webnovel

SESEORANG

Siapa yang datang pada jam selarut ini. Hanya ada satu jawaban. Para Penjaga Perdamaian.

"Mereka tidak boleh menangkapnya," kataku.

"Mungkin kau yang ingin mereka tangkap," Haymitch mengingatkanku.

"Atau kau," jawabku.

"Ini bukan rumahku," Haymitch menjelaskan. "Tapi aku akan membuka pintunya."

"Jangan, biar aku saja," kata ibuku dengan tenang.

Namun kami semua mengikutinya menuju ruang depan untuk menjawab panggilan bel pintu yang bertubi-tubi. Ketika pintu terbuka, tidak ada sepasukan Penjaga Perdamaian di sana, tapi hanya ada satu orang yang terbungkus salju. Madge. Dia mengulurkan kotak kardus kecil yang Iembap.

"Gunakan ini untuk temanmu," katanya. Kubuka penutup kotak, isinya enam botol kecil. "ltu punya ibuku. Dia bilang aku boleh mengambilnya. Tolong, kaupakai saja ya." Madge berlari pulang menembus badai sebelum kami bisa menghentikannya.

"Gadis gila," gumam Haymitch ketika kami mengikuti ibuku e dapur.

Aku benar, ramuan apa pun yang diberikan ibuku sebelumya pada Gale tidaklah cukup. Gigi Gale bergemeretak dan ulitnya berkeringat. lbuku mengisi jarum suntik dengan seotol cairan bening tadi dan menyuntikkannya ke lengan ale. Nyaris seketika, wajahnya mulai tampak relaks.

"Benda apa itu?" tanya Peeta.

"Ini dari Capitol. Namanya morfin," jawab ibuku.

"Aku tidak tahu Madge kenal Gale," ujar Peeta.

"Kami biasa menjual stroberi padanya," jawabku nyaris marah.

Tapi apa sebenarnya yang membuatku marah? Tentu b kan karena dia membawakan obat.

"Dia pasti sangat suka stroberi ya," kata Haymitch.

Itulah yang melukai hatiku. Kesan bahwa ada sesuatu ya terjadi antara Gale dan Madge. Dan aku tidak menyukainy

"Madge temanku," akhirnya cuma iłu yang bisa kukałakan Sekarang setelah Gale hilang kesadaran karena obat pen hilang sakit, semua orang tampak lebih lega. Prim menyuru kami semua makan daging rebus. Kami menawari Hazell menginap di salah satu kamar, tapi dia harus pulang m nemani anak-anaknya yang lain. Haymitch dan Peeta jug ingin tinggal, tapi ibuku menyuruh mereka pulang dan tidur:

lbuku tahu tak ada gunanya mencoba menyuruhku tidur dan dia memilih meninggalkanku untuk menjaga Gale sementara dia dan Prim beristirahat.

Saat berduaan dengan Gale di dapur, aku duduk di bangku Hazelle dan menggenggam tangannya. Setelah beberapa saatn jemariku menjelajahi wajahnya. Aku menyentuh bagian-bagian wajahnya yang tak pernah kusentuh sebelumnya karena tak ada alasan untuk iłu. Sepasang alisnya yang tebal dan gelap, lekukan di pipinya, garis hidungnya, dan rongga di dasar le hernya. Kutelusuri pangkal janggut di rahangnya dan akhirnya sampai ke bibirnya. Bibir yang lembut dan penuh, sedikit koyak. Embusan napasnya menghangatkan kulitku yang dingin.

Apakah semua orang tampak lebih muda ketika tidur? Karena saat ini dia bisa jadi anak lelaki yang berpapasan denganku di hutan beberapa tahun lalu, anak lelaki yang menuduhku mencuri dari perangkapnya. Kami pasangan yang sempurna— anak yatim, ketakutan, tapi sama-sama bertekad kuat untuk menjaga keluarga kami tetap hidup. Kami sama-sama putus asa, tapi tak pernah lagi merasa sendirian setelah hari iłu, karena kami telah menemukan 'satu sama lain. Kupikirkan lagi

ratusan momen kebersamaan kami di hutan, memancing di sore hari yang malas, hari ketika aku mengajarinya berenarl& waktu ketika kakiku terkilir dan dia membopongku pulang. Saling bergantung, saling menjaga, memaksa satu sama lain untuk berani.

