webnovel

Kangen - Ku Akan Datang (Bag. 21)

"Coba dong hubungin Paramitha pake nomor telepon kamu, Rangga."

Mendengar Prayoga mengatakan itu, Rangga segera mengeluarkan telepon genggam dari dalam saku celananya. Sebuah nomor pun dipencet, sambil berjalan ke kursi dekat tempat tidur Prayoga untuk duduk.

"Kog gak bisa dihubungin ya, Bang?" tanya Rangga mengernyit.

Telepon genggam yang semula ditempelkan di telinga, kembali dipencet nomornya di layar. Melihat Rangga yang kesulitan menghubungi, Bisma juga mengeluarkan telepon genggam dan memencet nomor.

"Iya, Bang. Kog gak bisa dihubungin ya?"

Bisma pun membenarkan perkataan Rangga sambil memencet ulang nomor di layar teleponnya. Kini, Prayoga terdiam memandangi kedua orang ofisial yang menjadi teman dekatnya itu. Ia hanya memerhatikan mereka berulang kali menghubungi sang istri.

---

"Passengers of the flight number ... please enter the Gate D for the departure."

Ramai dan riuh suara di bandara New York cukup membingungkan Paramitha saat baru turun dari pesawat. Perjalanan yang panjang dari Jakarta, dengan duduk di kursi pesawat, terasa sangat melelahkan. Tubuh yang lelah itu pun menambah kebingungan sang perempuan pemanjat tebing. Beruntung, hanya sebuah travelling bag berukuran sedang yang dibawa sehingga tidak merepotkan.

Berhenti sesaat, wajah Paramitha terlihat kebingungan. Ia menoleh ke sana ke mari seperti mencari sesuatu. Saat pandangannya tertuju pada seorang lelaki yang berpakaian polisi sedang berdiri di samping deretan kursi, Paramitha pun segera mendekati. Di lantai samping si lelaki berdiri, ada terletak sebuah tas hitam panjang. Berdiri berkacak pinggang dengan kaca mata hitam, ia celingukan mengawasi lorong di sepanjang gedung bandara dari ujung ke ujung.

"Where must I go to buy a flight ticket to New Mexico, Officer?"

Saat telah berdiri di dekat si lelaki yang berpakaian polisi yang tadi dilihat, Paramitha segera bertanya dengan sopan. Terkejut dengan suara orang dari sampingnya, si lelaki yang berpakaian polisi itu menoleh ke Paramitha. Ia yang tadi terlihat celingukan mengawasi lorong di sepanjang gedung bandara yang dipenuhi orang lalu lalang itu, kini terlihat tidak bersahabat.

Alis melekuk dan bibir mengerucut. Tangan yang semula berkacak pinggang, kini dilipat di dada. Sikap yang tidak bersahabat dengan mata yang tertutup kaca mata hitam seperi itu, membuat Paramitha menjadi takut. Seketika ia ingin membalikkan badan dan melangkah menjauh.

"Oh there, Mam! Over there."

Baru saja hendak membalikkan badan dan ingin melangkahkan kaki menjaduh, tiba-tiba terdengar suara si lelaki yang berpakaian polisi itu. Satu tangannya terangkat menunjuk ke sebuah arah di seberang ia berdiri. Mendengar itu, sontak pandangan Paramitha mengikuti ke mana ia mengarahkan.

Namun ramai lalu-lalang orang di bandara New York saat itu, menyulitkan Paramitha untuk mengerti tempat yang dimaksud. Menjinjit berulang kali untuk memastikan, Paramitha malah seperti kelihatan bertambah bingung. Sementara si lelaki yang berpakaian polisi itu malah terlihat acuh dengan kebingungan Paramitha. Menyadari demikian, Paramitha memutuskan untuk melangkah pergi.

"Thank you, Officer."

Sebelum beranjak, terpaksa Paramitha berbasa-basi dahulu dengan si lelaki yang berpakaian polisi sambil tersenyum. Lalu, kembali berjalan sambil menyeret travelling bag-nya. Ia berjalan membelah keramaian orang yang sedang lalu-lalang di jalan dalam gedung bandara, untuk menuju arah yang diberikan si lelaki berpakaian polisi tadi.

Baru saja berjalan, tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari arah belakang Paramitha.

"Get down! Get down!"

Mengira teriakan itu dimaksudkan untuknya, Paramitha membalikkan badan menoleh ke arah suara. Sementara orang yang lalu-lalang malah tampak mengacuhkan. Mereka menghalangi Paramitha untuk melihat siapa yang berteriak.

Dor! Dor! Dor!

