17 16. Hari Berduka

****

     "Yasin walquranil hakim innaka laminal mursalin...."

Hari ini, tepat dua hari Joe meninggal dunia. Dengan segala kejadian aneh yang telah terjadi dan masih menjadi misteri serta penyelidikan polisi yang sia-sia. Joe akhirnya bisa dikebumikan, Arif, Gema, Nana dan teman teman kerjanya berniat untuk ikut menguburkan jenazah Joe.

Ibu Joe terus saja menangis tanpa henti sejak mendengar kabar kematian putranya dua hari lalu, meski Arif dan Gema merasa sedikit canggung karena mereka lah orang terakhir yang bicara dengan Joe.

Arif mencoba mendekati ibunya Joe yang duduk tepat di depan jenazah Joe yang sedang di bacakan Yasin. Hal ini hanya untuk memberikan sedikit dorongan empati kepadanya.

"Tante, yang sabar ya, saya turut berduka cita, semoga arwah beliau diterima di sisi Nya" ucap tulus Arif ke Ibu Joe.

"Iya, makasih ya doanya" jawabnya dengan suara serak karena tangisnya yang tak kunjung henti.

Gema menepuk pelan pundak Arif. "Kita tunggu di luar aja yu Rif"

Arif mengangguk pelan dan segera berdiri menuju keluar rumah Joe. Di sana juga sudah ada Nana dan teman teman kerjanya yang sengaja menyempatkan waktunya untuk datang.

"Ibunya terpukul banget ya" kata Nana sambil memperhatikan ibu Joe dari luar.

"Joe itu anak satu satunya mereka, jadi wajar mereka sangat terpukul dengan kepergian Joe" jelas Gema.

     "Padahal dia orang yang baik"

     "Tuhan lebih sayang sama orang yang baik, makanya mereka banyak yang pergi lebih dulu"

     "Meski dengan cara yang nggak wajar?"

     Arif dengan teman temannya sudah biasa dengan ocehan Nana yang spontan, tapi bagi Gema yang baru saja mengenal Nana mungkin akan sedikit kesal dengan ucapannya yang sangat tidak pantas itu.

"Bang, sebenernya lo nggak usah dateng juga nggak apa-apa loh bang" ucap Arif tak enak.

"Ya meskipun kita nggak kenal dia, tapi kita turut prihatin sama apa yang udah terjadi waktu itu, makanya kita dateng" jawab Roni.

     "Resto jadi sering di tinggal gini jadi nggak enak gue bang"

     "Gue nggak akan di angkat jadi manager kalo nggak bisa atur semuanya Rif"

     "Maksudnya gimana tuh?"

     "Hari ada project Gede di resto, makanya gue bisa ajak Staff yang lain ke sini buat ngelawat"

     "Jadi...?" Arif masih tidak mengerti.

     "Kita lembur bego" celetuk Yudis dengan santai.

     "Sekali lagi lu ngomong, gue colok idung lo pake pulpen"

Gema pergi perlahan menuju sebuah kursi di dekat pintu, Arif pun memilih untuk mengikuti kakaknya di banding berdebat dengan temannya, ia juga segera duduk di sebelah Gema.

"Gue masih nggak ngerti kak" sejak beberapa hari lalu Arif terus memikirkan kematian Joe.

"Soal apa?"

"Apa yang terjadi sama bang Joe sampe bisa kaya gini"

"Lo nggak perlu tau, lo cuma perlu waspada aja"

"Waspada dari apa?"

"Apapun itu"

****

Waktu sudah menunjukan pukul sembilan pagi, jenazah Joe barulah di bawa oleh para kerabatnya menuju pemakamannya. Arif serta Gema pun turut menggotong keranda Joe tanda penghormatan terakhir mereka sebagai seorang teman.

"Laa illaha illallah....Laa illaha illallah.....Laa illaha illallah"

     Prosesi pemakaman pun berlangsung dengan penuh air mata, banyak keluarga dari Joe yang masih tidak rela dengan kepergian Joe.

     Meski Arif merasa sedikit aneh dengan kakaknya. Mereka sudah bersahabat sejak masih kecil, hubungan mereka sangat erat, tapi tidak ada sedikit pun raut sedih di wajah Gema saat ini.

