webnovel

##Bab 109 Tidak Masuk Akal

Air mata mengalir di wajahku, mengapa setelah bertahun-tahun, setelah hatiku terluka parah oleh pria ini, aku masih menerimanya? Aku sangat sedih.

Candra memelukku dengan sangat lembut dan emosional. Mendengar tangisan diamku, dia mengangkat kepalanya dan melihat air mata di wajahku. Dia mengangkat tangannya untuk menghapus air mataku, "Aku tahu kamu bersalah, aku tidak akan mengkhianatimu."

Dia menatapku dalam-dalam sampai ponselnya berdering di ruangan yang sunyi. Dia pergi untuk menjawabnya.

Dia mengangkat telepon sambil mengenakan pakaian.

Di depan mataku, dia berkata, "Aku tahu, aku akan pergi ke sana." Setelah mengenakan celananya dan menutup telepon, dia berjalan kembali ke ranjang lagi, lalu membungkuk dan mencium sudut mulutku , "Kamu istirahatlah dengan baik."

Dia pergi begitu saja.

Aku berguling dan menangis sedih.

Tiga tahun kemudian, aku masih kehilangan diriku sendiri.

Telepon berdering hingga membuatku sadar dari lamunanku. Aku bangun untuk mencari ponsel dan melihat tulisan "perawat kecil" berkedip di layar ponsel.

Aku menjawab, "Kak Clara, kenapa tadi malam kamu tidak datang? Tuan muda kehilangan kesabarannya lagi, tolong cepat datang, aku benar-benar tidak tahan lagi...."

Jantungku berdetak kencang. Tiba-tiba aku teringat telah berjanji pada perawat itu untuk pergi ke rumah sakit tadi malam. Namun setelah bertemu dengan Gabriel, aku hanya memikirkan balas dendam dan melupakannya.

"Aku akan ke sana malam ini."

Setelah menutup telepon, aku membangkitkan semangatku, lalu berganti pakaian bersih. Aku membeli sekotak pil kontrasepsi darurat di gerbang kompleks perumahan dan bergegas ke perusahaan.

Sangat jelas, aku terlambat lebih dari satu jam.

Omong-omong, aku benar-benar tidak tahu malu. Sejak aku bekerja di Kewell, aku terus-menerus meminta cuti. Hari ini, aku kembali terlambat.

Saat memasuki kantor, hatiku sangat gelisah, karena aku takut dengan tatapan aneh rekan-rekanku. Untungnya, tidak ada yang memperhatikanku, hanya atasanku yang mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat arlojinya dan berkata dengan serius, "Clara, kamu hampir dua jam terlambat, meskipun seseorang telah meminta cuti untukmu, aku berharap hal seperti ini tidak akan terjadi lagi."

Seseorang meminta cuti untukku?

Candra? Keraguan muncul di benakku.

"Maaf karena aku telah menyebabkan masalah untuk semua orang." Aku membungkuk kepada semua orang.

Monica menatapku dan menatap atasan, lalu dia tersenyum dan berkata, "Wajah Kak Clara tidak baik, dia pasti sakit, tolong maafkan dia."

Atasan memberikan tatapan dingin dan tajam, lalu berjalan pergi.

Aku sedang duduk di kursi kantor dan aku benar-benar tidak punya energi.

Candra sangat ganas. Seperti yang dia katakan, dia telah menahan dirinya selama tiga tahun. Mungkin itu benar.

Aku duduk di kursi kantor dengan sekujur tubuhku yang pegal, kelopak mataku juga berat dan ingin tidur.

Monica datang, dia mendekatkan hidungnya dan mengendus kerahku, lalu dia berkata dengan suara rendah, "Kak Clara, tadi malam kamu terlalu banyak berolahraga?"

Monica hampir membuatku muntah, tapi karena perutku kosong, jadi aku tidak memuntahkan apa pun.

Aku berkata, "Monica, apa yang kamu bicarakan?"

Monica mengedipkan mata padaku dengan wajahnya ingin bergosip, "Berarti kamu bermain semalaman? Suara pria yang baru saja menelepon sangat merdu."

Wajahku menjadi sangat masam. Aku menjadi semakin yakin Candra-lah yang meminta cuti untukku. Namun, aku memang melakukan hal semacam itu dan orang itu adalah mantan suamiku yang paling aku benci.

Aku menggerakkan sudut mulutku. Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa.

Bos memberikan kontrak padaku dan berkata, "Ini barang yang Pak Gabriel inginkan, kamu antarkan padanya. Selain itu, firma hukum telah memutuskan untuk mengutusmu sebagai pengacara khusus Perusahaan Halim, yang mengkhususkan untuk mengurus masalah dalam perusahaan Halim."

