tidur. Aku gelisah selama beberapa hari, aku tidak dapat menahan diri dan meneleponnya, "Candra, kamu akan mendapat balasan setimpal!"

Candra hanya mencibir, "Aku tidak punya pilihan selain melakukannya. Ngomong-ngomong, kamu masih sangat bergairah seperti sebelumnya, Setiap malam aku selalu mengenangnya...."

Kata-kata Candra membuat dadaku hampir meledak. Kepalaku berdengung, aku benar-benar ingin mengambil pisau dan bergegas ke PT. Sinar Muda untuk menusuk Candra.

"Ngomong-ngomong," kata-kata Candra terdengar lagi, "Ingat untuk tidak mencari Tuan Muda Kelima lagi. Kalau tidak, akan buruk kalau aku tidak sengaja mengirim video ini kepadanya."

"Kamu!"

Mataku menyemburkan api. Candra membuatku marah hingga aku hampir mengalami pendarahan otak.

Candra tersenyum, suaranya sangat rendah dan merdu, "Aku selalu ada untukmu, jadi kamu harus tetap menjaga dirimu. Yuwita, setelah satu tahun, aku akan menikahimu lagi."

Candra menutup telepon. Namun, aku sangat marah sehingga aku benar-benar tidak memiliki tenaga. Di kantor yang sepi saat makan siang, aku memegang ponselku dengan linglung. Kata-kata Candra terus terngiang di telingaku, "Aku akan menikah lagi denganmu."

Aku benar-benar kesal. Dia bahkan ingin menikah lagi denganku, angan-angan macam apa ini? Dia berpikir, setelah sekian lama, apakah aku akan tetap bersamanya? Selain itu, bisakah dia meninggalkan Stella? Apakah Stella memberinya kesempatan lagi untuk pergi darinya?

Aku sedang dalam suasana hati yang buruk. Aku membenci pria bernama Candra itu. Aku kesal mengapa dia masih hidup sampai saat ini?

Dalam sekejap, seminggu lagi telah berlalu. Selama minggu ini, aku melihat banyak iklan resor tentang kerja sama antara Candra dan Joan. Ada juga foto Candra dan Joan menemani teman-teman asing mengunjungi lokasi konstruksi. Di bawahnya tertulis resor ini laris manis, puluhan vila telah terjual, Bahkan ketika aku pergi bekerja, rekan-rekanku berbicara tentang resor ini, mereka berkata pemandangan di sana sangat indah dan pengembangnya sangat luar biasa. Jika bisa membeli sebuah vila di sana, maka mereka akan sangat beruntung.

Aku mematikan ponselku, aku benar-benar tidak ingin melihat berita apa pun dari mereka.

Pada akhir pekan, aku datang ke apartemen Tuan Muda Kelima sesuai jadwal. Tuan Muda Kelima sedang duduk di sofa di ruang tamu sambil memegang iklan real estat.

Ketika aku melihat nama bangunan itu, itu adalah resor Candra dan Joan.

"Apakah kamu tertarik dengan vila ini?"

Aku sedikit penasaran.

Tuan Muda Kelima menggelengkan kepalanya, "Rumah ini tidak bisa dibeli."

"Kenapa?" Aku terkejut.

Tuan Muda Kelima menoleh, "Ada yang aneh di sini."

Aku sedikit bingung, "Aneh kenapa?"

Mata Tuan Muda Kelima sedikit gelap. Dia melipat lembar iklan dan meletakkannya di samping, "Hanya intuisiku, aku tidak bisa memberi tahumu secara spesifik."

Tiba-tiba aku tertawa, "Aku pikir kamu menemukan sesuatu."

Tiba-tiba, aku melihat dua pot tanaman di balkon. Tingginya sekitar satu meter, dengan daun hijau yang subur.

Aku sangat gembira dan tidak bisa menahan diri untuk berjalan dan melihat dengan cermat. Aku suka bunga. Sebelumnya di rumahku dan Candra, ada rumah kaca khusus yang diisi dengan berbagai jenis bunga. Setiap pagi, aku akan pergi ke rumah kaca untuk melihatnya. Pada malam hari, aku akan duduk di rumah kaca dengan secangkir kopi dan mencium wewangian bunga sambil membaca majalah.

Sekarang, kehidupan seperti ini sudah lama berlalu, aku tinggal di rumah yang aku tinggali bersama Cindy dan ruangnya sangat kecil sehingga aku hanya bisa meletakkan beberapa pot bunga kecil.

Tatapan Tuan Muda Kelima ada di belakangku, tatapan samar tapi hangat yang menyelimutiku.

