webnovel

KERAGUAN

Dia menarik tanganku lalu menekankannya di antara kedua tangannya yang berwarna hijau kacang polong. Tapi kulitnya sekarang tidak Iagi hijau kacang polong. Kali ini lebih tepat disebut hijau cerah. Perubahan warna ini pasti usahanya untuk mengikuti tren fashion Capitol yang selalu berubah-ubah. "Katniss, harusnya kau bisa menyisakan sedikit kukumu untuk bisa kukerjakan!" serunya nyaring.

Memang benar. Aku menggigiti kukuku sampai puntung se lama beberapa bulan terakhir. Aku berniat menghentikan ke biasan buruk ini tapi aku tidak menemukan satu alasan bagus untuk melakukannya. "Maaf," gumamku. Aku tidak sungguh sungguh memikirkan dampaknya pada tim persiapanku.

Flavius mengangkat beberapa helai rambutku yang basah dan kusut. Dia menggeleng tidak suka, membuat rambut ikalnya yang berwarna oranye bergoyang-goyang. "Apa ada yang menyentuh ini sejak terakhir kalinya kau bertemu kami?" tanyanya tegas. "Ingat, kami secara khusus memintamu untuk tidak mengutak-atik rambutmu."

"Ya!" sahutku, bersyukur aku bisa menunjukkan pada m reka bahwa aku tidak sepenuhnya mengabaikan perintah mereka. "Maksudku, tak ada seorang pun yang memotongnya. Aku ingat itu." Padahal sebenarnya aku tidak ingat. Lebih tepatnya, urusan rambut tak pernah disinggung. Sejak aku p lang, yang kulakukan terhadap rambutku hanyalah mengepang nya seperti yang dulu sering kulakukan.

Ucapanku sepertinya meredakan emosi mereka, lalu merek menciumku, kemudian mendudukkanku di kursi di dalam kamar tidurku. Dan seperti biasa, mereka sibuk mengoceh tanpa memperhatikan apakah aku mendengarkan atau tidak. Sementara Venia menumbuhkan kembali alisku dan Octavia

memasang kuku palsu Ialu Flavius menempelkan cairan lengket ke kepalaku.

Aku mendengar segalanya tentang Capitol. Betapa suksesnya Hunger Games, bagaimana semua orang tidak sabar menunggu aku dan Peeta berkunjung ke Capitol lagi pada akhir Tur Kemenangan. Setelah itu, tidak lama lagi Capitol bakal bersiap-siap untuk Quarter Quell.

"Seru, kan?"

"Kau pasti merasa beruntung, kan?"

"Pada tahun pertamamu menjadi pemenang, kau akan menjadi mentor di Quarter Quell!"

Saking bersemangatnya, kata-kata mereka bersahutan sehingga tak bisa kupahami.

"Oh, ya," kataku bersikap netral. Hanya itu yang bisa kulakukan. Pada tahun normal, menjadi mentor merupakan mimpi buruk. Sekarang aku tidak bisa berjalan melewati sekolah tanpa bertanya-tanya anak mana yang akan kumentori.

Tapi yang menjadikan keadaan lebih buruk, tahun ini adalah Hunger Games yang ketujuh puluh lima, yang juga berarti Quarter Quell. Quarter Quell ini berlangsung setiap dua puluh lima tahun sekali, menandai perayaan kekalahan distrikdistrik dengan pesta besar-besaran, dan supaya lebih seru mereka menambahkan siksaan bagi para peserta. Tentu saja, aku tidak pernah menyaksikan satu pun secara langsung. Tapi aku ingat di sekolah aku mendengar bahwa Capitol meminta dua kali lipat jumlah peserta dalam Quarter Quell kedua. Para guru tidak menceritakannya secara mendetail, yang sebenarnya engherankan, karena pada tahun itulah Haymitch Abernathy ari Distrik 12 menjadi pemenangnya.

"Haymitch sebaiknya bersiap-siap menerima banyak perhatian!" pekik Octavia.

