webnovel

Kangen - Ku Akan Datang (Bag. 25)

Di depan hotel, Prayoga dan kedua temannya berdiri menunggu. Semua peralatan dan perlengkapan memanjat telah dimasukkan Rangga dan Bisma ke dalam carrier bag. Tak lama, sebuah mobil jenis off road berhenti. Bergegas mereka mengangkut masuk ke dalam. Saat Prayoga membungkuk, akan membantu membawa barang-barang masuk ke dalam mobil, Rangga dan Bisma melarang.

"Gak apa-apa,Bang. Abang masuk aja. Kita harus sampai dengan selamat ke New York. Semoga Kak Paramitha baik-baik aja."

Rangga yang melihat itu, bergegas menghampiri Prayoga. Ditinggalkannya apa yang akan diangkat bersama Bisma dan mengambil kembali apa yang akan diangkat sang pendaki yang sedang terluka di bahu dan punggung itu. Dengan wajah tersenyum, Rangga mencoba memberi pengertian.

"Iya, Bang Yoga. Abang masuk aja. Abang itu masih sakit tapi maksa ke luar rumah sakit karena situasi Kak Paramitha," kata Bisma menimpali.

Mendengar itu, Prayoga menegakkan badan kembali. Dengan wajah haru. sambil membuka pintu mobil, ia tersenyum memandang. Ia menghela napas panjang sambil kemudian melangkah naik ke dalam. Bahu yang terbungkus kain penutup luka, membuat punggungnya menggembung. Sementara sopir mobil yang duduk menunggu di depan kemudi, tidak mengerti apa yang mereka sedang bicarakan. Ia hanya menoleh sekilas, melihat barang-barang yang dimasukkan ke dalam mobil .

"Let's go to New York, Bang Yoga!"

Bersama Bisma, Rangga telah meletakkan carrier bag ke dalam mobil. Sebelum menutup pintu , ia berteriak menyemangati. Prayoga yang melihat kesetia-kawanan kedua ofisial yang adalah teman akrabnya itu begitu semangat, tersenyum. Staf hotel yang mengendarai mobil pun mulai menjalankan kendaraan melintasi kota Farmington, San Juan New Mexico menuju kota New York.

"Aku gak bisa nunggu sampe Pak Singgih dan orang kedutaan datang dulu, Rangga-Bisma. Pikiran akan terjadi apa-apa dengan Paramitha, sangat mengganggu. Maafkan kalo kalian berdua harus ikut dalam perjalanan yang penuh masalah ini."

Rangga dan Bisma menolehkan kepala ke arah Prayoga. Dengan tersenyum, mereka berdua mengulurkan tangan. Tinju ketiga orang itu dibenturkan, sebagai tanda kekuatan dan persatuan.

---

Perlahan tanpa suara, lempengan besi penutup saluran air bawah tanah terbuka sedikit. Lalu, terangkat ke atas. Mata orang yang membuka itu, menelisik ke kanan-kiri. Pandangannya kemudian mengarah ke pelapis kaca ruangan. Ruangan yang akan dimasukinya terlihat sepi. Lalu, lempengan besi penutup saluran air bawah tanah itu digeser pelan-pelan ke samping. Menyadari warna pelapis kaca berwarna hitam sehingga tidak memungkinkan orang dari luar untuk melihat ke dalam, ia langsung memberi isyarat ke orang-orang di belakang. Dengan cepat ia mengangkat badan dan keluar. Lalu, bergegas merangkak mendekati pintu dengan menyiagakan senjata.

Sejumlah orang berseragam hitam pun bergantian ke luar dari dalamnya dengan cepat. Senjata api di tangan mereka, ditodongkan ke kanan-kiri. Ternyata, saluran air bawah tanah kota melewati gedung Bandara International New York. Dari saluran air, orang-orang berseragam hitam tadi dapat masuk ke sebuah gudang penyimpanan barang-barang di ruang informasi bandara. Mereka pun mengendap-endap merangkak masuk ke sebuah ruangan lainnya. Masing-masing orang menuju balik meja di ruang utama.

"Domingo sigue dentro del avión?"

Sayup terdengar suara orang yang sedang bertanya. Pembicaraan itu dilakukan di luar ruangan. Satu orang yang berseragam hitam itu mengangkat kepala dan mengintip dari balik tirai jendela. Terlihat, para sandera yang tiarap di lantai dan ada dua orang pelaku sabotase berdiri dengan senjata api yang ditodongkan. Orang yang bertanya itu, berdiri di dekat kaca jendela ruang informasi bandara. Sedangkan temannya berdiri berjarak sekitar lima meter. Di jarak yang lain, ada juga beberapa orang teroris lain yang berjaga.

"Sí, todavía lo están arrestando dentro del avión. No han liberado a Domingo."

Temannya yang ditanya, menjawab sambil memandang sekilas lalu berpaling ke arah Rodrigo Nuno berdiri. Tampak wajah orang yang bertanya itu seperti tidak puas. Bibirnya mengerucut. Dahi pun berkerut sehingga alis kedua mata seakan bertaut.

"Entonces, debemos matar a estos rehenes uno por uno! El gobierno de los United States nos respeta!"

Sambil berjalan menenteng senjata yang diarahkan ke para sandera, ia menggerutu marah. Melihat sikapnya, teroris yang menjawab itu pun mengernyit.