Untuk penama kalinya, aku membalikkan posisi kami dalam benakku. Kubayangkan aku melihat Gale mengajukan diri menggantikan Rory pada hari pemilihan, dan dia harus direnggut pergi dari hidupku secara paksa, menjadi kekasih seorang gadis yang tak kukenal agar bisa bertahan hidup, lalu pulang ke distrik bersamanya. Tinggal bertetangga dengannya. Berjanji untuk menikahinya.

Kebencian yang kurasakan untuknya, untuk gadis hantu iłu, untuk segalanya, terasa sangat nyata dan langsung membuat tenggorokanku tersekat. Gale milikku. Aku miliknya. Gagasan lain di luar iłu sama sekali tak masuk akal. Kenapa aku harus melihatnya dicambuk hingga nyaris tewas agar bisa melihat semua ini?

Karena aku egois. Aku pengecut. Aku adalah tipe gadis yang ketika dibutuhkan malah bakalan lari menyelamatkan diri dan meninggalkan semua orang yang tidak bisa mengikutinya untuk menderita dan mati. lnilah gadis yang ditemui Gale di hutan hari ini.

Tidak heran kalau aku memenangkan Hunger Games. Tidak ada orang yang berperikemanusiaan yang bisa menang.

Kau menyelamatkan Peeta, pikirku lemah.

Tapi sekarang aku juga mempertanyakannya. Aku tahu hidupku yang baik dan nyaman saat pulang ke Distrik 12 bakal tidak bisa kujalani dengan nikmat jika aku membiarkan Peeta mati.

Kusandarkan kepalaku di ujung meja, merasa jijik pada diriku sendiri. Berharap aku mati di arena pertarungan waktu

itu. Berharap Seneca Crane sudah meledakkanku berkeping keping seperti yang dikatakan Presiden Snow jika dia bisa melakukannya ketika melihatku mengulurkan buah-buah berry.

Buah berry. Aku sadar jawaban tentang siapa diriku sebenar nya ada di tangan buah beracun itu. Jika aku mengulurkanny untuk menyelamatkan Peeta karena aku tahu aku akan jadi orang buangan jika aku kembali tanpa dirinya, maka aku jadi orang yang tercela. Jika aku mengulurkannya karena aku me cintai Peeta, aku masih saja dicap egois, meskipun bisa di maafkan. Tapi jika aku mengulurkannya untuk melawan Capitol, aku jadi orang yang berharga. Masalahnya, aku tidak tahu pasti apa yang kupikirkan pada saat itu.

Mungkinkah orang-orang di distrik-distrik itu benar? Bahwa apa yang kulakukan itu merupakan tindakan pemberontakan, bahkan jika aku melakukannya tanpa sadar? Karena, jauh di lubuk hatiku, aku pasti tabu rencanaku untuk melarikan diri tidaklah cukup untuk bisa menjaga diriku, keluargaku, atau teman-temanku agar tetap hidup. Bahkan jika aku bisa melakukannya sekalipun. Semua itu takkan mengubah apa pun. Semua itu takkan mencegah orang-orang disiksa seperti yang dialami Gale hari ini.

Hidup di Distrik 12 tidak jauh berbeda dari hidup di arena pertarungan. Pada satu titik, kau harus berhenti berlari dan berbalik untuk berhadapan dengan siapa pun yang menginginkan kematianmu. Yang sulit adalah menemukan keberanian untuk melakukannya. Namun, ternyata tidak sulit bagi Gale. Dia pemberontak sejak lahir. Akulah orang yang membuat rencana pelarian.

"Maafkan aku," aku berbisik. Aku mendekat maju dan menciumnya.

