webnovel

Weekend bersama Arsen

Sesuai dengan perkataannya, Arsen meninggalkan Cahya sendirian karena dia akan pulang bersama Sandra. Cahya hanya melihat dengan kekecewaan yang mendalam. Hatinya merasa sesak melihat orang yang dia cintai terlihat bahagia bersama orang lain. Namun, Cahya akan berusaha untuk melupakan perasaannya pada Arsen yang semakin hari semakin tumbuh.

Saat Cahya sedang melamun sambil mencengkram setir sepedanya, tiba-tiba ada Nico yang sudah ada di belakang dan menyapa Cahya.

"Ca, Lo ngapain bengong aja? Lagi liat apa?" tanya Nico bingung sebab di depan Cahya tidak ada siapapun untuk dilihat sehingga membuat Nico yang melihatnya sangat penasaran dengan apa yang dilakukan Cahya saat ini.

"Eh Nic, nggak ada nih. Oh ya Lo belum pulang?" tanya Cahya balik, dia menuntun sepedanya saat ini dan melihat Nico yang sudah nangkring di atas motor sportnya sambil memakai helm full facenya. Nico terlihat kerena, tapi Cahya tidak pernah melihat Nico membonceng cewek saat pulang sekolah atau pun berangkat sekolah.

"Ini mau pulang, pulang sendiri?" Nico bertanya penuh selidik, dia menoleh ke kanan dan ke kiri tetapi tidak ada siapa pun di sana sehingga Nico bertanya.

"Iya, Gue duluan ya Nic." Cahya pamit duluan kepada Nico dan dia ingin naik ke sepedanya. Namun Nico memanggilnya lagi sehingga Cahya mengurungkan niatnya untuk lanjut naik sepeda.

"Ca, bareng sama Gue gimana? Biar sepeda Lo ditinggal di sini dan besok diambil pas pulang sekolah. Biar Gue jemput Lo besok pagi. Gimana?" tawar Nico. Pulang bersama Cahya adalah impiannya selama ini. Tetapi tidak bisa terwujud karena Cahya sering pulang bersama dengan Arsen. Sehingga tidak ada celah bagi Nico untuk mendekati Cahya.

"Eh nggak usah Nic. Lagian kalau di rumah sepeda Gue ini digunakan buat kemana aja pas disuruh sama ibu. Jadi nggak bisa Gue tinggal di sekolah. Maaf ya Nic. Gue naik sepeda aja, Lo tau sendiri kan ibu Gue galak," jawab Cahya yang merasa tidak enak hati pada Nico. Cahya malu jika Nico sampai mengantarnya pulang. Cahya hanya takut jika ibunya marah lagi dan menuduhnya bermain dengan cowok kaya hanya untuk mendapatkan uang jajan. Cahya malu dan tentu saja dia tidak ingin disiksa lagi seperti kemarin malam. Ibunya sangat tidak bisa mengontrol emosinya.

"Oke, tapi Lo harus hati-hati ya?" sahut Nico lalu dia melihat Cahya yang sudah mengayuh sepedanya hingga menghilang dari halaman sekolahan itu.

***

Keesokan harinya, Cahya tidak sekolah karena dia sedang libur. Sebab hari ini adalah hari minggu. Tetapi di rumahnya tidak ada kata libur sama sekali. Sebab segala macam pekerjaan rumah dia yang mengerjakan. Cahya lelah namun dia tidak boleh menyerah. Dia berjanji pada dirinya sendiri jika tidak akan mengeluh dan akan rajin belajar agar dia nanti bisa kuliah dengan mengandalkan bea siswa tanpa perlu mengeluarkan uang.

Cahya kesal, saat ini kakaknya malah duduk santai di sofa ruang tamu yang saat ini sedang dia pel lantainya.

"Kak, bisa naikkan nggak kakinya. Aku nggak bisa bersihin ini semua kalau kaki kakak di situ," ucap Cahya saat dia ingin mengepel lantai namun kaki kakaknya yang bernama Vera malan diturunkan sehingga membuat Cahya kesulitan.