"Esperamos lo que Rodrigo nos ordenará hacer. Dice que matamos, matamos!" kata temannya lagi.

Sementara dari dalam ruangan informasi bandara, pembicaraan kedua orang teroris didengarkan oleh orang-orang berseragam hitam itu. Seorang yang tadi duluan masuk dari lubang saluran air bawah tanah, mengangkat tangan memberi isyarat. Ia menggambarkan posisi dari masing-masing teroris di luar.

Melihat isyaratnya, orang yang tadi menggambar denah ruangan menyuruh yang lain menyiapkan serangan. Tabung-tabung kecil yang diambil dari ransel salah satu dari mereka, pun dibagikan ke yang terdekat di pintu. Lalu gerakan tangan si penggambar denah ruangan, menunjuk ke berbagai arah untuk mengatur serangan.

"North unit, we are moving!"

Orang yang tadi menggambarkan denah ruangan untuk rencana serangan sepertinya kepala unit kecil yang masuk dari lubang saluran air bawah tanah itu. Sekarang dari ruang informasi bandara, ia mengisyaratkan ke tim lain melalui alat komunikasi yang ada di helm. Orang-orang berseragam hitam lainnya beringsut mendekati pintu.

Satu tangan orang mengepalai unit kecil itu terkepal dan diangkat sebagai isyarat. Sementara tangan yang lain memegang pintu ruangan informasi bandara. Dalam hitungan, pintu dibuka dan ....

Blup! Blup!

Blup! Blup!

Lalu dalam beberapa saat, senjata api berperedam mereka dengan cepat melumpuhkan kedua orang teroris yang berbicara tadi. Semua orang berseragam hitam itu kemudian berlari cepat menyebar. Satu dari mereka membangunkan para sandera yang tiarap di lantai dan membawa masuk ke dalam ruangan informasi bandara.

Blup! Blup!

Blup! Blup!

Blup! Blup!

Sambil bergerak membawa para sandera, kembali senjata api berperedam mereka dengan cepat melumpuhkan beberapa teroris berikutnya. Para sandera yang tiarap di lantai pun dengan cepat dibawa masuk ke ruangan yang lain. Sementara mereka terus bergerak, SWAT di bagian utara gedung juga mulai merangsek masuk. Mereka langsung menuju ruangan di mana Rodrigo berada.

---

"Pelumpuhan para teroris di bandara mulai dilakukan oleh SWAT? Masih?" tanya Prayoga ke telepon yang ditempelkan ke telinga.

Perjalanan Prayoga, Rangga dan Bisma ke New York dilakukan lewat darat. Setelah diantarkan ke stasiun bis antar negara bagian oleh mobil dari hotel tempatnya menginap di kota Farmington, mereka melanjutkan dengan menggunakan kendaraan angkut berbadan besar itu. Cemas terhadap Paramitha sepertinya tidak dapat disembunyikan lagi, sehingga Prayoga pun memutuskan untuk menyusul ke sana.

"SWAT sedang melakukan penyerbuan ke dalam bandara, Pak Prayoga. Sepertinya, SWAT memutuskan untuk tidak tawar-menawar dengan para teroris itu. Kalo Bapak memutusin ke New York juga, Bapak gak akan diijinin polisi mendekati area bandara."

Terdengar suara dari ujung sambungan telepon menjawab pertanyaan Prayoga. Namun sang pendaki tebing tetap merasa tidak tenang. Ia menghela napas. Dilihatnya Rangga tertidur duduk bersandar di kursi dan Bisma di sebelahnya melayangkan pandang ke luar jendela. Mereka terpisah kursi duduk tetapi di deretan yang sama di bis itu. Penumpang bis yang tidak penuh, menyebabkan pihak perusahaan perjalanan memberikan satu kursi tersendiri untuk Prayoga karena kondisinya yang sedang sakit.

"Saya akan mencoba nanti, Pak. Saya gak tenang sebelum melihat wajah istri. Artinya dia baik-baik aja kalo saya udah liat," kata Prayoga setelah sejenak terdiam.

Sebuah plang lalu-lintas terlihat di pinggir jalan yang dilewati, dari kaca jendela sebelah kanan bis. Kepala Prayoga memutar untuk memastikan. Bis kini memasuki negara bagian New York. Sementara langit mulai terlihat gelap, mereka akan sampai di kota New York saat menjelang tengah malam.

---

Bersambung

Terjemahan:

"Domingo sigue dentro del avión?"

"Apakah Domingo masih di pesawat?

"Sí, todavía lo están arrestando dentro del avión. No han liberado a Domingo "

"Ya, dia masih ditahan di pesawat. Mereka belum membebaskan Domingo."

"Entonces, debemos matar a estos rehenes uno por uno! El gobierno de los Estados Unidosno nos respeta!"

"Kalau begitu kita harus membunuh para sandera ini satu per satu! Pemerintah Amerika Serikat tidak menghormati kita! "

"Esperamos lo que Rodrigo nos ordenará hacer. Dice que matamos, matamos!"

"Kita tunggu apa yang akan diperintahkan Rodrigo untuk kita lakukan. Disuruh bunuh, kita bunuh! "

"North unit, we are moving!"

"Unit utara, kami bergerak!"