"Oh."

Aku sedikit terkejut. Meskipun tiga tahun lalu, aku adalah seorang pengacara terkenal di industri ini, sekarang aku sama sekali tidak berharga.

Seharusnya Jasmine berniat untuk memberiku kesempatan.

Aku mengambil dokumen itu dan segera berangkat ke Perusahaan Halim.

Perusahaan itu juga berada di jalan yang dipenuhi gedung perkantoran ini. Gedung Perusahan Halim dapat dilihat dua mil jauhnya dari PT. Sinar Muda .

Aku turun dari mobil perusahaan, lalu memasuki Gedung Perusahaan Halim dan memberi tahu resepsionis aku adalah pihak Kewell yang datang untuk menyerahkan kontrak kepada Pak Gabriel. Resepsionis menyuruhku untuk langsung pergi ke kantor Gabriel.

Sepertinya Gabriel sudah memesan padanya.

Aku langsung berjalan ke depan pintu kantor Gabriel dan hendak mengetuk pintu, tapi pintu kantor telah dibuka dari dalam. Gabriel yang mengenakan setelan hendak berjalan keluar. Saat dia melihatku, wajahnya ketakutan dan dia melangkah mundur. "Kenapa kamu datang ke sini?"

Ketika Gabriel melihatku, dia seakan melihat seekor binatang buas. Aku melihat mata Gabriel yang membiru. Aku berpikir anak ini mungkin telah dihajar oleh Candra.

Aku mengeluarkan ponselnya dari tasku dan melemparkannya padanya, "Aku kembalikan padamu."

Gabriel tidak berani mengambil ponsel yang aku lempar ke dalam pelukannya, seolah-olah dia telah menyentuh kentang panas. Dia membiarkan ponsel itu jatuh ke lantai. Setelah beberapa saat, dia baru membungkuk untuk mengambilnya.

"Kenapa kamu di sini? Apakah kamu ingin Kak Candra memukuliku sampai mati?" gerutu Gabriel dengan marah.

Aku mengeluarkan setumpuk kontrak dan melemparkannya kepadanya, "Kamu terlalu banyak berpikir, aku ke sini untuk ini."

Gabriel merasa lega dan mengangkat tangannya untuk menyeka keringatnya.

Dia membawa kontrak itu ke meja dan melihatnya dengan cermat, lalu menyerahkannya kepadaku, "Kamu bisa membawanya untuk dicap."

Aku mengambil kontrak itu dan tersenyum padanya, "Gabriel."

"Apa yang mau kamu lakukan lagi?"

Anak ini ketakutan karena tindakanku. Saat aku memanggilnya, seluruh tubuhnya tersentak dan matanya penuh kewaspadaan.

Aku melengkungkan sudut bibirku, "Perusahaan telah memutuskan aku akan bertanggung jawab atas urusan hukum di kantormu, jadi senang bekerja sama denganmu."

Aku mengulurkan tangan ke Gabriel, Gabriel melihat tangan putih polosku dan menatap mataku, seolah-olah sedang memastikanapakah ada jebakan. Akhirnya, dia mengulurkan tangan dengan ragu-ragu dan menjabat tanganku sejenak.

Baru menyentuh tanganku, dia sudah langsung melepaskannya, seakan ada seekor ular di tanganku.

Setelah pergi dari Perusahaan Halim, aku duduk di mobil perusahaan. Aku sangat mengantuk sehingga aku selalu ingin tidur. Tidak ada cara lain. Jika aku tidak harus pergi bekerja, aku takut paling tidak aku harus terbaring di rumah selama tiga hari tiga malam.

Ketika aku memikirkan Candra, seakan ada api membara di hatiku. Saat ini situasiku bisa dilukiskan dengan pepatah senjata makan tuan, aku telah mencelakai diriku sendiri.

Aku tidak berhasil mencelakai Candra tidak, tapi malah dimanfaatkan olehnya.

Saat melewati PT. Sinar Muda, aku melihat Candra turun dari mobil. Tubuhnya yang tinggi dan lurus berjalan ke gedung perusahaan dengan langkah mantap. Dia sama sekali tidak terlihat lelah. Pria ini memiliki energi yang sangat kuat.

Pada saat yang sama, hal ini juga membuatku membencinya hingga gigiku terasa gatal.

Setelah aku pulang kerja, aku bergegas ke rumah sakit lagi. Di sana masih ada seorang pria hidup yang sedang menungguku.

