webnovel

Arsen menyukai Sandra

Kini semua murid sudah tiba waktunya pulang, seperti biasa Cahya selalu mengendarai sepeda kayuhnya sendirian. Dia gadis yang sangat sederhana sejak kecil. Bersahabat dengan Arsen adalah anugerah terindah dalam hidupnya yang selalu disyukuri. Hari-harinya selalu penuh warna karena Arsen selalu mengajaknya bermain kesana kemari hingga membuatnya lupa akan hidupnya yang begitu pedih. Arsen juga menaiki sepeda kayuhnya karena dia sering berangkat dengan Cahya. 

"Ay, lo yakin nggak mau mampir ke rumah gue dulu?" tawar Arsen begitu mereka sudah tiba di dekat rumah Arsen. Letak rumah Arsen dan Cahya tidak begitu jauh. Terkadang Cahya mampir ke rumah Arsen lebih dulu saat pulang sekolah karena bundanya Arsen mengajak untuk makan siang bersama. Namun kali ini Cahya tidak ingin mampir karena dia masih terasa sesak begitu tahu jika Arsen menyukai Sandra yang sangat berkelas dibanding dirinya yang hanya orang tak mampu dan dari keluarga yang sangat sederhana. Mendadak rasa percaya dirinya hilang. 

"Lain kali lah, ibu sama ayah pasti nungguin kalau gue nggak pulang-pulang. Nanti gue dimarahin lagi kayak kemarin," sahut Cahya dengan wajah sendu. Ya, kedua orang tua Cahya memang sangat kejam padanya. Tiap hari Cahya selalu disuruh bekerja untuk  menyiapkan makanan mereka semua. Cahya hanya bisa menangis dalam diam tanpa bisa membantah. Hanya pada Arsen dia bisa berbagi kisahnya yang pilu itu. 

"Lo kalau ada masalah lagi dan dimarah kaya kemarin bilang ya ke gue. Biar gue bisa bantu lo." Arsen memberi tawaran pada Cahya untuk menolong sahabatnya itu. Arsen merasa kasihan dengan kehidupan Cahya yang sangat malang. Jika Arsen ingin membawa Cahya pergi dan memberinya tempat tinggal, Cahya selalu menolak karena dia tidak ingin merepotkan Arsen. Dan Cahya tidak ingin ayahnya memarahi Arsen karena selalu menolongnya. 

"Tenang, kan gue selalu bilang ke lo," sahut Cahya sambil mengangkat tangannya dengan jarinya yang membentuk huruf v. Tak lupa dia memberikan senyuman termanis nya pada Arsen. 

"Ih sok manis lo, udah sana buruan pulang. Jangan sampai lo dimarahin lagi gara-gara telat pulang," celetuk Arsen sambil menyentil dahi Cahya sehingga membuat wajahnya jadi cemberut karena Arsen. 

"Iya, iya. Ngusir, cie yang udah punya demenan di sekolah." Cahya menggoda Arsen sambil melajukan sepedanya karena tidak ingin Arsen menarik rambutnya atau pun menyentil dahinya lagi. Percayalah, saat ini sebenarnya Cahya sedang membuang perasaan sedihnya karena Arsen menyukai Sandra yang tidak sebanding dengan dirinya yang hanya gadis miskin. 

"Ayaaaa, awas lo ya kalau bilang gitu lagi." Arsen meneriaki Cahya yang sudah mengayuh sepedanya sangat jauh. Cahya menoleh lalu tertawa hingga membuat Arsen hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Cahya. 

'Gara-gara Nico mulut ember nih Cahya jadi tau kan kalau gue suka sama Sandra.' Arsen bergumam pada dirinya sendiri sambil meletakkan sepedanya di garasi, tepatnya di samping mobil dan motor sport nya. 

Arsen kemudian melangkah meninggalkan garasi, lalu dia hendak masuk ke dalam rumahnya yang sangat besar itu. Saat dia ingin masuk, ada tukang kebun yang bekerja di rumahnya sedang memotong rumput dan merapikan bunga-bunga, membuang daun yang terlihat kering. 

"Den Arsen tumben sendirian, neng Cahya nya mana? Biasanya sama neng Cahya," tanya Mang Mamat si tukang kebun. Sejak Arsen kecil Mang Mamat sudah bekerja di rumah itu sehingga Arsen pun tampak akrab dengan Mang Mamat yang sudah dianggapnya seperti saudara sendiri. 