     Seolah semuanya terlihat wajar dan tidak ada yang perlu di sedihkan lagi. Kematian Joe hanyalah sebuah insiden biasa dan mudah untuk dilupakan.

     ****

     Prosesi pemakaman Joe selesai, kini mereka sedang menunggu Ustadz untuk membacakan doa kepada arwah Joe agar tenang di akhirat. Semua orang begitu husyuk, tapi tidak dengan Arif dan Nana.

     "Rif lo tau nggak?" Tanya Nana berbisik di samping Arif.

     "Apa?"

     "Gue baca, katanya sebelum empat puluh hari, arwah mereka yang mati nggak wajar akan terus gentayangan, bahkan saat tubuhnya akan dikuburkan pun...." Nana mendekatkan tubuhnya lebih dekat ke Arif agar bisa lebih berbisik. "Mereka ada disini untuk melihatnya"

     Arif diam dan tak membalas ucapan Nana, ia hanya menatap lurus dengan tatapan kosong. Tapi di balik tatapan kosong itu, Arif melihat dari sela sela orang di sana, ia melihat sosok seperti Joe sedang menatap Arif balik dengan wajah yang sangat pucat dan dingin.

     Dengan cepat Arif mengedipkan matanya dan menunduk, ia berharap itu hanya halusinasi dari Arif semata.

     "Terus lo tau nggak sih? Apa yang lebih serem di banding ngeliat setan?" Nana melanjutkan bicaranya.

     Arif mencoba melirik sekali lagi ke arah yang tadi untuk memastikan bahwa tadi hanya khayalan, tapi ternyata itu semua hampir seperti nyata. Sosok Joe lagi lagi berdiri tegak menatap Arif tajam, kini ia sudah berdiri lebih dekat, bahkan di depan orang orang yang tidak sadar dengan kehadirannya.

     Tatapan Joe sangat menusuk tajam ke arah Arif, tubuhnya sedikit miring karena patah seperti siap jatuh dan terbelah menjadi dua kapan saja. Napas Arif mulai tak terkontrol, ia kembali menundukkan kepalanya sembari terus menarik napas dalam dalam agar dirinya terkendali.

     "Saat mereka natap balik kita?" Jawab Arif tentang pertanyaan Nana tadi.

     "Bukan"

     Arif mengerutkan keningnya heran, meski ia sedang ketakutan tapi ucapan Nana cukup membuatnya bingung. Jujur, itulah yang membuat Arif ketakutan saat ini.

     "Tapi, waktu mereka terus menerus ngeliatin kita, tanpa pernah kita sadari"

     Jawaban Nana membuat Arif semakin merinding. Arif menengok ke arah Nana yang ada di sampingnya.

     "Arghhhhhhhhh!!!!!"

     Wajah pucat yang sedang membuka mulutnya lebar, dengan bola mata putih menonjol siap keluar dari lubang matanya, berdiri tepat di depan wajah Arif. Sontak Arif berteriak dengan kencang dan mendorong dirinya ke belakang sampai terjatuh untuk menjauhinya.

     "Hahhh...hahhh...hahhhh" napas Arif sangat tidak teratur, dadanya sangat sesak, jantungnya berdebar tak karuan. Ia benar-benar ketakutan sekaligus terkejut.

     "Rif lo kenapa?" Tanya Nana khawatir.

     Secepat dia datang, secepat itu juga dia menghilang. Makhluk itu sudah hilang begitu saja saat Arif terjatuh, tapi tidak mudah menghilangkan bayangan wajah menyeramkan itu dibenak Arif.

     "Nggak apa-apa, gue baik baik baik aja...hahhhh..." jawab Arif yang terengah engah, ia segera berdiri lalu pergi dari sana karena semua orang terus menatap Arif.

     Gema yang berdiri tak jauh dari Arif hanya menatapnya lekat, ia sendiri sadar dengan apa yang Arif lihat.

****

Arif bersandar di bawah pohon tak jauh dari tempat pemakaman Joe, ia mencoba mengatur napasnya yang sesak karena kaget. Tak lama Gema datang menghampiri Arif, ia merasa sedikit cemas.