Sebelum aku memasuki pintu, aku mendengar suara kesal Tuan Muda Kelima, "Hari ini aku tidak mau diobati lagi!"

Alisku berkedut dan aku segera melangkah ke pintu bangsal. Aku melihat dokter dan perawat berdiri berjajar di bangsal. Perawat kecil itu menyusut di belakang sekelompok dokter dan bergemetar ketakutan. Tuan Muda Kelima mencabut jarum infus dari pergelangan tangannya dan melemparkan botol cairan ke lantai.

Dokter juga sangat marah, "Oke, kamu tidak mau diobati lagi, 'kan? Sekarang, kamu telepon ayahmu, telepon ke Kepala Biro Hendra. Sampai saat itu, jangan katakan kami yang menganiayamu."

Tuan Muda Kelima mengangkat ponsel dan hendak menelepon, aku buru-buru berteriak, "Jangan!"

Tuan Muda Kelima tiba-tiba mengangkat kepalanya. Saat dia mendengar suaraku, seakan ada cahaya yang bersinar di mata indah seperti manik-manik kaca itu. Namun kemudian dia mendengus dan membalikkan punggungnya, "Apa yang kamu lakukan di sini, dasar tidak punya hati nurani? Aku tidak membutuhkanmu, pergi dari sini!"

Tuan ini memarahi di depan begitu banyak orang dan wajahku menjadi panas karena dimarahi olehnya. Siapa yang tidak memiliki hati nurani? Jika aku benar-benar tidak memiliki hati nurani, aku dapat menanggung omelan ini, tapi nyatanya bukan seperti yang dia pikirkan.

Wajahku juga menjadi masam, "Telepon saja sekarang, aku juga malas mengurusmu. Bagaimanapun juga, aku juga tidak punya hati nurani. Kelak aku tidak akan datang lagi."

Aku hendak berhalan pergi dengan suasana hati yang suram, tapi sebenarnya aku tidak benar-benar ingin bangun. Jika aku terus menuruti kemauan tuan muda ini, itu hanya akan membuatnya lebih arogan dan sombong.

Tuan Muda Kelima tiba-tiba menoleh dan menunjuk ke arahku dengan mata tajam, "Coba saja kalau kamu berani pergi! Kalau kamu berani keluar dari ruangan ini, kamu akan...."

Tuan Muda Kelima tiba-tiba berhenti berbicara , matanya berkedip untuk waktu yang lama, kemudian dia mendengus, "Aku tidak akan memedulikanmu lagi."

Aku menggelengkan kepala dengan sangat tak berdaya. Tuan muda ini lebih tua dariku, tapi sebenarnya usia mentalnya sama seperti seorang anak kecil.

"Aku tidak pergi, tapi kamu harus meminta maaf kepada dokter, perawat dan perawat kecil yang merawatmu," kataku dengan serius.

Wajah tampan Tuan Muda Kelima terlihat masam, matanya yang sangat tajam terus menatapku.

"Berani sekali kamu?"

"Aku tidak berani, aku pergi." Aku berbalik dan tampak akan pergi.

Tuan Muda Kelima kesal hingga melemparkan gelas air di meja ke lantai samping ranjang.

"Kalau kamu pergi, selamanya kamu jangan pernah memintaku meminta maaf kepada mereka!"

Alisku berkedut dan aku semakin merasa tuan muda ini terlihat seperti anak yang tidak masuk akal.

"Aku tidak akan pergi, kamu minta maaf," kataku dengan serius.

Pada saat ini, para dokter, perawat dan perawat kecil menatapnya dengan penuh semangat.

Wajah dokter itu masih pucat dan semua perawat tampak tertekan dan perawat kecil itu menatapku dengan gelisah, "Tidak ... tidak perlu meminta maaf saja."

Perawat kecil itu yang pertama kali mengalah.

Dokter mendengus dan ingin pergi. Aku juga berbalik hendak pergi, aku sudah bisa memastikan tuan muda ini tidak akan meminta maaf. Dia adalah orang yang sangat sombong, merasa dirinya sangat hebat. Dia melakukan apapun yang dia inginkan dan jarang memikirkan perasaan orang lain.

"Aku minta maaf."

Tuan Muda Kelima akhirnya membuka mulutnya denga suara suram, meskipun terdengar sangat tidak tulus, itu memang dilontarkan dari mulut emas tuan muda ini.

Aku sudah sangat puas dan hatiku tiba-tiba merasa lega. Bahkan dokter dan perawat yang merawat juga terlihat lega.

Dokter menginstruksikan perawat untuk memasangkan kembali sisa cairan untuk Tuan Muda Kelima, kemudian pergi.