Ibu suri datang dengan penuh wibawa, tatapannya tenang namun tidak mengalihkan pandangannya pada Putri kelima yang sekarang menunduk takut.
"Ibu, apa yang kamu lakukan disini?" tanya Kaisar menegakan badan.
"Salam seribu tahun saya bagi seluruh anggota kerajaan. Aku disini untuk pelayan pribadiku. Huanran." Ucap Ibu suri sembari melirik pada Xuanlin, ia hanya balik tersenyum sopan padanya.
"Apa Ibu tau sesuatu tentangnya?" tanya Kaisar, Ibu suri maju dan duduk di singgasana nya.
"Putri ke lima bilang anak ini bertemu dengan lelaki di taman. Aku akan menjadi saksi bahwa Huanran tidak pernah meninggalkan kediamanku ketika saatnya bekerja."
"Ta, tapi aku melihatnya Ibu suri," jawab Putri kelima gugup.
"Oh, kamu meragukan ingatan orang tua ini?" jawab Ibu suri dingin, Putri kelima tergagap dan juga terkejut.
"Bu... Bu... Kan, saya sama sekali tidak meragukan anda Ibu suri." Semua orang sudah tau sejarah Ibu suri saat ini. Mantan panglima perang wanita pertama dan juga menguasai kekuatan yang langka namun masih rumor. Tidak ada satupun anggota kerajaan yang tidak tunduk padanya.
"Hah, bagaimana denganmu Yang Mulia, apa anda punya solusi?" tanya Ibu suri, Kaisar terdiam memikirkannya.
"Saya kira tak ada bukti konkret yang menyatakan kasus ini secara gamblang."
"Aku tidak peduli kalian akan percaya dan berpihak pada siapa namun, kedatanganku disini bukan untuk lelucon yang dibuat anak kecil," Ibu suri melirik pada Putri kelima. Disinggasananya Kaisar telah duduk tidak nyaman.
"Lalu Ibu, apa yang bisa membuktikannya?" tanya Kaisar, Ibu suri bangkit dan mendatangi Xuanlin dan Meimei yang berdiri.
"Niat Huanran malam ini bukan untuk menangkap siapapun namun, untuk membuktikan dirinya tidak bersalah. Yang Mulia, dari awal kita tidak punya bukti konkret kasus ini dan jika anda meragukan ucapan Huanran berarti anda juga tidak mempercayaiku."
"Ibu, tolong jangan menyudutkan saya seperti ini." Ibu suri tersenyum teduh.
"Tidak, aku tidak menyalahkan Yang Mulia, hanya ingin sedikit bermain-main dengan tikus yang hidup nyaman diistana." Semua bahu merasa merinding hebat mendengarnya. Ibu suri tidak pernah bermain-main dengan ancamannya membuat Xuanlin sedikit tenang walaupun hari ini tidak menangkap siapapun.
"Pangeran kedua jangan menyalahkan Huanran sebelum ada bukti, atas namaku dan hidupku. Aku mempercayai Huanran bukanlah wanita murahan." Semua yang hadir terkejut mendengarnya, apalagi Permasuri yang daritadi menahan amarah ingin membunuh Huanran ditempat, ia merasa gadis itu tidak layak menerima dukungan Ibu suri sedangkan Putri kelima sudah membeku ditempatnya, ia merasa hidupnya telah hancur sekarang karena tidak punya pendukung.
"Kalau begitu aku akan ikut bertaruh untuk nona Huanran." Suara itu membekukan ruangan, disana, Putra mahkota berdiri dan menatap lurus ke arah Xuanlin dengan penuh minat. Wajah tampan yang selalu dibandingkan dengan Yuwen dan kemampuan yang luar biasa itu telah bertaruh untuk gadis pasangan adiknya.
"Kakak," Yuwen berdiri mendengar ucapan Tao Yaoshan.
"Adik kedua, apa kamu takut dan tidak mempercayai Huanran?" tanya Yaoshan ringan, tatapannya lembut dan menenangkan.
"Te... Tentu saja aku percaya!" jawab Yuwen jengkel, ia merasa kalah selangkah dengan kakaknya sendiri.