Haymitch tak pernah menceritakan pengalaman pribadinya di arena padaku. Aku tak pernah bertanya. Dan jika aku pernah menyaksikan Hunger Games dengan Haymitch sebagai pesertanya ditayangkan ulang di televisi, aku pasti terlalu muda untuk mengingatnya. Tapi Capitol takkan membiarkan Haymitch melupakannya tahun ini. Dalam satu dan lain hal, untung Peeta dan aku bisa menjadi mentor pada Quell ini, karena aku berani taruhan Haymitch bakal teler berat.

Setelah mereka kehabisan bahan omongan tentang Quarter Quell, tim persiapanku masuk ke topik tentang hidup mereka yang konyol. Entah siapa yang bercerita tentang seseorang yang namanya tak pernah kudengar dan sepatu apa yang baru dibeli, lalu Octavia bercerita panjang tentang kesalahannya menyuruh semua tamu yang datang ke pesta ulang tahunnya dengan memakai bulu.

Tidak lama kemudian alisku sudah tampak tebal, rambutku halus dan lembut, dan kukuku sudah siap diwarnai. Tampaknya mereka sudah diberi perintah untuk hanya menyiapkan kedua tangan dan wajahku, mungkin karena semua bagian tubuhku yang Iain akan terbungkus rapat dalam udara yang dingin ini . Flavius kepingin bisa menggunakan lipstik ungu yang jadi kegemarannya di bibirku tapi dia terpaksa menggantinya dengan warna pink ketika mereka mulai mewarnai wajah dan kukuku. Dari palet warna dari Cinna aku bisa melihat bahwa kami akan mengambil tema penampilan ala gadis muda. Bukan seksi. Baguslah. Aku takkan pernah bisa meyakinkan siapa pun bahwa ku berusaha bersikap provokatif. Haymitch sudah menyatakan dengan sangat jelas ketika dia melatihku untuk wawancara dalam Hunger Games.

Ibuku masuk dengan malu-malu, mengatakan bahwa Cinna menyuruhnya agar memperlihatkan caranya mengepang rambutku pada hari pemungutan pada tim persiapanku. Mereka langsung antusias lalu dengan penuh perhatian melihat ibuku merinci proses pengepangan rambutku. Melalui cermin,ku bisa melihat wajah mereka yang sungguh-sungguh mengawasi gerakan ibuku, dan mereka begitu bersemangat ketika iliran mereka mencoba mengepang rambutku. Sesungguhnya, mereka bertiga bersikap baik dan sangat hormat pada ibuku sehingga aku merasa tak enak hati karena merasa lebih dibanding mereka. Siapa yang tahu seperti apa aku jadinya atau seperti apa gaya bicaraku jika aku dibesarkan di Capitol? Mungkin penyesalan terbesarku juga tentang kostum bulu di pesta ulang tahunku.

Setelah rambutku selesai ditata, aku bertemu Cinna yang duduk di lantai bawah, di ruang tamu. Cuma dengan melihatnya, aku langsung merasa penuh harapan. Cinna tampak sama seperti biasa, pakaian sederhana, rambut cokelat pendek, dan sedikit warna emas di alisnya. Kami berpelukan, dan aku

nyaris menceritakan semua kejadian yang kualami bersama Presiden Snow. Tapi tidak, aku sudah memutuskan untuk memberitahu Haymitch lebih dulu. Dia tahu kepada siapa lagi ku bisa membebani orang dengan cerita ini. Akan tetapi  begitu mudah berbicara dengan Cinna. Belakangan kami sering ngobrol lewat telepon yang terpasang di rumah ini. Telepon ini jadi semacam lelucon, karena tak ada seorang pun i distrik ini yang kami kenal yang punya telepon. Peeta punya, tapi aku jelas tidak mau meneleponnya. Haymitch sudah mencabut teleponnya bertahun-tahun .lalu. Teman adek ku, putri wali kota, punya telepon di rumahnya, tapi jika ami ingin bicara, kami bertemu langsung. Mulanya, bend tu nyaris tak pernah digunakan. Kemudian Cinna mulai menelpon untuk membahas bakatku.

Setiap pemenang diharuskan punya satu bakat. Bakatmu adalah kegiatan yang kaulakukan karena kau tidak lagi perlu sekolah atau bekerja di bidang industri distrikmu. Bakatmu

Bisa apa saja, selama bisa kauceritakan saat wawancara.