"Apaan sih Cahya, nggak bisa liat apa orang lagi seneng. Kalau Lo nggak niat bersihin lantai ini yang Lo tinggalin aja. Gue malas angkat kaki," sentak Vera dengan tatapan tak suka pada adiknya. Vera tidak pernah mau berbaik hati kepada Cahya sehingga membuat dirinya merasa sangat sedih. Cahya terkadang menangis dalam diam di dalam kamar agar tidak ada yang mendengar jika dirinya sedang menangis dan merasa sedih. Tetapi dengan siapa dia akan berbagi. Biasanya Arsen lah yang selalu membantu dirinya untuk selalu sabar dan tegar dalam menghadapi keluarganya yang sangat rumit tersebut.

Cahya hanya diam, lalu dia melanjutkan kegiatannya karena tidak ingin mengundang keributan lagi yang biasanya ibunya akan membela Vera.

Namun saat Cahya sedang mengepel lantai yang tinggal sedikit lagi, tiba-tiba di luar ada yang memanggilnya. Cahya hafal dengan suara itu, siapa lagi kalau bukan Arsen. Vera yang mendenngar nama Cahya dipanggil langsung menatap tajam pada Cahya.

"Dasar gadis ganjen. Selalu aja dijemput sama cowok. Kamu tuh pasti selalu ikut pergaulan bebas kan Cahya?" tuduh Vera yang tidak mendasar sama sekali. Cahya sakit hati namun dia masih bisa menguasai dirinya agar tidak terpancing emosinya.

Tanpa memikirkan perkataan Vera lalu Cahya keluar dan melihat Arsen. Untuk apa pemuda itu datang ke rumahnya di hari weekend seperti ini. Begitu tiba di depan pintu, Cahya melihat ada Arsen yang sedang berdiri membelakanginya. Sepertinya dia sedang menunggu Cahya keluar.

"Ar, ada apa?" tanya Cahya begitu dia sudah tiba di luar. Saat ini ibu Cahya dan ayahnya sudah keluar sejak pagi. Cahya tidak tahu kemana mereka pergi. Tadi sebelum pergi mereka hanya berpesan agar Cahya membereskan semua pekerjaan rumah dengan cepat tanpa ada yang terlewatkan satu pun. Jika tidak maka dia akan dihukum.

Arsen yang mendengar Cahya sudah keluar langsung membalikkan badannya. "Ay, lo lagi ngapain? Sibuk nggak?" tanya Arsen, sepertinya dia ingin mengajak keluar Cahya.

"Ini tinggal dikit lagi selesai ngepel lantai. Ada apa Ar?" tanya Cahya lagi, dia penasaran kenapa Arsen datang ke rumahnya. Biasanya dia jarang datang saat weekend seperti saat ini.

"Rencananya sih Gue mau ajak Lo jalan siang ini ke suatu tempat. Lo mau nggak?" tanya Arsen penuh harap. Dia ingin sekali jika Cahya menyetujui ajakannya.

"Ke mana? Kok sama Gue, emangnya nggak ngedate sama Sandra nih?" tanya Cahya yang seakan menggoda Arsen. Dia merasa tidak enak hati pada Sandra sebenarnya.

"Dia nggak mau Gue ajak siang ini. Katanya dia mager di rumah aja sambil nonton di rumah, makanya Gue ajak Lo biar nggak jenuh. Keluar yuk!" ajak Arsen memohon agar Cahya mau keluar dengannya kali ini.

"Tunggu Gue beresin ngepel dulu ya? Mau nggak?" tanya Cahya, jika dia tidak mau ya sudah.

"Gue tunggu, buruan! Entar kesiangan.

Sontak saja Cahya langsung masuk ke dalam rumahnya untuk meneruskan aktifitasnya tadi. Dia tidak tahu kemana Arsen akan mengajaknya kali ini. Vera yang ada di atas sofa menatap tak suka saat Cahya terlihat gembira saat dijemput oleh Arsen.

Tak selang lama kemudian Cahya sudah selesai dan dia keluar menemui Arsen yang menunggunya dengan sabar di luar. Arsen menunggu sambil memainkan ponselnya sehingga dia tidak sadar kehadiran Cahya di sampingnya.

"Serius amat!" goda Cahya tepat di samping pipi Arsen sambil mengintip layar ponsel Arsen. Cahya tidak ada maksud apapun. Hanya saja dia sudah terbiasa seperti itu. Namun Arsen terkejut setengah mati saat Cahya begitu dekat dengan wajahnya.