"Putra mahkota, Pangeran kedua, jangan bertengkar karena saya. Saya akan membuktikan dengan baik ucapan saya." Xuanlin angkat bicara. Dikehidupan Huanran, ia melihat Yaoshan tidak terlihat dekat dengan Huanran dan hanya saling menyapa ketika bertemu. Ia tidak menduga akan diberi kepercayaan Yaoshan dibanding adik kelimanya sendiri.
"Baiklah, aku akan memberikan waktu satu minggu pada Huanran dan Putri kelima untuk saling beradu argumen lagi. Sudah, ini sudah malam, kalian semua kembalilah ke kediaman masing-masing." Xuanlin, Meimei dan Ibu suri berjalan bersama diikuti beberapa pelayan.
"Ibu suri, pantaskah aku menerima kepercayaan Putra mahkota?" tanya Xuanlin.
"Huanran, walaupun Yaoshan terlihat tidak peduli, saya yakin dia akan membantumu. Dia bukan tandingan putri kelima." Xuanlin mengangguk-angguk, ia juga merasa bahwa Yaoshan akan mempersulitnya nanti.
"Huanran tunggu," mereka berbalik melihat Yuwen mendatanginya.
"Huanran kita perlu bicara." Xuanlin memandang Meimei dan Ibu suri, mengkode bahwa dia akan bersama Yuwen. Akhirnya setelah mereka berduaan, Yuwen membuka mulut.
"Aku sudah mengabulkan permintaanmu," ucap Yuwen.
"Ya." Yuwen menatap Huanran dengan alis terpaut.
"Hanya itu?"
"Lalu apa lagi yang mau kamu bicarakan?" tanya Xuanlin dingin.
"Sejak kapan kamu dan kakakku dekat?" tanya Yuwen.
"Tanyakan saja padanya." Xuanlin hendak pergi namun ditahan Yuwen.
"Baiklah... Aku tidak akan membahasnya." Yuwen menatap Xuanlin.
"Kamu memakainya?" tanya Yuwen menunjuk tusuk rambut yang Xuanlin pakai.
"Oh, kenapa, apa ini jelek?" Yuwen menggeleng cepat.
"Tidak, kamu cantik saat memakainya. Aku pikir kamu kemarin benar-benar marah sampai tidak mau memakai tusuk rambut ini. Maaf waktu itu aku gelap mata." Yuwen menunduk, hilang sudah gambaran rupawannya. Xuanlin hanya dapat melihat Yuwen yang sangat takut kehilangan Huanran.
"Huh, baiklah... Apa yang terjadi saat itu adalah pelajaran bagimu, aku masih menghargaimu karena kamu adalah penyelamatku." Xuanlin memaksakan senyum, hanya satu inci yang membuat Yuwen girang bukan kepalang. Ia meraih tubuh kecil Huanran dalam pelukannya, membuat Xuanlin kaget ingin melawan namun, ia tahan.
"Aku janji tidak akan melakukannya." Xuanlin diam, fakta bahwa ia membenci sifat kasar dan gegabah Yuwen sedikit luntur oleh pelukan protektif dan hangatnya. Ia sadar bahwa Yuwen melakukannya untuk Huanran, namun bagaimana lagi kalau tubuh ini sudah ia kuasai.
Xuanlin melepas diri dari pelukan Yuwen.
"Selamat malam." Xuanlin berbalik pergi, pikirannya kosong dan jantungnya berdetak kencang, ia tidak dapat mengendalikannya. Kehangatan yang Yuwen tawarkan membuat perasaannya menjadi aneh namun ia menekannya jauh untuk menghargai Huanran.
Dibalik pohon lebat seseorang tengah mengintai dengan penuh ancaman melihat Yuwen dan Huanran berpelukan. Ia menyeringai penuh waspada dan aura hitam pekat keluar dari tubuhnya. Berbanding terbalik dengan rambut putih panjang dan wajah serta tubuh mempesonanya.
"Tuan."
"Aku tertarik dengan wanita itu," suara lelaki ini selembut sutra dan terdengar nakal, jemari panjangnya menunjuk pada Huanran.
"Apa yang bisa saya lakukan?"
"Tidak ada, aku tidak akan terburu-buru."
"Saya mengerti."