Ternyata Peeta punya bakat, yaitu melukis. Selama bertahun tahun dia sudah menghias kue dan biskuit di toko roti keluarganya. Sekarang setelah dia kaya raya, dia sanggup membeli cat sungguhan untuk dicoret-coret di kanvas. Aku tida punya bakat, kecuali berburu ilegal dihitung bakat. Atau mungkin menyanyi, yang demi apa pun takkan kulakukan untuk Capitol. Ibuku berusaha membuatku tertarik pada berbagai pilihan bakat dari daftar yang dikirimkan Effie Trinket padanya. Memasak, merangkai bunga, bermain flute. Tidak ada satu pun yang berhasil, meskipun Prim bisa menguasai ketiganya dengan mudah. Akhirnya Cinna turun tangan dan menawarkan diri membantuku mengembangkan kegemaranku merancang pakaian, yang amat sangat butuh bantuannya untuk dikem bangkan dari nol. Tapi aku setuju dengannya karena aku bisa mengobrol dengan Cinna, dan dia berjanji untuk mengerjakan semuanya.

Sekarang dia sedang mengatur barang-barang di ruang tamuku: pakaian-pakaian, kain, dan buku-buku sketsa dengan desain-desain pakaian yang digambarnya. Kuambil salah satu buku sketsa dan memperhatikan gaun yang seharusnya merupakan rancanganku. "Kau tahu tidak, menurutku aku punya bakat yang menjanjikan," kataku.

"Ganti pakaian sana, dasar makhluk tak berguna," katanya, sambil melempar pakaian ke arahku.

Aku mungkin tidak tertarik merancang pakaian tapi aku amat menyukai pakaian-pakaian yang dibuatkan Cinna untukku. Seperti pakaian yang satu ini. Celana panjang hitam longgar yang terbuat dari bahan yang tebal dan hangat. Kemeja putih yang nyaman. Sweter hijau-biru dengan garis abu-abu berbahan wol yang halusnya seperti bulu anak kuCing. Sepatu bot kulit bertali yang tidak membuat kakiku sakit saat dipakai.

"Apakah aku yang merancang pakaianku sendiri?" tanya

ku.

"Tidak, kau bercita-cita untuk merancang pakaianmu sendi dan bisa jadi seperti akü, pahlawan fashion-mu," kata Cinna Dia menyerahkan setumpuk kartu padaku. Kau akan mem nya di luar kamera ketika mereka merekam pakaian-pakaia ini. Cobalah terdengar seakan-akan kau peduli."

Tepat pada saat itu, Effie Trinket tiba dengan wig orany labu untuk mengingatkan semua orang. "Kita harus mengikuti jadwal!" Dia mencium kedua pipiku sambil melambai pada kru kamera, lalü menyuruhku berada di posisi yang seharu nya. Effie adalah satu-satunya alasan yang membuat kami bisa ke mana pun tepat waktu selama di Capitol, jadi aku berusaha melaksanakan apa yang dimintanya. Aku mulai mondar-mandir seperti boneka berjalan, memegangi pakaian-pakaianku dan mengatakan hal-hal konyol seperti "Pasti kau suka, kan?" Tim şuara merekamku membaca kartu-kartuku dengan şuara yang riang agar bisa mereka gabungkan dengan gambarnya nanti, lalü aku disuruh keluar ruangan agar mereka bisa merekam rancangan-rancanganku/Cinna tanpa ada gangguan.

Prim pulang sekolah lebih cepat untuk acara ini. Sekarang dia berdiri di dapur, sedang diwawancarai oleh kru. Dia tampak cantik dengan gaun biru langit yang menonjolkan warna matanya, rambut pirangnya diikat ke belakang dengan pita yang senada. Dia berjinjit agak ke depan dengan sepatu bot putihnya yang mengilap seakan dia hendak bersiap kabur, seperti...

Bük! Seakan ada orang yang menghantam dadaku. Tentu saja tak ada orang yang memukulku, tapi rasa sakitnya terasa sungguhan sehingga aku mundur. Kupejamkan mataku rapatrapat dan aku tidak melihat Prim aku melihat Rue, gadis dua belas tahun dari Distrik 1 1 yang menjadi sekutuku di arena pertarungan.