"Ya, dia pasti tau...."
"Dia...."
****
Arif terus berpikir seharian, dia jadi tidak fokus melakukan pekerjaannya. Semuanya berantakan, wanita itu siapa? Dia mau apa?
"Rif...Rif...!!" Panggil Nana teman kerja satu shif dengan arif saat itu.
"RIF LO NAPA SIH!" Pangil Nana sekali lagi dengan teriakannya yang menggelegar karna arif terdiam tanpa kata.
Seketika semua orang yang ada di dalam menatap heran nana. Dia memang seperti itu orang nya, sedikit berisik dan selalu ingin tahu masalah apapun itu.
Tapi dia bukan hanya ingin tahu saja, nana itu salah satu pendengar yang baik bagi Arif. Dia yang memang selalu memberi saran ke pada arif, sifat care dia itulah yang membuat dia menjadi menyenangkan.
"Na....gue nggak budeg" sahut arif kaget
"Gue udah panggil lo ya berkali-kali tapi ga di Jawab" jawab nana dengan raut kesal
"apa coba kalo ga budeg hah?"
"Ya...ya sorry gue lagi ga fokus"
"Ga ada ya..!ga ada ga fokus kaya gini, gue tau lo pasti ada masalah kan?" Desak nana dan menyipitkan matanya lalu menatap tajam ke Arah arif tanpa terkedip sedikit pun.
Begitulah nana, selalu sadar jika teman-temannya memang sedang ada masalah.
"Na udahlah ya kerja dulu aja, tar gue ceritainnya" jawab arif sambil memberikan Senyum kecilnya sebagai tanda dia baik-baik saja kepada nana.
"Ga bisa" sinis nana.
"Lo ga bisa kerja dengan keadaan kaya gini, ayo ikut gua" ajak nana dan menarik arif keluar dari tempat kerja itu.
****
Nana terus menerus menatap arif dengan penuh penasaran, tatapannya begitu haus akan informasi dan perlahan memaksa arif untuk bercerita.
Perlahan tapi pasti, nana yang duduk bersebrangan dengan arif dan di batasi dengan meja. Sedikit Demi sedikit mulai mencondongkan badannya, maju menjadi lebih dekat dengan arif.
Arif yang kebingungan dengan sikap nana, menutupi sedikit bagian wajahnya sambil melihat lihat sekitar. Berharap tidak ada orang yang memperhatikan.
"Na lo ngapain sih ngeliatin gua kaya gitu terus? Geli gila!" Tanya Arif
"Gua Akan terus kaya gini, sampe lo cerita kenapa"
"Huft...oke lo menang" pasrah arif
"Yass...gua tau ini pasti berhasil" sambil mengepalkan tangannya, nana menunjukan raut senang.
"Ad...ada sesuatu hal yang aneh...di rumah gue" jelas Arif dan raut wajah cemas mulai tergambar dengan jelas.
Nana hanya diam dan menunjukan wajah tidak suka dengan jawaban arif barusan.
"Semua juga tau kalo lo tinggal di rumah aneh" sahut nana lalu memutarkan bola matanya seraya meledek arif.
"Bukan itu maksud gua na"
"Jadi apa maksud lo?
"Akhir-akhir ini gue ga sendirian di rumah"
"OH JADI LO BAWA PELACUR KE RUMAH LO!" teriak nana seperti biasanya dan membuat arif malu sekujur tubuh.
"Anjir bukan itu maksud gue gila" tepis arif dan menepuk tangan nana agar dia bisa sedikit terkontrol.
"Ya terus apa kalo bukan itu yang bikin lo ga fokus rif?" Tanya nana memasang wajah kesal
"Ya makanya lo dengerin gue dulu na"
"Oke fine..."
"Gue rasa yang lagi sama gue itu bukan manusia"
Sekali lagi, nana hanya terdiam memandangi arif. Tapi kali ini dia berkedip, sering sekali berkedip.
"Dan baru aja kemaren malam, gue di datengin sama dia"
"Siapa siapa?" Tanya nana yang semakin penasaran, bahkan dia sampai pindah tempat duduk dan sekarang bersebelahan dengan arif.
"Gue juga ga tau dia siapa atau dia itu apa, Gue sering banget Ngerasain kehadiran dia" lanjut Arif bercerita
"Dia juga seolah ngedengerin semua pembicaraan gue Na, Bahkan tadi malem, dia sempet ngejawab omongan gue Na, Jelas banget, suara itu, begitu dekat sama gue"
Nana tidak bisa berkata apa-apa. dia hanya duduk terdiam menghadap kedepan, padangan dia kosong, seolah sedang mencerna setiap kata yang arif bicarakan.
"Dia seolah ngasih tanda Na" lanjut arif bercerita
"Stop rif" sangkal nana sambil terus menatap kosong ke depan.
"Gue tipe orang yang nggak percaya Hal kaya gitu, tapi ngeliat kondisi lu yang sekarang, pasti ini Hal yang serius" ucap Nana.