"Kenapa lo?" Tanya Gema.

"Kak, kalo ada setan yang gentayangan tuh maksudnya apa sih?" Jawab Arif dengan lemas.

"Itu artinya ada urusan yang belum selesai" balas Gema santai sambil melipat tangan di dadanya.

"Semuanya kaya gitu?"

"Nggak juga, ada beberapa juga emang hanya sekedar ngambil bentuk raga kita, mereka yang ngambil bentuk raga kita itu yang emang udah bareng kita sejak dulu, jadi waktu kita meninggal dia suka ambil bentuk raga kita"

"Gimana cara kita bedainnya?"

"Mereka yang urusannya belum selesai cenderung nampakin dirinya terus menerus, tapi kalo yang satu lagi cuma sekali abis itu nggak pernah nampak lagi"

Arif teringat dengan ucapan Joe sebelum dia meninggal, kata yang di ucapkan itu seperti sebuah perintah bagi Arif. Tapi apa? Apa mungkin Joe datang kembali karena urusannya masin ada yang belum selesai.

"Gue rasa Joe punya urusan yang belum selesai kak"

"Lo liat dia tadi?"

Arif mengangguk pelan.

"Itu bukan dia" bantah Gema.

"Tau darimana lo kak?"

"Kadang, makhluk halus itu tau siapa aja yang bisa ngeliat mereka, jadi mereka suka iseng nyamperin"

"Jadi yang tadi bukan bang Joe?"

"Bukan" ucap Gema datar. "Gue pulang duluan, mau istirahat" tanpa kata lagi Gema pergi duluan meninggalkan Arif, bahkan berpamitan dengan keluarga Joe saja tidak.

"Kak Gema pulang duluan?" Tanya Nana menghampiri Arif.

"Iya, udah selesai ya acaranya?"

"Iya, baru beres"

"Rif, kita duluan ke resto ya" teriak Bara dari kejauhan.

Arif membalasnya dengan ancungan jempol tanda setuju sekaligus mengerti.

"Hari ini beneran suruh lembur Na?"

"Iya, mau ada acara keluarga gitu di resto makanya kita lembur, lumayan cuy tambahan"

     "Acara keluarga? Rame dong"

     "Yaiyalah! Nih acara pemakaman aja rame apalagi acara keluarga woy"

"Gila, bakal cape banget sih"

"Berhenti ngeluh dan terus kerja, nanti lu matinya cepet" ungkap Nana tanpa dosa lalu berjalan pergi duluan.

"Nggak adab nih cewek satu"

Sebelum Arif beranjak dan mengikuti Nana, lagi-lagi ia menyadari sesuatu. Perasaan yang sering sekali ia rasakan, seperti sesuatu dengan memperhatikannya dari jauh. Arif mencari setiap sudut di pemakaman itu, lalu ia melihat seseorang sedang berdiri sangat jauh sedang memperhatikan Arif, dengan keadaan yang cemas Arif segera berjalan cepat menuju motornya.

****

     Arif segera mengambil kunci motornya dan menyalakan motor itu, tapi karena panik ia sampai tidak bisa menghidupkan motornya.

"Duluan ya Rif" Nana pergi lebih dulu menggunakan mobilnya.

     "Iya iya"

Arif masih mencoba menghidupkan motornya, ia merasa sedikit tertekan karena merasa orang itu mengikutinya.

     "Ayo nyala!!!" Gerutu Arif sambil menyela motornya itu.

     Akhirnya motornya pun menyala, Sesaat Arif ingin jalan ia melirik sedikit di kaca sepionnya. Ternyata orang itu sudah berdiri tepat di dekat motor Arif, sangat jelas baju hitam yang ia kenakan terlihat di kaca sepion motor Arif.

Tanpa pikir panjang Arif mengegas motornya dengan kencang menuju resto, tak peduli dengan apapun yang ada di depannya, Arif hanya berpikir untuk segera menjauh dari sana dan membuat orang itu berhenti mengikuti Arif.

     Mungkin ada satu lagi hal yang menyeramkan dibanding diperhatikan terus menerus, tapi di ikuti tanpa henti henti.

****

avataravatar