Kemudian, perawat kecil itu memberitahuku Tuan Muda Kelima pasti menyukaiku karena dia memperhatikanku untuk waktu yang lama.

Aku sudah mendengar ini tiga atau empat kali, tapi aku masih tidak percaya.

Tuan Muda Kelima tiba-tiba membuka mulutnya, "Ikut denganku ke maldives."

Aku tersenyum, aku masih memperhatikan tumbuhan di depanku dengan saksama, "Tuan, aku ingin bekerja untuk mendapatkan uang. Kalau kamu ingin menikmati pantai yang cerah, kamu lebih baik mengajak Febiola."

Menurut pendapatku, di antara begitu banyak wanita Tuan Muda Kelima, dia menghabiskan waktu paling banyak dengan Febiola. Ketika aku meneleponnya, dia beberapa kali terbangun di kamar Febiola.

"Ya sudah kalau kamu tidak mau pergi. Kenapa kamu sembarangan menjodohkan orang?"

Tuan Muda Kelima bangkit dengan marah dan meninggalkan ruang tamu.

Aku sedikit terkejut melihat reaksinya yang sedikit berlebihan.

Perawat kecil itu berkata dengan suara rendah, "Kak Clara, kenapa kamu bisa membiarkan tuan muda mengajak wanita lain? Dia mengundangmu! Kamu membuatnya kehilangan muka seperti ini. Dia pasti akan marah lagi."

Aku, "..."

Tidak peduli bagaimana Tuan Muda Kelima marah, aku masih harus pergi bekerja. Aku tidak dapat menunda pekerjaanku untuk menemani Tuan Muda berlibur.

Aku tidak masuk untuk meminta maaf pada Tuan Muda Kelima, aku hanya memberi tahu perawat kecil itu dan pergi. Sekarang, kondisi Tuan Muda Kelima sudah sehat, jadi aku tidak perlu khawatir lagi. Hal lain yang aku khawatirkan adalah tokoku yang tidak dikunjungi selama beberapa hari.

Ketika aku datang ke toko kueku, aku melihat catatan di kaca menanyakan kapan aku bisa kembali untuk membuat kue? Aku baru mengetahui ada begitu banyak orang yang menunggu aku untuk kembali.

Aku mengambil beberapa catatan baru-baru ini dan menelepon untuk menanyakan apakah mereka masih perlu membuat kue. Aku bisa membuatnya untuk mereka minggu besok. Orang-orang di sana sangat senang dan berkata mereka akan datang untuk mengambilnya besok.

Oleh karena itu, pada hari minggu aku sibuk dari pagi hingga malam. Aku membuat empat kue corak. Ketika para pelanggan mengambil kue, mereka sangat senang.

Ketika aku akan mengantar pelanggan terakhir, pintu kaca didorong terbuka dan seseorang berjalan masuk, "Kak, bukankah Kak Clara ada di dalam? Aku sudah bilang ada orang di dalam."

Orang yang masuk ternyata adalah Gracia. Di belakang gadis kecil itu adalah Gabriel yang sangat enggan untuk masuk.

"Kak Clara? Kamu di sini. Bagus sekali. Aku sudah lama menginginkan kue yang Kakak buat. Sayangnya, Kakak tidak pernah ke toko. Aku meminta kakakku untuk mencarimu, tapi dia menolaknya," ucap Gracia berlari dan meraih tanganku. Mata gelap Gracia bersinar dengan bahagia.

"Gracia, kue apa yang kamu inginkan?"

Aku meraih tangan gadis kecil itu dan menatapnya sambil tersenyum.

Gadis kecil itu mengedipkan matanya dan berpikir, "Kak Clara, bisakah kamu membuatkanku kue seperti dulu lagi? Terakhir kali di hari ulang tahunku, aku memfoto kue Verrell yang kakak buat dan memperlihatkan ke teman kelasku. Teman sekelas berkata sangat mirip. Besok adalah hari ulang tahun teman kelasku. Aku ingin memberikan kue yang sama persis padanya."

Aku berkata, "StoriesOke, tidak masalah, tunggu di sana saja."

Aku menunjuk ke meja bundar, gadis kecil itu duduk dengan gembira di sana. Gabriel berdiri di pintu dan dia tidak melangkah maju. Matanya menoleh ke kiri dan ke kanan.

"Kak, apa yang kakak lakukan? Duduk di sini!" panggil Garcia.

Gabriel menatapku, lalu menatap ke meja bundar dan menggelengkan kepalanya, "Tidak."

Apakah pria ini takut di kursiku ada ular yang akan menggigit pantatnya? Aku juga terdiam, Gabriel menjauhiku seakan aku adalah seorang pencuri.