Arsen berhenti seraya menoleh pada Mang Mamat tersebut. "Dia lagi buru-buru Mang, takut dicariin sama ayahnya yang galak itu." Arsen menjawab sambil membetulkan tas ransel yang disampirkan di bahu sebelahnya saja. 

"Oh, kasian ya neng Cahya. Cantik, tapi punya orang tua galak," sahut Mang Mamat. Arsen pernah menceritakan tentang kehidupan Cahya sehingga membuat Mang Mamat tahu. 

"Ya mau gimana lagi Mang, lagian Aya nggak mau pergi dari sana. Padahal sudah ku kasih bantuan loh," lanjut Arsen. Berbicara dengan Mang Mamat membuat Arsen merasa dihargai. Karena jika dia mengajak papanya berbicara selalu diabaikan karena papanya selalu sibuk. Sehingga membuat Arsen terkadang merasa kesal. Hanya bundanya yang selalu menyayanginya sepenuh hati. 

"Mungkin Neng Cahya nggak enak mau menerima bantuan dari Den Arsen, dia itu gadis yang baik," sahut Mang Mamat sambil mengingat keramahan Cahya jika datang ke rumah Arsen. 

"Besok saya bakal bantu dia lagi Mang. Oh ya bunda ada kan Mang?" tanya Arsen penasaran karena dia tidak melihat ada mobil bundanya di garasi. Mungkin bundanya sedang pergi atau pun mobilnya dipakai oleh papanya. 

"Nyonya tadi lagi keluar Den, sepertinya sedang terburu-buru setelah papanya aden keluar. Mungkin ikut Tuan kerja," jelas Mang Mamat sesuai dengan apa yang dilihatnya tadi. 

Terdengar helaan napas panjang. Sepertinya Arsen sudah tahu kemana perginya bunda dan papanya. Lagi-lagi dia harus tinggal sendirian lagi di rumah karena kedua orang tuanya yang ada urusan. Arsen tidak mau ikut campur lagi karena dia sudah lelah. Lalu Arsen meninggalkan Mang Mamat yang kini melanjutkan kegiatannya lagi memangkas bunga dan rumput. 

Setibanya di dalam, Arsen langsung menuju lantai atas dimana letak kamarnya berasa. Arsen kemudian meletakkan tasnya di atas meja belajar, tak sengaja dia melihat foto-fotonya bersama Cahya dari kecil. Tanpa sengaja bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman. Dia teringat dengan masa-masa kecilnya dahulu yang penuh kebahagiaan, bukan seperti sekarang yang harus tahu masalah orang dewasa. Rasanya Arsen masih belum lama bermain dengan Cahya, tetapi tiba-tiba mereka sudah duduk di bangku SMA. 

Setelah melihat fotonya bersama Cahya, Arsen kemudian duduk di sofa sudut yang ada di kamarnya karena dia ingin menghubungi Cahya. Dia ingin menanyakan tentang Sandra yang sekelas dengan Cahya. Cahya pasti mau jika dimintai tolong untuk minta nomor. Pasti mereka semua gabung di grup chat kelas. 

'Ay, lo udah nyampe?'

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. 

Arsen menunggu balasan dari Cahya namun masih belum dibalas juga sampai sekarang. Membuat Arsen tidak sabar saja karena dia ingin sekali menghubungi Sandra dan menanyakan pada gadis itu apakah sudah punya kekasih atau belum. Arsen berharap jika Sandra masih jomblo. Banyak teman seangkatannya yang suka dengan Sandra jadi Arsen tidak ingin kalah start dari mereka. 

Ting. 

Pesannya dibalas oleh gadis manis bernama Cahya. 

'Udah, aku baru beres cuci baju. Ada apa?'

'Lo nggak capek pulang sekolah cuci baju? Udah makan lo?'

Membaca pesan dari Cahya yang mengatakan jika baru selesai cuci baju membuat Arsen lupa jika tujuan awalnya tadi adalah ingin meminta nomor Sandra. Arsen prihatin dengan Cahya yang diperbudak oleh orang tuanya sendiri. 

'Mau capek juga nggak bakal bisa istirahat Ar, lo ngapain chat gue?'

'Lo punya nomor Sandra? Minta dong, pasti ada kan nomor dia di grup kelas kalian?'

Next chapter