"Terus gue harus gimana Na?"
"Lo udah cerita sama kakak lo?"
"Gue males ngobrol sama dia"
"Setau Gue, Hal kaya gini nggak mungkin terjadi kalo nggak ada hubungannya sama orang terdekat lo"
"Jadi ini gara-gara kakak Gue gitu?"
"Ya bukan gitu maksud Gue gila!!!" Pekik Nana emosi.
Arif memang punya riwayat hubungan yang buruk dengan kakaknya sendiri. Mereka selalu bertengkar hebat kala itu.
Meskipun itu terjadi beberapa tahun yang lalu, tetap saja masing-masing dari mereka tidak mudah untuk melupakan kejadian di masa lalu tersebut.
"Kalo ini emang bener sesuai omongan lo Na, gua harus temuin kakak gue" ucap Arif serius.
"Gue ikut ya rif"
"Nggak usah" tolak Arif cepat.
Jangan sebut dia Nana kalau tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan sekarang Nana mencoba berdiri di atas meja agar Arif mengizinkannya.
"Nana...jangan coba coba!" Peringat Arif.
"Gue naik nih" ancam Nana.
"Ah, kenapa harus ada orang kaya lo sih, Yaudah oke, tapi besok aja ya" pasrah Arif
"Oke"
Apa Nana bilang, Arif itu orang yang baik. Jadi dia tidak mungkin membiarkan Nana melakukan hal konyol seperti itu.
****
TOK TOK TOK
Sudah 15 menti arif dan nana mengetuk pintu rumah tersebut, tidak ada jawaban sama sekali. Sangat sepi.
TOK TOK TOK !!!
Sekali lagi nana mengetuk pintu tersebut dengan sangat kerasnya. Dia sudah tak tahan lagi harus menunggu lama di luar.
"Kayanya dia juga lagi ga ada di rumah deh" kata arif
"Kira-kira kakak lo kemana ya?" Tanya Nana
Tiba-tiba pintu tersebut terbuka sedikit, Dan menunjukan sebuah bola mata mengintip dari dalam.
Arif dan Nana pun sontak melihat ke arah pintu tersebut dan mencoba membukanya lebih Lebar.
"Kak, bukain gue pintu, ini gue" kata Arif yang sudah tau itu adalah kakaknya yang sedang mengintip
Pada akhirnya dia membukakan pintu rumahnya tersebut. Ya, ia adalah kakak dari Arif. Gema Pradi Wibowo.
"Ada apa lo ke sini?" Tanya Gema, wajahnya sangat kusam dan pucat. Keadaannya buruk sekali, seperti dia tidak keluar dari rumah itu berminggu-minggu.
"Gue mau ngobrolin sesuatu sama lo"
Gema tak bicara dan hanya menggerakan kepalanya seolah tanda mengijinkan kita masuk ke rumahnya.
****
"Duduk lo" perintah Gema sembari membersihkan barang-barang yang berantakan di ruangan tersebut.
Rumah ini tidak bisa disebut tempat tinggal, lebih mirip tempat sampah. Sangat kacau.
"Halo kak, saya Nana sahabatnya Arif" dengan kepercayaan dirinya nana spontan mengenalkan dirinya sendiri, melihat keadaan sepertinya mulai canggung.
Mungkin sudah lebih dari 5 menit Kami diruangan tersebut tidak ada yang memulai pembicaraan.
Gema semakin menunjukan wajah tidak nyaman Akan kehadiran Arif dan Nana. tanganya pun disilangkan di dadanya, itu semua sudah cukup menunjukan kalau dia benar-benar membenci situasi ini.
Arif yang tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana, dan Nana hanya bisa memperhatikan keadaan.
Dia tahu kalau saja ini bukan urusan dia, tapi kalau harus seperti ini terus menerus. Mereka tak Akan menemukan jawaban apapun.
Hanya satu gesekan kecil sikut Nana menyentuh tubuh Arif, akhirnya dia mau untuk membuka suara lebih dulu.
"Lalu...?" Gema mendahului Arif untuk memulai percakapan.
"Apa kabar lo kak?" Basa-basi Arif, berharap kondisi mencair.
"Langsung ke intinya aja, ada apa lo ke sini?" Jawab Gema dengan begitu dinginnya.
Arif tertunduk sejenak, menarik napas panjang lalu memulainya.
"Ada sesuatu yang terjadi sama gue" ucap Arif
"Apa urusannya sama gue?"
"Gue rasa lo tau apa yang terjadi sama gue"
"Gue bukan polisi, mending lo pergi"
"Arif sepertinya diteror oleh sesuatu dari dunia lain" sahut Nana tiba-tiba, karena Arif tak kunjung juga menjelaskan yang sebenarnya.
Tatapan gema semakin terasa dingin saat memperhatikan Nana setelah ia bicara seperti itu.
"Apa lo pernah ngalamain kaya gini kak?" Tanya Arif penasaran.
Gema berdiri dari tempat duduknya, berjalan menjauh dari mereka.