Bulu mata Gale bergetar dan dia memandangku dengan tatapan yang masih mabuk obat bius. "Hei, Catnip."

"Hei, Gale," jawabku.

"Kupikir kau sudah pergi sekarang," katanya.

Pilihan-pilihanku sederhana. Aku bisa mati seperti binatang buruan di hutan atau aku bisa mati di sini di samping Gale. "Aku takkan pergi ke mana pun. Aku akan berada di sini dan menimbulkan segala macam masalah."

"Aku juga," jawab Gale. Dia berhasil tersenyum sedikit sebelum obat-obatan menariknya kembali ke alam lain.

ADA yang mengguncang-guncang bahuku lalu aku duduk. Aku tertidur dengan wajah tertelungkup di atas meja. Kain taplak putih meninggalkan garis tidur di pipiku yang tidak Iuka. Pipiku yang satu lagi, yang terkena cambukan Thread berdenyut sakit. Gale belum siuman, tapi jemarinya masih bertautan dengan jemariku. Aku mencium aroma roti segar lalu menoleh dengan leher yang kaku dan melihat Peeta sedang menunduk memandangku dengan ekspresi wajah sedih. Aku merasa dia sudah mengawasi kami selama beberapa waktu.

"Naiklah ke tempat tidur, Katniss. Aku akan menjaganya sekarang," kata Peeta.

"Peeta. Tentang omonganku kemarin, tentang melarikan diri...," aku hendak menjelaskan.

"Aku tahu," sahutnya. "Tidak perlu dijelaskan."

Aku melihat sebongkah roti di meja dapur dalam sorotan cahaya pagi bersalju yang pucat. Bayangan biru tampak di bawah matanya. Aku penasaran apakah Peeta sempat tidur.

Jika ya, pasti tidak lama. Aku berpikir tentang kesediaannya pergi denganku kemarin, keberaniannya untuk melangkah ke sampingku membela Gale, kerelaannya untuk menyerahkan nasibnya ke tanganku sementara aku nyaris tidak memberinya apa-apa. Apa pun yang kulakukan, aku menyakiti seseorang.

"Peeta..."

"Tidur sajalah, oke?" katanya.

Aku meraba-raba jalanku menaiki tangga, merangkak ke bawah selimut dan jatuh tertidur seketika. Entah kapan, Clove, gadis dari Distrik 2, masuk ke dalam mimpiku. Dia mengejarku, menindihku ke tanah, dan mengeluarkan pisau untuk mengiris wajahku. Irisannya dalam di pipiku, sampai lukanya menganga lebar. Lalu Clove mulai bertransformasi, wajahnya memanjang membentuk moncong, bulu berwarna gelap menyembul dari kulitnya, kuku-kuku jarinya tumbuh menjadi cakar-cakar panjang, tapi matanya tak berubah. Dia menjadi mutan, versi serigala dari sosok manusianya yang diciptakan Capitol dan meneror kami pada hari terakhir di arena. Sambil menengadah, dia melolong mengerikan yang langsung disambut lolongan mutan-mutan di dekatnya. Clove mulai menghirup darah yang mengalir dari lukaku, setiap kali dia menjilatnya aku merasakan gelombang rasa sakit yang baru di wajahku. Aku memekik tertahan dan mendadak bangun, ber keringat dan menggigil pada saat yang sama. Seraya memegangi luka di pipiku, aku mengingatkan diriku bahwa bukan Clove tapi Thread yang melukaiku. Aku berharap Peeta ada di sini memelukku, sampai aku ingat bahwa aku tidak boleh lagi berharap seperti itu. Aku sudah memilih Gale dan pemberontakan, dan masa depan bersama Peeta adalah rancangan Capitol, bukan rencanaku.

Pembengkakan di sekitar mataku sudah mulai kempis dan aku bisa membuka mataku sedikit. Kudorong tirai ke samping

dan melihat salju turun semakin hebat hingga menjadi badai salju.