Baru di saat terdengar suara tembakan berulang kali, suasana bandara mendadak berubah menjadi kacau. Teriakan panik dan ketakutan para perempuan, langsung diikuti dengan orang-orang yang tiarap di lantai. Paramitha pun mengikuti apa yang orang banyak lakukan. Paras pucat kini menghiasi wajahnya. Tanpa menghiraukan tas, ia segera tiarap dengan menelungkupkan kepala bersama dengan yang lain.

"Get down! Get down! All get down!"

"Get down! All get down!"

Dor! Dor! Dor!

Suara teriakan kini diikuti dengan beberapa kali letusan senjata api. Teriakan yang telah berubah seperti bentakan, menunjukkan bahwa orang-orang bersenjata itu tidak main-main.

"Ve a despejar esa área, Juan! Tráelos a todos aquí! Cualquier desobediencia, solo dispara en el acto!"

"Sí OK, Rodrigo!"

Bahasa yang digunakan di antara sesama teroris pun tidak dimengerti Paramitha. Namun, suara teriakan itu terdengar seperti di dekatnya yang sedang tiarap. Ia seperti mengenal suara orang yang berteriak itu. Perlahan kepala diangkat untuk diam-diam melihat.

Ternyata lelaki berpakaian polisi yang tadi berbicara dengannya, terlihat sedang menodongkan senjata laras panjang ke arah semua orang yang menelungkup di lantai. Di sepanjang lorong bandara yang tadi dilewati pun, Paramitha juga melihat ada banyak orang bersenjata sedang berdiri di antara mereka yang menelungkup.

---

"Bandara Internasional New York dikuasai teroris sejak beberapa jam yang lalu, Bu Menlu. Bandara lumpuh. Pihak kepolisian kota New York sudah datang dan melakukan negosiasi dengan para teroris untuk menyerah. Belum ada tindakan lebih lanjut dari kepolisian atau militer Amerika Serikat untuk melumpuhkan."

Begitu layar telekonferensi terlihat jelas, Duta Besar Indonesia langsung memulai pembicaraan dengan pihak pemerintah Republik Indonesia di Jakarta. Wajah Atase Militer yang duduk di samping, terlihat tegang. Lembaran kertas disodorkannya ke meja di hadapan sang Duta Besar.

"Pak Duta Besar ada informasi tentang kemungkinan warga negara Indonesia yang terjebak dalam penyanderaan di bandara itu?"

Tampak Menteri Luar Negeri Indonesia bertanya dari ujung sambungan telekonferensi.

"Ada sejumlah penerbangan yang mengangkut warga negara Indonesia di jam-jam dimulainya aksi sabotase bandara. Ya, setidaknya ada sekitar lima orang warga negara Indonesia yang terjebak di bandara, Bu Menlu."

Sang Duta Besar menjawab sambil membuka lembaran kertas yang diberikan Atase Militer. Wajah Menteri Luar Negeri Indonesia berubah seperti terkejut. Ia menelengkan kepala ke seseorang yang sedang berbicara di sampingnya.

"Situasi terkini di bandara sendiri bagaimana?"

Kemudian Menteri Luar Negeri bertanya lagi. Mendengar itu, Duta Besar memalingkan wajah ke Atase Militer.

"Ehm ... pihak kepolisian Amerika Serikat langsung mengambil alih operasional bandara, Bu Menteri. Ehm ... biasanya kalau sudah diambil alih dan menghitung segala kemungkinan, tindakan mereka selanjutnya akan melumpuhkan. Cuma sekarang masih bernegosiasi dengan para teroris, Bu Menteri."

Atase Militer Indonesia segera menjawab begitu menyadari maksud pandangan mata sang Duta Besar. Ia kemudian menjelaskan secara panjang lebar. Duta Besar Republik Indonesia pun ikut mendengarkan dengan serius.

---

Bersambung

Terjemahan:

"Where must I go to buy ticket to New Mexico, Officer?"

"Di mana saya harus pergi untuk membeli tiket ke New Mexico, Pak Petugas?"

"Oh there, Mam! Over there."

"Oh, di sana, Bu! Di sana."

"Thank you, Officer,"

"Terima kasih, Pak Petugas,"

"Get down! Get down!"

"Tiarap! Tiarap!"

"Get down! Get down! All get down!"

"Tiarap! Tiarap! Semuanya Tiarap! "

"Ve a despejar esa área, Juan! Tráelos a todos aquí! Cualquier desobediencia, solo dispara en el acto!"

"Bersihkan daerah itu, Juan! Bawa mereka semua ke sini! Setiap pembangkangan, tembak saja di tempat!"

"Sí OK Rodrigo!"

"Ya baiklah, Rodrigo!"