"Ayo ikut gue!" Gema menyuruh Arif dan nana mengikuti dia.
Gema membawa mereka berdua ke rubanah dia, sepertinya dia ingin menunjukan sesuatu.
"Sejak kapan lo mulai ngerasain Hal itu?" Tanya gema sambil bersender di sebuah tiang kayu penyanggah.
"Sekitar 1 minggu yang lalu"
"Bapak..." kata Gema
"Kenapa Bapak?" Tanya Arif
Nana berpikir ini pembicaraan intim, ia memutuskan untuk berkeliling rubanah tersebut saja, karena memang di tempat itu banyak sekali barang barang antik dan lemari buku.
"Kita dapet kemampuan itu dari bapak rif" jelas gema ke Arif
"Kita?" Arif heran dengan pernyataan gema
"Gue juga pernah ngerasain apa yang lo rasain sekarang, waktu gue se usia lo"
"Lo nggak pernah cerita soal itu ke gue kak"
"Mana bisa, makhluk itu selalu datang"
"Gue takut kak"
"Lo bukan hanya takut...tapi dihantui" kata gema yang entah kenapa tiba-tiba tersenyum kecil padanya.
"Maksud lo gimana kak?"
"Lo harus hadapi itu semua" semua kata yang keluar dari mulut gema begitu datar dan membuat Arif merinding.
"Gue sama sekali ga paham kak maksud lo"
"Udah di apain aja lo? Udah dapet bisikan?" Tanya gema yang membuat Arif mematung mendengarnya.
Bagaimana Gema bisa tau? Apa dia juga sudah pernah? Bagaimana caranya dia melewati ini semua?, banyak sekali pertanyaan di dalam Kepala Arif saat itu.
Dari kejauhan, Nana hanya bisa mendengarkan dan berpura-pura melalukan sesuatu, seperti membaca buku-buku yang ada di sana.
"Kenapa lo bisa tau kak?" Tanya Arif yang begitu ketakutan, sekujur tubuhnya Bergetar, matanya mulai berkaca.
"Lo harus nikmatin itu semua arif" Jawab gema sambil tersenyum ke arahnya, senyuman itu seperti Akan membunuh arif saat itu.
"Kak gue mohon jelasin semuanya!!!" Teriak arif dan mencengkram pundak kakanya begitu keras.
"Kak Jawab!!!"
"LO GA BISA TERUS DIEM AJA ARIF, LO HARUS LAWAN!!!" Bentak gema begitu keras, dia begitu marah.
Bentakan tersebut seakan membuat rumah yang terbuat dari kayu tersebut bergetar cukup hebat.
Arif perlahan berjalan mundur menjauhi kakaknya yang seperti orang gila tersebut.
Nana tersentak mendengar teriakan gema dan berjalan menghampiri Arif.
Wajah gema yang merah membara seketika berubah lunak, bola matanya berputar-putar melihat seluruh ruangan.
Dia seperti mencari sesuatu, tapi tak bisa dia temukan dimana. Raut ketakutan muncul dari wajahnya.
Dengan sangat cepat Gema berlari menghampiri Arif dan Nana, lalu menarik tangan mereka.
"Cepet, kalian harus segera pulang" ajak gema
Cengkramannya sangat kuat dan menyakitkan. Dia cepat-cepat menyeret Arif dan nana keluar dari rumahnya.
Arif dan nana di lempar dari rumahnya, pintu di banting dengan sangat kerasnya. Bahkan suara gema mengunci pintunya dapat Arif dan nana dengar dengan jelas.
Saat itu, mereka sangat tidak mengerti apa yang baru saja terjadi kepada mereka.
"Ayo rif kita pulang" ajak nana ke Arif yang masih saja berdiri di depan rumah kakaknya.
****
Sementara itu di rumah Gema
"Maaf kan saya...maafkan saya...maafkan saya" terus menerus gema mengatakan itu di dalam kamarnya.
Tubuhnya dingin, selimut pun tidak bisa membantunya. Dia mencoba merapatkan kakinya di dada dan merangkulnya lalu terdiam di atas kasurnya.
"Maafkan kami...maafkan saya...maafkan kami....maafkan saya" hanya kata kata itu yang bica Gema ucapkan.
Wajah penuh ketakutan tertutup dengan sempurna di atas kakinya sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya. Hal itu sedikit membantu membuat nyaman.
Tanpa Aba-aba wajah Gema terangkat lurus kedepan, air matanya mulai mengalir. Dia tidak bisa menahan ketakutannya.
Tubuh hitam besar menempel di atas pintu kamarnya yang tepat menghadap kearahnya. Mata hitam kosong menatap tajam kearah Gema.
Jari tangannya yang besar membuat makhluk itu bisa berada di atas sana, rahangnya terbuka lebar dengan air liur yang menetes.
Tubuh gema terdiam tak bergerak, dia terus menatap makhluk itu dengan ketakutan. Air mata gema terus keluar dari matanya.
"Maafkan say..AAAAAAAAAAAA"
****