Bagian 8
Waktu Tidak Terlambat
Selang 2 hari berlalu tak ada kabar yang sampai ke telinga Sintya. Dari Ive maupun Kharisa pun sama saja. Dari Sintya sendiri pun sudah lelah akan tentangnya. Namun itu masih membuat Sintya penasaran.
Di hari itu, Mendadak Sintya terbangun kesiangan, Gugup dan sesampainya di sekolah Sintya terlambat. Setelah Sintya turun dari bis ia lari terbirit birit. Sebelum sampai di kelasnya Sintya terpeleset dan jatuh. Sintya jatuh, Tasnya terbuka, Bukunya pun berserakan. Beruntung Vanka yang sedang berjalan pun melihat Sintya jatuh, Lalu bergegas menolongnya. Membereskan buku buku yang jatuh dan memasukannya kembali ke tas Sintya. Namun, Pada saat memasukkan buku buku ke dalam tas ternya resleting tas Sintya lepas. Betapa sialnya hari itu. Lalu Vanka pun menawarkan pada Sintya untuk membawakan bukunya ke kelas.
"Hei? Tasmu rusak resleting tas nya copot. Biar aku bantu membawakan buku buku ke kelas." Ucap Vanka.
"Eh, Engga perlu aku bisa sendiri." Ucap Sintya.
Lalu Vanka berdiri membawakan buku bukunya.
"Lihatlah siku tanganmu, Memar. Dimana kelasmu?" Ucap Vanka.
Kemudian Sintya menunjukkan nya, Dan mereka berdua berjalan menuju kelas Sintya. Sintya pasrah akan keputusan Vanka. Bukan karena Vanka memaksa, Tapi keadaan Sintya yang gugup dan terjatuh itu membuat sedikit cemas.
"Tak perlu cemas, Ini tak apa apa." Ucap Vanka sambil berjalan.
Vanka mencoba menenangkan Sintya. Sintya hanya mengangguk. Vanka mengantarnya sampai ke kelasnya. Lalu Vanka menjelaskan keterkaitan yang terjadi. Lalu Ibu Guru yang sedang mengajar pun memberikan toleransi untuk mengobati luka memar Sintya.
"Ayo, Kita obati lukamu di ruang UKS." Ucap Vanka.
Sintya terkejut, Sintya tak menyela apapun perkataan Vanka, Lalu Sintya mengikutinya. Mereka berdua menuju UKS. Sesampainya disana Sintya duduk dan Vanka pun mengambil obat merah. Vanka membasuh lukanya dengan pelan. Lalu Sintya pun bertanya.
"Hei, Kamu orang yang selalu bolak balik ke ruang BK?" Ucap Sintya.
Vanka menengok. Lalu menjawab sambil menunduk membasuh luka di tangan Sintya.
"Iya." Ucap Vanka.
"Apakah kamu bermasalah?" Ucap Sintya.
"Tidak juga, Orang orang selalu memandang ruang BK itu sempit." Ucap Vanka.
"Mengapa dengan BK yang sempit?" Ucap Sintya.
"Mereka semua memandang tempat BK adalah tempat anak anak buangan, Anak nakal, Anak yang bermasalah dan sudut pandang lainnya. Padahal BK bisa jadi tempat untuk semua orang yang berada di sekolah ini untuk bercerita tentang sulitnya melewati hari ini ataupun berjalan dengan bayang bayang masa lalu, Berjuang sendiri dan merasakan senang sendirian." Ucap Vanka.
"Pelan pelan!! Sakit!! Jangan kebanyakan obat merahnya." Ucap Sintya.
"Biar habis ini sembuh Sintya." Ucap Vanka.
"Sintya? Kok tau namaku?" Ucap Sintya.
"Aku masih bisa membaca, Name tagmu terlihat. Dah sekarang waktunya balik ke kelas." Ucap Vanka.
Lalu Sintya berdiri dan menunggu Vanka membereskan peralatan yang ia ambil. Lalu Vanka dan Sintya kembali ke kelas. Vanka mengantarnya.
Sintya kembali bertanya.
"Hei? Siapa namamu?" Ucap Sintya.
Tanpa menghadap ke belakang Vanka menjawab.
"Panggil saja aku Vanka." Ucap Vanka.
"Baiklah, Terimakasih Vanka." Ucap Sintya sambil melambaikan tangan. Kemudian Sintya masuk ke kelas dan Vanka pun begitu.
Lalu pada saat jam istirahat, Ive (Teman sebangku Sintya) bertanya kepada Sintya.
"Orang yang tadi masuk ke kelas terus izin buat nganterin kamu ke UKS itu orang yang bolak balik ke ruang BK kan?" Ucap Ive.
"Iya, Namanya Vanka." Ucap Sintya.
"Tadi kenapa bisa kesiangan Sin?" Ucap Ive.
"Semalem tuh bener bener gabisa tidur, Padahal udah ngantuk banget, Tapi gatau kenapa gabisa tidur." Ucap Sintya.
"Kepikiran Vanka kali, Gimana? Masih penasaran ga?" Ucap Ive.
"Vanka aja terus Ve, Tapi dia orangnya kalem, Tenang gitu. Jadi bawaannya adem." Ucap Sintya.
"Yah mulai deh berbunga bunga." Ucap Ive.
"Tapi dia menarik." Ucap Sintya.